Mohon tunggu...
nur isnaini rizki 1894
nur isnaini rizki 1894 Mohon Tunggu... -

gadis yang sedikit bicara banyak berkhayal suka sekali berteriak besama tulisannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sayap Malaikatku

18 Februari 2014   18:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:42 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku mengingat setiap kata yang diucapkan dokter itu "ibu kamu, dia menderita kanker tulang stadium lanjut.Setahun terakhir dia menjalani pengobatan dan terapi radiasi.Kemungkinan sembuh tetap ada walaupun kecil.Semua tergantung Allah.Kamubersiap-siapsajauntukkemungkinanterburuk."

***

Ya Allah, sedurhaka itukah aku. Ibuku berjuang sendiri tanpa pernah mendapat perhatian sedikitpun dari putri satu-satunya. Ya Allah apa ini caramu menghukumku? Kenapa harus ibu? Kenapa bukan aku?. Ya Allah berikan aku kesempatan untuk memperbaiki sikapku pada ibu. Ijinkan aku membalas cintanya selama ini.

Aku mempercepat langkahku untuk sampai dirumah. Begitu aku tiba, aku memarkir motorku sembarangan dan tanpa melepas helm aku berlari masuk mencari ibuku. "Assalamualaikum.. Ibu...ibu..ibu dimana?"

Aku dengar ibu menjawab salamku dari arah dapur, aku berlari menhampirinya lalu menghambur kepelukannya. "Ibu, ibu mau kan maafin Nara? Maafin sikap Nara ke ibu selama ini ya, Nara janji bakalan jadi anak yang baik buat ibu" ucapku sambil terisak. Ibu melepas helmku, mengusap kepalaku, mencium keningku, lalu memelukku lagi. "ibu sudah memaafkan kamu sayang, bahkan tanpa kamu minta."

***

Seperti biasa ibuku membaca Al- Qur'an selepas solat maghrib. Aku duduk dan mendengarkannya dari balik pintu. Aku baru sadar suaranya merdu sekali saat melantunkan ayat Al- Qur'an. Aku teringat selama ini aku sangat jauh dari Allah, entah kapan terakhir aku bersujud dan membaca Al-Qur'an. Airmata ku bergulir mengingat setiap dosa yang aku lakukan selama sembilan belas tahun potongan hidupku.

Aku masih menangis didepan pintu kamar ibuku ketika ibuku keluar untuk menyiapkan makan malam. Ibu bertanya apa yang terjadi. Dengan masih terisak aku minta ibu mengajariku mengaji "Ibu, Nara pengen bisa ngaji kaya ibu, ibu ajarin Nara ya." Ibuku tersenyum lalu mengangguk. Selesai makan malam aku solat isya berjamaah, lalu ibu mengajariku mengaji. Wajah ibuku begitu teduh, bersinar karena air wudhu yang senantiasa membasahinya. Suaranya lembut, selembut sentuhannya. Ibuku, ibuku seperti malaikat.

Malam mulai larut, aku minta ibuku segera istirahat, aku bilang padanya "Ibu harus istirahat yang cukup, Nara nggak mau ibu sakit." Aku menangkap raut kebingungan di wajahnya. "Nara, malam ini tidur sama ibu ya." Aku menghentikan langkahku, lalu aku berbalik menuju tempat tidur ibuku, kami tidur bersama malam ini. Pukul dua dini hari aku terbangun, aku lihat ibu tidur dengan nyenyak. Aku tak mau membangunkannya, pelan-pelan aku turun dari tempat tidur, mengambil wudhu lalu bermunajat diatas sajadah, sungguh hal yang sudah lama kutinggalkan.

Dalam sujud panjangku di sepertiga malam terakhir ini aku memohon kepada Allah agar berkenan mengangkat penyakit ibuku, jika ini hukuman bagiku, limpahkan rasa sakit itu padaku. "Ya Allah, aku tau betapa hinanya diriku, malam ini dengan segala kehinaan itu aku memohon ampun padamu.Ya Allah sempatkanlah hambamu yang durhaka ini membahagiakan ibunya, ibu yang selama ini aku buat sakit hatinya. Izinkan aku mencintainya, sekalipun waktunya tak lama, izinkan aku mencintai malaikatku ya Allah."

Adzan subuh berkumandang, aku membangunkan ibu untuk solat berjamaah. Selesai solat aku mencium tangan ibuku, lama sekali. Lalu aku berkata padanya "Ibu, aku mau berjilbab." Ibu mengusap kepalaku lalu berkata "Ibu senang akhirnya hidayah Allah sudah sampai kepadamu, tapi apa boleh ibu tau alasan kau berubah secepat ini sayang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun