#FF
Kata Kunci: camar, sayap, patah, luka, gunung, laut, goa, sarang, telur, ulat
Ini kisah tentang camar dan seorang perempuan. Dalam cangkang nasib yang sama meski beda dunia.
Tubuhnya menukik tajam. Matanya lurus menuju sekumpulan ulat pohon. Dalam sekali patuk, beberapa ulat itu masuk ke paruhnya.Â
"Lumayan." Dengan senyum sumringah wanita muda itu pulang membawa beras dan beberapa sembako lain untuk Dita dan Ranti yang menanti di rumah.
Empat ekor keciap yang tengah lapar segera berebutan memamah pangan yang dibawakan.
Mereka tak tahu seorang pemburu tengah membidikkan bedil laras panjang.Â
Brakkkk!
Sepeda motor itu membuatnya terduduk di pinggir jalan. Beberapa luka goresan dan memar membuatnya tak bisa segera bangun. Ditambah rasa terkejut atas apa yang baru saja terjadi.Â
"Aduh, Mbak, maaf. Saya nggak sengaja. Maaf  ya, mbak." Pemuda itu nampak bersalah dan membantu memapahnya.Â
Sang perempuan meringis kesakitan. Lututnya berdarah.
"Tunggu, Mbak, saya carikan obat." Pemuda itu membeli sebuah obat luka di warung terdekat. lalu dengan cekatan ia membantu mengobati luka wanita itu.
"Rumahnya jauh nggak, Mbak? Biar saya antar." Lelaki muda itu mengumpulkan barang belanjaan yang sempat tercecer. Sang wanita menurut saja karena menurutnya lelaki itu harus bertanggung jawab dengan perbuatannya, dan setelah diperhatikan wajahnya pun lumayan tampan.
Didukungnya Sang camar yang menyangkut di dahan. Ia didekatkan kepada anak-anaknya. Beberapa waktu sayapnya yang luka itu diludahi oleh sang elang. Hingga camar mampu mengepakkan kembali sayapnya.Â
Tiba-tiba dari arah biru lazuardi seekor elang betina terbang ke sarang.Â
"Yang, kamu gimana sih, katanya mau jemput aku. Malah duduk santai-santai di sini? Sudah siang ini."
"Loh, kok tahu aku ada di sini?"
"Tuh diantar sama ibu warung."
"Oh."
"Mas sudah. Saya terima kasih sudah diantar pulang."
"Sekali lagi maaf ya, Mbak." Wanita itu mengangguk.
Keduanya pun pergi . Sang wanita memandangi wanita muda yang kini membonceng dan memeluk pinggang si pria. Pria itu menoleh sebelum menyalakan motornya.
"Dadah om!" Seru Ranti dan Dita dari depan pintu. Lelaki itu melambaikan tangannya.
"Besok ke sini lagi ya, Om?"
"Wah nggak bisa, rumah Om jauh. Makasih ya, Adik-adik. Jaga mama kalian ya."
"Iya, Om."
Ia menjemput sang pasangannya yang tersesat di lautan. Mereka pun terbang ke arah bayangan gunung yang menjulang di kejauhan sana. Diiringi keciap empat ekor anak camar. Sang camar berdiri gagah menatap biru lazuardi, sebelah sayapnya yang patah menepuk dadanya sendiri.
TAMAT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H