Sang Ibu memintanya agar makan supaya nanti perutnya siap jika obat sudah selesai ditebus Bapak. Tapi Lana menggeleng.
Lehernya sakit. Mulutnya terasa pahit sekali. Rasanya tak sanggup menelan apa-apa. Meski Miranti berulang kali membujuk, Lana tetap tak berselera.
Jam di ruang perawatan rumah sakit menunjukkan pukul 11.oo.
"Kok Bapak lama ya?" tanya Miranti. "Kan adik harus berangkat sekolah. Giliran Bapak yang ngantar. Atau Ibu susul ke apotek ya, Nak?" tanya Miranti pada Lana. Lana mengangguk.
"Iya ..., Ibu ... susul ... saja .... Aku ...nggak ... akan ... kenapa-napa ... kok ...," ujar Lana tersenyum menenangkan pikiran sang Ibu.
Bulir bening itu menggantung di matanya. Miranti mencium kening putrinya sejenak sebelum menyusul suaminya ke apotek. Rinto harus mengantarkan Doni sekolah. Doni sekolah siang. Ia yang akan menunggu obat di apotek.
Sesampai di ruang obat itu dilihatnya suaminya tengah duduk termenung. Doni yang melihat ayahnya langsung memeluk dari belakang.
"Lana nggak apa-apa ditinggal?" tanyanya pada sang istri.
"Nggak pa-pa. Kondisinya sudah rada mendingan dari yang tadi," sahut Miranti.
"Ya sudah. Aku antar Doni dulu ya?" pamit Rinto.
"Pak. Nanti habis antar Doni, pakaian Bu Rani diangkat dan setrika ya,Â