"Ya sudah Mak, dimakan dulu buburnya biar ada asupan tenaga. Semalam mamak ga tidur ya?" tanyaku. Kulihat wajahnya pucat sekali. Sepertinya panas tubuhnya membuat mamak tidak bisa tidur.
Mamak pun membuka tempat berisi bubur dan mulai menyuapnya. Baru beberapa suapan lalu menaruhnya. Aku tahu sekali yang dirasakannya. Biasanya orang sakit tak enak makan. Baginya, orang yang sakit tapi masih doyan makan, pasti cepat sembuhnya. Hari ini diusahakannya makan demi untuk sembuh walaupun hanya 2 atau 3 suap.
"Ko Gus Middun belum datang Mak?" aku mulai mempertanyakan mantri yang mau memeriksa makku. Rumahnya tak jauh dari rumah kami. Harusnya sudah ada sejak tadi.
"Orangnya sedang dinas. Bisa datang sore nanti." Jawab Dino.
"Nih, barusan Gus kasih jawaban". Lanjutnya.
"Kalau begitu kita berobat ke Dokter aja Mak, masak mamak mau sakit terus sampai sore" rayuku.
"Tunggu reaksi obat ini aja dulu, tar sore berobat sama Gus"
"Kalau begitu berobatnya ke Dokter Anton aja mak, ga usah datang tinggal nanti ambil obat ke rumahnya." Mamakku tidak berkomentar. Beliau hanya diam sambil sesekali memegang dahinya berharap turun panas badannya. Aku tahu, beliau menahan rasa sakit dan malas untuk dibawa berobat.
Akhirnya, aku wa dokter Anton. Kebetulan aku masih menyimpan nomornya. Sebenarnya, dokter Anton hanya nama saja. Yang praktik di rumah adalah istrinya. Entah siapa namanya, aku panggil dia dengan sebutan dokter saja, karena beliau juga seorang dokter.
"Selamat Pagi dokter, saya mau berobat in ibu saya. Panasnya tinggi dari semalam" tulisku di nomor WhatsApp dokter Anton, tanpa basa-basi lagi.
"Ya, ada mual ga?" Sahut dokter.