Lho piye to Paklik iki? Salahku opo?
Versi Bahasa Indonesia
Menggoreng Nasi
Peristiwa ini terjadi saat saya masih kelas lima SD. Saya ingat betul hari itu adalah  hari raya ketupat, artinya seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri. Kami semua, anak, mantu dan cucu yang berjumlah lima belas jiwa itu berkumpul di rumah Simbah. Anaknya Simbah ada lima, Ibuku yang sulung, berikutnya Bulik Lastri lalu Bulik Parti. Ketiganya sudah memberi tujuh cucu, aku cucu yang pertama. Dua adik Ibu yaitu Paklik Mur, baru saja menikah. Yang terakhir adalah Paklik Dar yang belum menikah tetapi sudah mempunyai pacar.
Hari itu Paklik Yadi, suaminya Bulik Lastri, membawa ikan dari Sendangbiru. Ada ikan kecil-kecil, ada juga ikan tuna yang besarnya sepaha orang dewasa. Mumpung keluarga pada kumpul, ikannya diolah untuk dimakan bareng-bareng.
Ikan yang kecil-kecil dibumbu merah ala sarden dengan banyak tomat dan tidak pedas. Ikan tuna dibakar lalu dibuatkan sambal dan lalapan. Uenak! Saya makan sampai nambah tiga kali.
Kami, keluarga besar yang suka makan. Hanya Paklik Dar yang  tidak suka. Sejak pagi ia keluar rumah entah kemana, katanya kepalanya pusing karena bau ikan. Paklik yang rambutnya setengah keriting itu memang tidak suka ikan. Ia hanya mau makan ikan tempe, ikan tahu dan ikan kerupuk. Jangankan makan ikan, baunya saja membuat ia lari terbirit-birit.
Malam harinya sekitar bakda Isya', Paklik Dar pulang. Sepertinya ia lapar, terlihat dari tempatku menonton TV, ia membuka tudung saji di meja makan. Â Walah, kasihan tidak ada lauk yang disukai.
 "Rin, kamu bisa menggoreng nasi?" tanyanya kepada saya.
"Menggoreng nasi? Belum pernah, Paklik. Tapi kalau menggoreng tempe atau tahu, bisa saya."
"Ya, sama saja. Mau nggak? Nanti saya pinjami laptop, banyak game baru yang seru-seru."