"Lha arepe digowo nangdi bakwane, kene tak incipi gae sarapan."
"Anu Paklik, bakwane pait, kliru tepung." Bakwan sakkresek tak buang ndik tempat sampah.
"Lha terus sarapan karo jangan asem thok, ta?" Suarane Paklik saka njero omah.
Walah pangapunten Paklik.
Versi Bahasa Indonesia
Sebenarnya rumah saya tidak di pelosok, masih di kota tapi di pinggiran. Jika ke sekolah harus naik angkot oper dua kali. Itu saja berangkatnya harus pagi-pagi sekali, karena jika kesiangan tidak akankebaian angkot. Pak sopir lebih suka membawa karyawan daripada pelajar yang ongkosnya hanya separo.
Karena itulah saya menumpang kepada Paklik yang rumahnya ada di tengah kota. Jika berangkat sekolah saya bisa membonceng Bulik yang mengajar di dekat sekolah saya.
Paklik dan Bulik sama-sama menjadi guru. Paklik mengajar di SMK, Bulik di SMP. Keduanya sibuk, libur hanya di tanggal merah saja. Meskipun begitu oekerjaan rumah beres meski tidak ada pembantu. Lha sekarang 'kan jaman praktis, mau mencuci ya ada mesin cuci, masak pun tak repot karena sudah banyak bumbu jadi.
Paklik itu orangnya rajin, ada saja yang dikerjakan jika sedang libur. Seperti hari Ahad kemarin, sejak pagi ia sudah memakai baju seperti tukang. Ia memakai kaos oblong lengan panjang lalu dirangkap dengan kaos lengan pendek, memakai topi lebar, celana training dan sepatu boots.
"Mau kerja  dimana, Kangmas?" tanya Bulik sambil menahan tawa.
"Itu loh tembok sudah banyak yang mengelupas catnaya, maunya saya ratakan, lalu dicat lagi," jawab Paklik.