Mohon tunggu...
Nur Maratus
Nur Maratus Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kematian Balita di Poso Menimbulkan Trauma pada Anak-Anak Desa

7 Juni 2021   22:58 Diperbarui: 8 Juni 2021   00:09 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

(FTIK UNISNU), NUR MAR'ATUS SHOLEKHAH, 191310004273, 4PAI A3

Pendahuluan

Kaitan dengan pendidikan anak sejak dini, Abd. Rahman didalam bukunya : Aktualisasi konsep dasar pendidikan Islam, sebagaimana dikutip oleh Yasin Musthofa, berpendapat bahwa pengalaman dan pendidikan di masa kanak-kanak akan menjadi kebiasaan dan menjadi karakter seseorang, namun apabila ada stimulus yang merangsang pengalaman hidup yang pernah dialami tersebut, maka watak tersebut akan kembali walaupun dalam bentuk berbeda. Dalam arti lain, pengalaman dan pendidikan dimasa kanak-kanak akan menjadi pondasi dasar bagi anak dan akan dapat berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya. (Yasin Musthofa, 2007:14)

Karena banyak pendapat yang mengatakan bahwa masa kanak-kanak adalah masa yang menyenangkan. Konon, di masa tersebut, anak belum merasakan beban berat dalam kehidupannya. Nyatanya, seperti halnya orang dewasa, anak-anak juga bisa mengalami trauma. Trauma yang terjadi pada anak-anak adalah ketika anak-anak yang melihat atau mengalami sebuah peristiwa, lalu berdampak pada respon emosionalnya. Mereka bahkan lebih rentan karena secara psikologis anak-anak belum sesiap orang dewasa dalam menghadapi peristiwa traumatis.

Anak yang mengalami trauma harus diberi perhatian lebih agar trauma yang ia rasakan tidak mengganggu perkembangannya. Sebab dikhawatirkan, jika tidak ditangani, trauma tersebut bisa terbawa sampai ia dewasa. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan trauma pada anak. Beberapa di antaranya, seperti meninggalnya seseorang yang mempunyai hubungan dekat dengan anak, mengalami kecelakaan, di-bully oleh teman-teman sebayanya di sekolah atau lingkungan rumah, pertengkaran orang tua, mengalami kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, bencana alam, dan lain-lain.

Dalam dunia kedokteran, gangguan cemas akibat trauma disebut dengan post-traumatic stress disorder (PTSD). Ini adalah gangguan psikologis yang terjadi setelah anak melihat ataupun mengalami suatu peristiwa yang tidak menyenangkan atau berbahaya atau berat, sehingga memengaruhi kondisi psikologis anak. Namun perlu diketahui, bahwa tidak semua trauma pada anak menyebabkan PTSD. Bagaimanapun, setiap anak punya factor-faktor yang membuat ia mampu untuk menghadapi trauma. Misalnya dengan dukungan lingkungan social yang baik, anak mampu mengelola emosinya,dan konsep diri yang baik.

Setiap peristiwa yang terjadi pada anak juga punya dampak yang berbeda-beda. Misalnya, pada dua anak yang berbeda melihat adanya kecelakaan. Pada anak pertama, efeknya bisahanya takut dan menangis. Setelah menyaksikan kejadian tersebut, ia dapat kembali ceita tanpa ada keluhan apa pun. Sedangkan pada anak kedua, setelah melihat kecelakaan tersebut sikapnya bisa berubah jadi diam dan menunjukkan tanda-tanda PTSD.

Menurut dr. Reza Fahlevi dari KlikDokter, trauma pada anak akibat suatu kejadian tertentu sering kali melekat dalam jangka waktu yang lama. Biasanya, kondisi ini menimbulkan kecemasan, bahkan hingga ia dewasa.

Namun, ada satu kasus yang sudah terjadi, yang mana ada kasus kematian seorang balita yang naas, dengan hilang berhari-hari hingga ditemukan tidak bernyawa terselip di batang pohon yang besar. Dan tanpa sadar kejadian tersebut membuat trauma anak-anak sekitar daerah tersebut. Berikut berita selengkapnya :

Isi Berita

kumparan.com 4 Mei 2021 17:45

Kematian Balita di Poso Menimbulkan Teror Ketakutan pada Anak-anak Desa

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menggelar kegiatan Trauma Healing dengan membakar lilin yang digelar di Desa Tolambo, Kecamatan Pamona Tenggara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, untuk mengenang kematian tragis Nugi Rantaola (3) dan menguatkan anak-anak setempat. Foto: Dokumentasi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Poso

Kematian balita Nugi Rantaloa (3) warga Desa Tolambo, Kecamatan Pamona Tenggara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng), hingga saat ini masih menjadi misteri. Pihak Kepolisian masih bekerja keras mengungkap kasus itu. "Namun ada yang luput dari perhatian. Kasus kematian Nugi yang naas, dengan hilang berhari-hari hingga ditemukan tidak bernyawa terselip di batang pohon yang besar, tanpa sadar membuat warga Desa Tolambo khususnya anak-anak di desa tersebut jadi trauma," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Poso, Cristina Limbong, Selasa (4/5).

Diungkapkannya, saat tersebar berita mengenai balita Nugi di Poso yang hilang, pihaknya juga ikut mendatangi Desa Tolambo. Bahkan terakhir tanggal 25 April 2021, ia bersama relawan yang peduli dengan kasus balita Nugi di Poso, mendatangi desa tersebut untuk memberi penguatan kepada warga khususnya anak-anak.

“Kami melakukan trauma healing untuk anak-anak di desa tersebut. Dan ternyata ada hampir 100 anak ada di sana,” kata Cristina.

Dari hasil identifikasi, pihaknya menemukan kenyataan miris bahwa anak-anak yang tinggal di Desa Tolambo saat ini mengalami ketakutan. Takut pergi sendirian sekalipun hanya ke kamar mandi.

“Anak-anak ini biar mau keluar rumah jadi takut. Maka melakukan trauma healing dengan memberi mereka motivasi agar jangan takut. Kami berikan mereka mainan untuk menghibur anak-anak ini,” kata Cristina.

Trauma Healing merupakan satu proses pemberian bantuan berupa penyembuhan untuk mengatasi gangguan psikologis seperti kecemasan, panik, dan gangguan lainnya karena lemahnya ketahanan fungsi-fungsi mental yang dimiliki individu korban.

Selain masalah trauma anak, peristiwa yang dialami keluarga Nugi juga menyisakan persoalan lain yakni soal pola asuh. Seperti diberitakan sebelumnya, Nugi hilang karena ditinggal sendiri di rumah oleh orangtuanya yang sedang ke rumah ibadah dan memetik cabai di kebun.

“Di sana kami juga berikan arahan kepada orang tua bahwa anak-anak harus dijaga, dipelihara, dicintai karena anak-anak adalah masa depan bangsa dan negara,” jelas Cristina lagi.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menggelar kegiatan Trauma Healing dengan membakar lilin yang digelar di Desa Tolambo, Kecamatan Pamona Tenggara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, untuk mengenang kematian tragis Nugi Rantaola (3) dan menguatkan anak-anak setempat. Foto: Dokumentasi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Poso

PENDAPAT

Menanggapi berita diatas, tentang Trauma Healing bisa terjadi karena berbagai kejadian, seperti bencana alam, perkosaan, KDRT, Penyakit atau cedera parah, hingga kematian orang yang disayangi. Anak-anak rentan mengalami trauma, depresi, perasaan tertekan dan was-was, karena mereka belum mampu mengontrol emosi sepenuhnya.

Trauma healing bisa dilakukan oleh orang tua, tentunya dengan mempelajari tentang hal tersebut. Apalagi trauma bisa timbul, entah karena mereka secara langsung mengalami peristiwa traumatis atau berulang kali melihat gambar-gambar media yang mengerikan setelah kejadian.

Trauma healing sangat dibutuhkan oleh Anak Kabupaten Poso saat ini mereka mengalami trauma atau stres traumatik. Peristiwa traumatis kehilangan orang yang dicintai apalagi mereka kehilangan teman sebaya yang biasanya ditemui setiap hari untuk bermain.

Ada beberapa dampak buruk trauma pada anak berdasarkan usianya, Untuk anak berusia di bawah 5 tahun, trauma dapat menyebabkan ketakutan, selalu ingin dekat dengan orang tua atau pengasuh, menangis, menjerit atau merintih. Kemudian, anak-anak juga bisa menjadi sangat aktif, bergerak tanpa tujuan, atau tidak bergerak sama sekali. Sedangkan pada anak usia 6–11 tahun. Dampak buruk trauma pada anak usia ini adalah membuatnya kehilangan minat pada teman, keluarga, dan kegiatan yang menyenangkan. Hal tersebut juga menyebabkan mimpi buruk atau masalah tidur lainnya, menjadi mudah tersinggung, mudah mengganggu, atau marah. Tidak hanya itu, trauma yang dialami anak juga berkaitan dengan kesulitannya untuk belajar di sekolah dan mengerjakan pekerjaan rumah. Keadaan tersebut juga membuat anak kerap mengeluh masalah fisik, ketakutan yang tidak berdasar, merasa tertekan, mati rasa secara emosional, atau merasa bersalah atas apa yang terjadi.

Peran orang tua dalam trauma healing sangatlah besar untuk kesembuhan anak. Orang tua wajib mengenali dan memahami tentang trauma dan stres traumatis ini. Semakin banyak pengetahuan orang tua terhadap gejala, efek, dan pilihan perawatan, semakin baik pula cara membantu memulihkan kondisi mental anak.

Dengan cinta dan dukungan, pikiran dan perasaan stres traumatis yang mengganggu anak dapat menghilang. Hal ini bisa membuat kehidupan anak kembali normal dalam beberapa hari atau minggu setelah kejadian yang membuat trauma.

Maka dari itu peran orang tua sangat penting untuk pemulihan anak tersebut, Dengan Mengahabiskan Waktu Bersama Anak Dan Berbicara Tatap Muka. Lalu menciptakan lingkungan di mana anak merasa aman untuk mengomunikasikan apa yang mereka rasakan. Serta memberikan respons positif, agar tekanan pada anak bisa memudar secara perlahan-lahan.

Selanjutnya bisa dengan Minimalkan Paparan Media yang membuatnya teringat kejadian traumatis yang dialaminya. Paparan media dapat menciptakan tekanan traumatis pada anak atau remaja, bahkan pada mereka yang tidak merasakan langsung kejadian tersebut. Jangan biarkan anak menonton berita atau berselancar di media sosial, agar dirinya tak merasakan kembali peristiwa yang membuatnya tertekan.

Lalu Dorong Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dapat membakar adrenalin, melepaskan endorfin yang meningkatkan suasana hati, dan membantu anak tidur lebih nyenyak di malam hari.

Memberi Anak Makanan Sehat

Makanan memiliki dampak besar pada suasana hati dan kemampuan anak untuk mengatasi trauma pada trauma healing. Makanan olahan, karbohidrat olahan, minuman manis, dan camilan tidak sehat dapat menciptakan perubahan suasana hati dan memperburuk gejala trauma.

Sebaliknya, makan sehat seperti buah dan sayuran segar, protein berkualitas tinggi, dan lemak yang sehat (terutama asam lemak omega-3) dapat membantu anak terbebas dari tekanan yang menganggu dirinya. Dengan memberi menu sehat dalam porsi yang seimbang, agar rasa trauma tidak berkembang dan bisa menghilang.

Yang terakhir Membangun Kembali Rasa Percaya dan Rasa Aman

Trauma dapat mengubah cara seorang anak melihat dunia, bahkan bisa membuatnya tampak jauh lebih berbahaya dan menakutkan. Trauma mungkin akan membuat anak merasa lebih sulit mempercayai lingkungan mereka dan orang-orang di sekitarnya.

Untuk mencegah hal tersebut, membangun kembali suasana aman dan selamat di sekitar lingkungan anak. Hal ini bisa dilakukan dengan menyusun rutinitas yang mengasyikkan, minimalkan stres di rumah, bersikap tenang setiap saat, dan berusaha relaks. Berbicara tentang masa depan yang diidamkan juga bisa membantu mengurangi trauma pada anak.

Solusi terbaik Trauma healing adalah, menjaga anak dengan baik dalam pengawasan orang tua/ atau orang dewasa akan membuat anak merasa nyaman dan dilindungi, sehingga anak tidak takut untuk melakukan kegiatan yang ditakuti sebelumya. Membiarkan anak melakukan apa yang diinginkan selama dalam pengawasan dan positif. Lalu dengan menjelaskan dengan halus bahwa kajadian tersebut bisa terjadi pada siapa saja, dengan tetap berhati-hati dalam bertindak tidak akan ada kejadian tersebut terulang lagi.

Kesimpulan

Trauma healing bisa terjadi pada siapa saja, terutama pada anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan, peran orang tua sangat penting dalam menyembuhkan trauma healing tersebut, memang membutuhkan waktu serta tenaga yang ekstra tapi akan berdampak baik bagi kehidupan anak yang mengalami trauma tersebut.

Peran lingkungan juga sangat mendukung untuk penyembuhannya, keadaan yang diaggap damai serta aman untuk ditinggali anak akan berpengaruh tentunya.

Menyikapi dampak buruk trauma pada anak berusia di bawah 5 tahun, ketika trauma dapat menyebabkan ketakutan, selalu ingin dekat dengan orang tua atau pengasuh, menangis, menjerit atau merintih. Kemudian, anak-anak juga bisa menjadi sangat aktif, bergerak tanpa tujuan, atau tidak bergerak sama sekali. Dengan orang tua selalu ada disamping si anak memberi perlindungan dan menguatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Musthofa, Yasin, 2007, EQ untuk anak usia dini dalam pendidikan Islam, 

Yogyakarta: Sketsa.

Ania, Helda Nur, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK PERSPEKTIF IBNU QAYYIM AL-

JAUZIYAH (Kajian Kitab Tuhfat al-Maudud bi Ahkam al-Maulud, Vol.2, Hal.38-55

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun