yang memimpin rombongan tersebut pindah diberi gelar “orang tua”. Tanah yang mereka
tempati diberi batas-batas wilayah dengan batu yang kemudian disebut sebagai pasupadan
(batu batas) tanah tersebut disebut “dusun”, semakin banyak taratak dan dusun lain terbentuk
yang tiap-tiapnya diberi sampadannya, biasanya punggung-punggung bukit dan aliran air
dijadikan sampadannya tanah tersebut. Maka mulailah mereka saling tolong-menolong antar
kaum dan yang berlalikan darah dalam membuat sawah, yang pandai menukang dan kuat
tenaganya mengangkut kayu serta bahan bangunan saling membantu untuk membangun
rumah, sehingga tiada dari mereka yang tidak memiliki rumah. Saat rumah telah didirikan
maka dipanggillah orang tua-tua dan tetua adat dan dijadikanlah rumah tersebut menjadirumah adat, tempat melangsungkan pekerjaan adat sehingga tidak boleh dijual. Saat dusun
tersebut telah berkembang dan teratur maka bernamalah “Koto”.
Bagian selanjutnya sedikit banyak berkenaan dengan apa yang dikisahkan oleh tambo