"Ibu, aku tau ibu wanita yang kuat. Bahkan ibu mampu membesarkanku tanpa ayah untuk waktu yang lama. Aku, aku tau aku bukan anak baik tapi aku tetap anak ibu, aku punya hak untuk tau keadaan ibu. Aku..aku tau ibu sakit. Aku tau selama ini ibu sering pergi dan nggak pulang beberapa hari bukan untuk kerja, tapi ibu harus diopname untuk terapi kanker." Tangisku pecah. Begitu pun ibuku.
"Nara mencintai ibu karena Allah, mulai hari ini ibu akan sering denger Nara bilang seperti itu. Nara mau menebus kesalahan Nara ke ibu selama ini. Ibu harus tahu, aku sangat mencintai ibu. Nara nggak mau kehilangan ibu, Nara akan bantu ibu supaya ibu sembuh."
"Nara, ada atau tidak penyakit ini setiap yang bernyawa pasti mati. Nara harus tau itu, ibu tau Nara mencintai ibu, tapi Nara harus lebih cinta sama Allah, karena Allah yang akan terus bersama Nara, bukan ibu."
Ya Allah, aku baru sadar selama ini aku tinggal bersama seorang malaikat.Malaikat yang cantik, kuat, dan solehah.Ibuku.
***
Kaki itu yang selalu membawanya pergi. Kaki yang mengantarnya mencari rezeki untuk menghidupi putrid satu-satunya. Kaki ibuku, ibarat sayap yang menerbangkannya kemana pun. Sekarang tidak lagi. Kaki kiri ibuku berakhir di meja operasi. Setelah dua jam operasi selesai, ibuku masih dalam pengaruh obat bius. Ketika ibuku siumaan, aku mengira dia akan sedih menerima kenyataan dia harus kehilangan sebelah kakinya. Ternyata, malaikatku masih sanggup tersenyum. Cantik sekali, meski wajahnya pucat.
Ya Allah, cukuplah ini sebagai pelebur dosanya, ampuni ibuku, sembuhkan ia, tak ada kesembuhan melainkan darimu, kesembuhan yang tidak kambuh lagi.
Setahun berlalu, kehilangan sebelah sayapnya tak menyebabkan ibuku menjadi lemah. Memang aktivitasnya sebatas dirumah, tapi tetap luar biasa. Ibu membuka les privat untuk anak-anak sekitar rumah, seminggu sekali ibu mengajar ngaji anak-anak tak mampu yang selama ini jadi binaannya. Dengan kursi rodanya ibuku tetap malaikat yang mempesona.
***
Seperti biasa, sepertiga malam terakhir menjelang subuh. Waktunya untuk bermuhasabah dan bermunajat kepada-Nya. Aku baru mau membangunkan ibu, ternyata ia sudah bangun. Aku mengambil wudhu, kembali ke kamarku lalu solat. Seperti sebelumnya aku selalu berharap kebaikan bagi malaikatku. Aku pun berharap Allah memberiku waktu lebih lama lagi untuk mencintainya. Mencintai malaikat tercantik di hidupku.
Adzan subuh dikumandangkan, aku menghampiri ibu di kamarnya untuk solat berjamaah. Saat aku membuka pintu kamarnya aku mendengar beliau sedang berdoa " Ya Allah, terima kasih telah membukakan mata hati anakku dengan hidayahmu. Jika ini adalah akhir hidupku yang engkau rencanakan, sungguh aku akan mati dengan bahagia. Bidadariku, cukuplah cintanya menjadi penenang dalam sisa-sisa umurku. Lindungi dia dimanapun jauhkan dia dari orang yang berniat jahat. Karena hanya engkau ya Allah sebaik-baik pelindung."