Mohon tunggu...
Nurhidayati Luthfiralda
Nurhidayati Luthfiralda Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Mahasiswa

Pribadi yang tertarik dan terjun di dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dampak Sistem Zonasi Terhadap Pembelajaran Berdiferensiasi

29 Desember 2024   22:27 Diperbarui: 29 Desember 2024   22:36 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dilansir dari Kompas.com bahwa beberapa waktu lalu Wapres Gibran meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof. Abdul Mu’ti untuk menghapus PPDB jalur zonasi, akan tetapi hal tersebut tidak serta merta langsung dilakukan oleh Prof. Abdul Mu’ti (Mendikdasmen) dan memilih untuk melakukan kajian secara mendalam, dan hasil keputusannya akan didiumumkan pada Februari 2025 (Mashabi & Kasih, 2024). 

Sistem zonasi merupakan salah satu praktek baru dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), dan hal ini cukup berdampak ke banyak hal. Penulis akan menyampaikan dampak positif dan negatif yang penulis lihat dari dari adanya sistem zonasi ini. 

Dampak positifnya yakni: 

  • Pemerataan akses layanan pendidikan bagi peserta didik, 
  • Mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga menghilangkan eksklusivitas dan subordinat pada sekolah, khususnya sekolah negeri, 
  • Membantu analisis perhitungan kebutuhan serta distribusi pengajar, 
  • Mendorong kreativitas pendidik pada pembelajaran menggunakan siswa yang kemampuan kognitifnya heterogen, 
  • Membantu pemerintah daerah dalam menyampaikan bantuan/afirmasi agar lebih tepat sasaran (Madiana et al., 2022),
  • Mempermudah guru dan peserta didik untuk menuju ke sekolah, tidak harus melalui perjalanan yang jauh, 
  • Mengurangi resiko macet/ramai di jalan akibat jumlah peserta didik yang berangkat dan pulang dari sekolah setiap harinya (kecuali hari weekend), 
  • Mengurangi resiko guru dan peserta didik kecelakaan di perjalanan menuju atau pulang dari sekolah, 
  • Memberikan waktu yang lebih bagi peserta didik untuk berada di rumah, dikarenakan mudahnya akses pulang-pergi sekolah.

Adapun mengenai dampak negatifnya adalah: 

  • Hilangnya predikat sekolah favorit, 
  • Peserta didik tidak dapat sekolah di luar zona di mana mereka tinggal, 
  • Pihak sekolah lebih banyak menerima peserta didik yang tinggal di zona sekolah, 
  • Diskriminasi hak peserta didik bersekolah di sekolah negeri dan hak siswa berprestasi (Madiana et al., 2022).

Hal ini dikarenakan kuota penerimaan sekolah lebih banyak di sistem zonasi dibandingkan sistem prestasi, yang mana hal ini bermakna sekolah akan lebih banyak menerima peserta didik yang tinggal di sekitar sekolah dibandingkan menerima peserta didik yang memiliki prestasi.

Selain sistem zonasi yang hadirnya bersamaan dengan kurikulum merdeka, terdapat pembelajaran berdiferensiasi yang juga marak diaplikasikan. 

Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang memberi keleluasaan dan mampu mengakomodir kebutuhan peserta didik untuk meningkatkan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar siswa yang berbeda-beda (Indri Yastuti & Susi Suciatiningsih, 2024). 

Dengan diterapkannya sistem zonasi pada PPDB menjadikan peserta didik di sekolah memiliki peserta didik yang memiliki etnis relatif sama, yakni sesuai dengan di mana sekolah tersebut berada, contohnya seperti sekolah tempat penulis PPL, penulis melaksanakan praktik pengalaman lapangan di sekolah yang terletak di Jakarta, dan setelah penulis melakukan survei di kelas X, kebanyakan dari peserta didiknya berasal dari Jakarta, dan mereka memiliki etnis/suku Betawi. 

Culturally Responsive Teaching (CRT)
Culturally Responsive Teaching (CRT)
Hal ini secara tidak langsung mempermudah guru dalam melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan latar belakang peserta didik dan juga mempermudah guru untuk menerapkan pembelajaran yang menggunakan budaya Culturally Responsive Teaching (CRT).

Pembelajaran berbasis budaya akan menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan membantu peserta didik menerima dan memperkokoh identitas budayanya. Menurut Ladson-Billing (1995) terdapat tiga proposisi pendidikan tanggap budaya, yakni: 

  • Peserta didik mencapai kesuksesan akademis, 
  • Peserta didik mampu mengembangkan dan memiliki kompetensi budaya (cultural competence), 
  • Peserta didik membangun kesadaran kritis (critical consciousness) sehingga mereka mampu berpatisipasi dalam merombak tatanan sosial yang tidak adil (Febriani & Siti Shaliha, 2023).

CRT dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan minat peserta didik dalam pembelajaran matematika (Setyowati et al., 2024) dan terbukti dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik (Septiani et al., 2024).  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun