Shofa yang semula sangat gembira tiba-tiba terdiam. Dia ketakutan melihat suasana yang tidak mengenakkan. Perlahan-lahan ia mulai menangis.
"Ih, Adik gimana sih, Ma? Kenapa kue Kakak dimakan, Dik?" Kak Suci marah membuat tangis Shofa semakin kencang.
"Aku nggak makan kuenya, kok," sahut Shofa penuh air mata.
"Bohong! Pasti kamu. Siapa lagi yang ngambil kalau bukan kamu!" hardik Kak Suci.
"Ma, masa kue ulang tahunku jadi rusak begini?" Kak Suci pun ngambek dan memelotot ke arah Shofa. Mungkin ia merasa malu pada teman-temannya.
"Ya sudah, Nak. Kan masih bisa dimakan. Nggak apa-apa. Yuk, lanjutkan acaranya." Om Irvan menengahi.
Kak Suci menuruti kata-kata ayahnya tapi tampaknya sedikit kecewa karena kuenya dimakan Shofa.
"Awas nanti kamu ya Dik. Kalau acara ini sudah selesai nggak akan aku bagi kado-kado dari temanku," bisiknya jahat.
Aku mencoba menenangkannya. Acara pun dilanjutkan hingga selesai.Â
Kak Suci mulai membuka kado satu persatu. Aku turut membantunya. Shofa mengintip di tepi pintu. Kak Suci masih kesal dengan ulah adiknya yang hampir saja mengacaukan pesta tadi.
Semua kado sudah dibuka. Ada boneka, baju, mainan, tas sekolah, juga beberapa alat sekolah lainnya. Terakhir mata Kak Suci tertumpu pada kado berantakan yang didapatnya dari Shofa. Dengan malas-malasan ia membukanya dan terkejut. Isinya adalah potongan kue ulang tahun yang hilang.