Hatiku remuk mendengarnya. Ibuku yang selama ini aku sakiti, selalu berharap kebaikan untukku. Aku ingin lebih lama bersamanya. Lebih lama lagi untuk berbakti padanya.
"Nara, kamu imamnya ya sayang" suara ibuku membuyarkan lamunanku.Aku mengatur emosiku. Berusaha untuk tidak menagis. Aku memenuhi keinginan ibuku, aku menjadi imam untuknya kali ini.
"Assalamualaikum warahmatullah.."
Ibu masih bersujud ketika aku mengucap salam. Lama sekali ia tak juga bangun dari sujudnya. Aku mendekatinya, ketika aku sentuh kepalanya ibu tak bergeming. Tubuhnya dingin. Aroma harum menyeruak dikamar ini. Ini sudah waktunya. Waktunya ibuku beristirahat.
***
Gundukan tanah yang masih merah dan basah itu kini menjadi rumah baru bagi malaikatku. Malaikatku menghembuskan napas terakhirnya dalam sujud panjangnya subuh itu. Hatiku hancur mengingat aku baru sebentar membaktikan diri padanya. Tapi ucapan ibuku membuatku kembali tegar. Allah selalu bersamaku. Ibuku sudah bahagia di surga-Nya. Ibuku sudah menjadi malaikat cantik lengkap dengan sayap-sayapnya.
Ibu, sungguh aku sudah dibutakan oleh benci sehingga tak nampak olehku besarnya cintamu. Aku terlambat merasakan cintamu. Baru sebentar aku mencintaimu. Tapi tangan ini tak bisa menahanmu ketika Ia memanggilmu kembali kepada-Nya. Malaikatku, selamat beristirahat. Ragamu memang tak akan bisa kusentuh lagi, tapi doa-doaku akan menyertaimu sampai ke jannah-Nya.
***THE END***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H