Mohon tunggu...
Nurhidayati Luthfiralda
Nurhidayati Luthfiralda Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Mahasiswa

Pribadi yang tertarik dan terjun di dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dampak Sistem Zonasi Terhadap Pembelajaran Berdiferensiasi

29 Desember 2024   22:27 Diperbarui: 29 Desember 2024   22:36 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi Covid-19 merubah sistem pendidikan yang awalnya berfokus pada luring (luar jaringan), menjadi daring (dalam jaringan). Hal ini juga tak langsung menjadikan adanya reformasi pada kurikulum. 

Terdapat 31,5% sekolah menggunakan Kurikulum Darurat semasa pandemi Covid-19, dan sisanya tetap menggunakan kurikum 2013. 

Di mana penyederhanaan materi di kurikulum darurat terbukti efektif. Sejalan dengan kurikulum merdeka yang mengurangi 30-40% materi wajib, hal ini bertujuan agar guru mempunyai waktu yang lebih untuk menjadikan pembelajaran lebih bermakna, interaktif, dan berbasis projek (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2023). 

Kebijakan yang menyertai kurikulum merdeka adalah kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), dan sistem ini menuai banyak pro dan kontra. 

Artikel ini akan membahas dampak sistem zonasi terhadap proses pembelajaran, dan khususnya pembelajaran berdiferensiasi.

Banyak dari guru yang mengeluhkan bahwa kurikulum merdeka mengambil banyak jam mata pelajajaran, lalu diganti menjadi jam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), dan banyak guru yang mengeluhkan tentang banyaknya administrasi yang harus dibuat oleh guru, seperti modul ajar. 

Perlu diadakan pelatihan yang menyeluruh mengenai esensi dan praktik bagaimana seharusnya kurikulum merdeka diterapkan. 

Kurikulum merdeka secara tak langsung memberikan kebebasan kepada para guru untuk menentukan pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas, yang hal ini bermakna bahwa guru tidak harus menyelesaikan seluruh materi ajar, cukup materi ajar/bab yang dirasa esensial dan akan dibutuhkan oleh peserta didik. 

Adapun mengenai pelaksanaan P5 yang mengambil jam mata pelajaran lain, penulis rasa hal ini merupakan salah satu usaha pemerintah untuk menjadikan pembelajaran lebih bermakna, dengan pemberian keterampilan kepada peserta didik, tidak hanya pengetahuan yang didapat di kelas, dan sebagai implementasi dalam menumbuhkan nilai-nilai kearifan lokal (Rizal & Nur, 2024). 

Di samping pentingnya kegiatan P5, perlu adanya pelatihan yang menyeluruh mengenai manajemen waktu P5 agar waktu pembelajaran yang sudah dialokasikan untuk P5 tidak terbuang sia-sia.

Dilansir dari Kompas.com bahwa beberapa waktu lalu Wapres Gibran meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof. Abdul Mu’ti untuk menghapus PPDB jalur zonasi, akan tetapi hal tersebut tidak serta merta langsung dilakukan oleh Prof. Abdul Mu’ti (Mendikdasmen) dan memilih untuk melakukan kajian secara mendalam, dan hasil keputusannya akan didiumumkan pada Februari 2025 (Mashabi & Kasih, 2024). 

Sistem zonasi merupakan salah satu praktek baru dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), dan hal ini cukup berdampak ke banyak hal. Penulis akan menyampaikan dampak positif dan negatif yang penulis lihat dari dari adanya sistem zonasi ini. 

Dampak positifnya yakni: 

  • Pemerataan akses layanan pendidikan bagi peserta didik, 
  • Mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga menghilangkan eksklusivitas dan subordinat pada sekolah, khususnya sekolah negeri, 
  • Membantu analisis perhitungan kebutuhan serta distribusi pengajar, 
  • Mendorong kreativitas pendidik pada pembelajaran menggunakan siswa yang kemampuan kognitifnya heterogen, 
  • Membantu pemerintah daerah dalam menyampaikan bantuan/afirmasi agar lebih tepat sasaran (Madiana et al., 2022),
  • Mempermudah guru dan peserta didik untuk menuju ke sekolah, tidak harus melalui perjalanan yang jauh, 
  • Mengurangi resiko macet/ramai di jalan akibat jumlah peserta didik yang berangkat dan pulang dari sekolah setiap harinya (kecuali hari weekend), 
  • Mengurangi resiko guru dan peserta didik kecelakaan di perjalanan menuju atau pulang dari sekolah, 
  • Memberikan waktu yang lebih bagi peserta didik untuk berada di rumah, dikarenakan mudahnya akses pulang-pergi sekolah.

Adapun mengenai dampak negatifnya adalah: 

  • Hilangnya predikat sekolah favorit, 
  • Peserta didik tidak dapat sekolah di luar zona di mana mereka tinggal, 
  • Pihak sekolah lebih banyak menerima peserta didik yang tinggal di zona sekolah, 
  • Diskriminasi hak peserta didik bersekolah di sekolah negeri dan hak siswa berprestasi (Madiana et al., 2022).

Hal ini dikarenakan kuota penerimaan sekolah lebih banyak di sistem zonasi dibandingkan sistem prestasi, yang mana hal ini bermakna sekolah akan lebih banyak menerima peserta didik yang tinggal di sekitar sekolah dibandingkan menerima peserta didik yang memiliki prestasi.

Selain sistem zonasi yang hadirnya bersamaan dengan kurikulum merdeka, terdapat pembelajaran berdiferensiasi yang juga marak diaplikasikan. 

Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang memberi keleluasaan dan mampu mengakomodir kebutuhan peserta didik untuk meningkatkan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar siswa yang berbeda-beda (Indri Yastuti & Susi Suciatiningsih, 2024). 

Dengan diterapkannya sistem zonasi pada PPDB menjadikan peserta didik di sekolah memiliki peserta didik yang memiliki etnis relatif sama, yakni sesuai dengan di mana sekolah tersebut berada, contohnya seperti sekolah tempat penulis PPL, penulis melaksanakan praktik pengalaman lapangan di sekolah yang terletak di Jakarta, dan setelah penulis melakukan survei di kelas X, kebanyakan dari peserta didiknya berasal dari Jakarta, dan mereka memiliki etnis/suku Betawi. 

Culturally Responsive Teaching (CRT)
Culturally Responsive Teaching (CRT)
Hal ini secara tidak langsung mempermudah guru dalam melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan latar belakang peserta didik dan juga mempermudah guru untuk menerapkan pembelajaran yang menggunakan budaya Culturally Responsive Teaching (CRT).

Pembelajaran berbasis budaya akan menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan membantu peserta didik menerima dan memperkokoh identitas budayanya. Menurut Ladson-Billing (1995) terdapat tiga proposisi pendidikan tanggap budaya, yakni: 

  • Peserta didik mencapai kesuksesan akademis, 
  • Peserta didik mampu mengembangkan dan memiliki kompetensi budaya (cultural competence), 
  • Peserta didik membangun kesadaran kritis (critical consciousness) sehingga mereka mampu berpatisipasi dalam merombak tatanan sosial yang tidak adil (Febriani & Siti Shaliha, 2023).

CRT dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan minat peserta didik dalam pembelajaran matematika (Setyowati et al., 2024) dan terbukti dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik (Septiani et al., 2024).  

Meskipun secara aspek budaya relatif sama, namun tak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya peserta didik memiliki karakteristiknya masing-masing dan sifatnya sangat beragam, menurut Tomlinson terdapat tiga cara untuk memetakan kebutuhan belajar siswa yang beragam, yakni:

  • Kesiapan belajar (readiness), 
  • Minat siswa, dan 
  • Profil belajar siswa  

Salah satu cara untuk mengetahui tiga aspek kebutuhan belajar peserta didik adalah dengan melakukan asesmen diagnostik aspek kognitif dan non-kognitif. Selain aspek kebutuhan belajar peserta didik yang beragam, terdapat empat cara/aspek dalam mengimplementasikan peembelajaran berdiferensiasi, yakni: konten, proses, produk, dan lingkungan belajar (Indri Yastuti & Susi Suciatiningsih, 2024).

  • Aspek konten dapat dilakukan dengan: keragaman sumber informasi, jumlah konten/materi pembelajaran disesuaikan untuk masing-masing siswa.
  • Aspek proses dapat dilakukan dengan: keragaman instruksi/penugasan disesuaikan dengan profil belajar peserta didik.
  • Aspek produk dapat dilakukan dengan: memberikan keragaman atau pilihan tugas produk akhir, penilaian tergantung dari masing-masing individu.
  • Aspek lingkungan belajar dapat dilakukan dengan: Tata letak meja/kursi menyesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran, pencahayaan yang memadai, suhu ruang kelas yang kondusif, Outdorr/indoor.

Pembelajaran berdiferensiasi terbukti dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik, hal ini dikarenakan pembelajaran dilakukan dengan menyesuaikan karakteristik peserta didik. Adapun beberapa manfaat pembelajaran berdiferensiasi, yakni: 

  • Memenuhi kebutuhan individual peserta didik
  • Meningkatkan pencapaian siswa, meningkatkan motivasi dan minat belajar peserta didik, 
  • Mengembangkan keterampilan sosial dan kolaboratif, 
  • Meningkatkan rasa percaya diri (self-esteem) peserta didik, 
  • Meningkatkan keterlibatan peserta didik (Teguh Purnawanto, 2023), 
  • Penghargaan terhadap keberagaman, dan 
  • Mempersiapkan peserta didik untuk menjalani kehidupan nyata, yang di mana nantinya peserta didik akan menemukan karakter individu yang beragam.

Hal ini sejalan dengan penelitian Rezeki, dkk yang menunjukkan bahwa pembelajaran berdiferensiasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik (Pane et al., 2022).

Kesimpulan

Maka dengan penjabaran di atas, penulis sepakat dan sejalan dengan adanya sistem zonasi, dan akan lebih baik jika proporsi atau persentase penerimaannya tidak terlalu besar, supaya terciptanya persaingan yang hebat dan meningkatkan motivasi peserta didik untuk dapat bersaing secara intelektual bukan berdasarkan jarak rumah ke sekolah. 

Selain itu, penulis juga sejalan dengan adanya konsep kurikulum merdeka dan pembelajaran berdiferensiasi dan akan lebih baik lagi jika dilakukan penyuluhan serta pelatihan yang berkesinambungan bagi para guru terkait bagaimana mengimplementasikan kurikulum merdeka dan pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai dan tepat.

Daftar Rujukan

Febriani, A., & Siti Shaliha, Sp. (2023). Buku Ajar Pemahaman Tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya (Wulan Wiyat Wuri, Ed.; 2nd ed.).

Indri Yastuti, T., & Susi Suciatiningsih. (2024). Buku Ajar Pembelajaran Berdiferensiasi: Vol. II.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2023, December 5). Perilisan Hasil PISA 2022 [Video recording].

Madiana, I., Alqadri, B., Sumardi, L., & Mustari, M. (2022). Penerapan Kebijakan Sistem Zonasi serta Dampaknya terhadap Kesetaraan Hak Memperoleh Pendidikan. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 7(2), 735–740. https://doi.org/https://doi.org/10.29303/jipp.v7i2c.633

Mashabi, S., & Kasih, A. P. (2024, November 27). Kapan Keputusan Lanjut atau Tidaknya PPDB Zonasi? Kompas.Com. https://www.kompas.com/edu/read/2024/11/27/110754771/kapan-keputusan-lanjut-atau-tidaknya-ppdb-zonasi

Pane, R. N., Lumbantoruan, S., & Simanjuntak, S. D. (2022). Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik. BULLET: Jurnal Multidisiplin Ilmu, 1(3).

Rizal, Y. K., & Nur, L. (2024). Implementasi Program P5 dalam Menumbuhkan Nilai-Nilai Kearifan Lokal. Agustus, 24(2), 227–237. https://doi.org/10.17509/jpp.v24i2.73375

Septiani, D. A., Andayani, Y., & Astuti, B. R. P. (2024). Penerapan Model Problem Based Learning Terintegrasi Culturally Responsive Teaching untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia. DIDAKTIKA: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, 2(1), 29–36.

Setyowati, L. W., Asari, S., & Khikmiah, F. (2024). Analisis Minat Belajar Peserta Didik Menggunakan Pendekatan Culturally Responsive Teaching (CRT). INNOVATIVE: Journal of Social Science Research, 4(6), 5793–5801.

Teguh Purnawanto, A. (2023). Pembelajaran Berdiferensiasi. Jurnal Imliah Pedagogy, 2(1).

Tomlinson, C. A. . (2001). How to Differentiate Instruction in Mixed-Ability Classrooms (2nd ed.). Association for Supervision and Curriculum Development.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun