Dipinjami laptop? Maulah! Saya jadi bersemangat. "Woke, siap Boss!"
Paklik memberi nasi sepiring dan minyak goreng gelasan. "Pake minyak ini saja, ambil wajan yang ada di atas tempat cuci piring. Aku tidak mau bau ikan." Paklik menutup hidungnya dengan tangan.
Saya menyalakan kompor, lalu meletakkan wajan diatasnya. Setelah minyak panas, mulailah saya menggoreng nasi. Saya ambil nasinya satu persatu lalu saya masukkan ke dalam minyak panas. Srengg! Lha kok tampak seperti ikan kecil-kecil berenang di lautan minyak.
Baru dapat satu kali gorengan, terdengar Paklik Dar berteriak. "Jangan pedes-pedes Rin, perutku eror!"
Pedes apanya? Cuma nasi digoreng kok pedes. Nasinya kok yo banyak banget, lengket-lengket lagi. Apa dikepal-kepal saja ya, seperti ibu membuat mendol. Atau dicetak pake sendok seperti ibu ketika membuat dadar jagung?
"Sudah jadi Rin? Lama sekali, perutku lapar, makan hanya sekali pagi tadi." Makjegagik, Paklik tiba-tiba saja ada di dekat saya. Matanya melotot begitu melihatku yang sedang repot memisah-misahkan nasi yang akan  digoreng.
"MasyaAllah, Rin! Makanya lama" teriak Paklik.
"Iyalah, katanya sama dengan menggoreng tempe. Mana nasinya lengket, ini saja baru dapat separo. Paklik teruskan saja, saya ngantuk." Sebel juga, sudah dibantu malah marah-marah.
"Rin, kamu itu tahu gak sih nasi goreng?"
"Lha Paklik 'kan bilangnya menggoreng nasi bukan membuat nasi goreng."
Paklik menggaruk rambutnya yang kalihatan makin banyak keritingnya. Sepertinya marah tapi kok wajahnya lucu seperti sedang menahan tawa.