Sampai di rumah aku langsung masuk kamar. Malam sudah larut namun mata ini tak bisa merem, mungkin masih penasaran dengan kejadian barusan. Kuputuskan untuk keluar menuju ruang tengah untuk menonton televisi. Orang serumah sudah masuk kamar masing-masing. Aku bisa nonton bola atau apalah sesuka hati. Namun agaknya TV rusak berkali-kali ganti channel sendiri. Aku pencet nomor satu ganti jadi nomor sebelas. Mungkin remotenya yang soak ini. Sudahlah tidur saja.
** enha **
"Soleh! Soleh! Bangun!"
Suara gedoran di pintu memaksaku untuk bangun. Seandainya bukan suara Umik, aku bisa saja abai.
"Sudah berkali-kali Umik bilang jangan tidur selepas subuh. Bikin tubuh sakit, Â gak sehat, lagian ngapain kamu pulang larut malam. Dicari temanmu tuh!"
Iya Umik. Apapun yang Umik bilang jangan membantah, makin panjang nantinya. Siapa pula yang mencariku pagi-pagi begini?
Di ruang tamu ternyata sudah ada beberapa orang. Iral, Bagas. Wasto dan bapaknya. Abah tengah berbincang dengan mereka. Ada apa?
"Helos, yang membawanya terakhir, Pak," Wasto menunjuk kepadaku.
Aku tak mengerti.
"Kamu bermain jelangkung semalam?" tanya Abah.
Aku mengangguk. Duh, ketahuan lagi bohongnya.