Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bapak Pulang

20 Januari 2025   17:40 Diperbarui: 20 Januari 2025   17:40 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamarku dengan kamar Ibu berdekatan, jika tak ada Bapak, Ibu tak pernah menutup pintu kamarnya. Aku yang sering terbangun di malam hari, sering mendengar Ibu menarik ingusnya. Seperti ada isak tertahan, mungkin takut ada yang mendengar. Namun aku tahu Ibu sedang menangis, terlihat bahunya sesekali terguncang. Pernah aku menghampiri dan bertanya kepadanya. Ibu menjawab sedang sakit perut atau baru saja mengalami mimpi buruk.

"Tidurlah, Reyhan, ibu tidak apa-apa," begitu selalu jawaban Ibu.

Padahal aku ingin menemaninya. Ingin sekali kuusap punggungnya dan berkata," Tenanglah, Ibu, berhentilah menangis, apa pun yang terjadi semua akan baik-baik saja."

Keadaan baru menjadi baik ketika Bapak pulang. Sehari sebelum Bapak pulang, Ibu mempersiapkan segalanya. Ia membersihkan kamar, mengganti sprei, korden juga karpet. Kamar menjadi bersih dan wangi. Ibu juga menaruh bunga mawar merah di meja sudut.

"Ciee ... ciee ... kayak pengantin baru saja," goda Budhe Marmi yang ikut membantu di rumah kami.

Ibu hanya tersenyum. Ia tampak makin cantik setelah melakukan perawatan di salon kecantikan. Matanya yang sendu menjadi berbinar. Rambutnya yang sebagian memutih, diwarnai dengan hena lalu dipotong sedikit sehingga nampak lebih muda beberapa tahun.

Biasanya Ibu akan memasak sendiri, makanan kesukaan Bapak. Sayur nangka muda yang dipenuhi dengan ceker dan kepala ayam, ikan asin gendok yang dimasak dengan cabe dan tomat hijau, tahu yang digoreng setengah matang lalu dipenyet diatas sambal bawang yang disiram dengan minyak jlantah.

Begitulah ibuku, Bapak adalah sepenuh semestanya. Ia tak peduli meskipun lelaki separo baya itu telah membagi cinta yang membuatnya terluka.

"Ibu, apakah Ibu menikah dengan Bapak, karena cinta?" tanya Mas Reynold suatu ketika. Kakak sulungku itu tak pernah berhasil membenci Bapak. Itu karena Ibu yang tak pernah lelah menasehatinya dan mengatakan yang baik-baik tentang Bapak.

"Mengapa bertanya begitu?" Ibu balik bertanya.

"Perempuan lain ada yang minta cerai ketika diduakan. Ibu tidak melakukannya, padahal bisa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun