Mohon tunggu...
Nurdayani
Nurdayani Mohon Tunggu... Guru - guru SDS IT Tunas Cendikia

saya guru sekolah dasar yang ceria, tegas dan suka jalan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mensinergikan Pendidikan Sekolah dan Rumah melalui Pilar Pendidikan Karakter

4 Desember 2023   19:46 Diperbarui: 4 Desember 2023   20:07 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

MENSINERGIKAN PENDIDIKAN SEKOLAH DAN RUMAH MELALUI PILAR PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK PEMBENTUKAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK

(Nurdayani, S.pd)

Abstrak: Kondisi krisis moral dan spiritual peserta didik akhir-akhir ini menunjukkan kompetensi moral dan kompetensi spiritual yang diproses melalui bangku sekolah dan penerapan di rumah belum menghasilkan kecerdasan tersebut. Kondisi demikian diduga berawal dari proses pembelajaran yang cenderung mengajarkan pendidikan moral dan spiritual sebatas tekstual juga kurangnya peran orangtua di rumah dalam penerapan kompetensi tersebut. Fenomena dan fakta tersebut, disimpulkan pentingnya peran pendidikan karakter secara intensif sebagai esensi pembentukan kecerdasan moral dan spiritual tersebut di sekolah lalu peran orang tua di rumah dalam menerapkannya. karena itu, kecerdasan moral serta kecerdasan spiritual harus secara sadar dipelajari dan ditumbuhkan melalui pendidikan karakter secara aplikatif melalui pengkondisian moral yang kemudian berlanjut dengan latihan moral atau pembiasaan. 

Kata Kunci: pendidikan karakter, kecerdasan moral, karakter spiritual peserta didik.

 PENDAHULUAN

Latar belakang

Undang-Undang SISDIKNAS No 20 Tahun 2003 Pasal 3, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab", maka kita dapat memahami bahwa tujuan utama pendidikan adalah membentuk insan yang beriman dan berakhlak mulia.

Apabila kita mengkaji intisari undang-undang SISDIKNAS di atas, maka tujuan pendidikan tidak hanya mencerdaskan anak bangsa dalam pengetahuan, keterampilan ataupun moral, akan tetapi lebih dari itu ialah mendidik anak bangsa menjadi manusia yang utuh, yakni manusia yang mempunyai kemampuan intelektual, kecakapan, budi pekerti dan moral spiritual yang dalam bahasa keterkinian di istilahkan dengan Spirtual Quition (SQ). Apabila penyusunan kurikulum sudah sesuai dengan semua itu, maka Negara ini akan bermartabat di mata dunia dan juga menghasilkan masyarakat yang religius.

Kurikulum merupakan salah satu pokok pendidikan dimana ia menjadi salah satu komponen yang harus ada diantara lima komponen atau unsur-unsur pendidikan. Lima unsur itu adalah peserta didik, tenaga pendidik, sarana prasarana, kurikulum atau materi pembelajaran dan tujuan pendidikan.

Kurikulum tersebut salah satunya dapat ditemukan di sekolah atau dalam pendidikan formal yang dikenal dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter ini.

Untuk itu penulis menggangkat tentang pendidikan karakter agar dapat mensinergikan moral dan spiritual peserta didik di sekolah dan dibantu pengontrolan dirumah dengan penerapannya bersama kedua orangtua ataupun keluarga lainya. Konteks pendidikan karakter yang akan dibahas dalam artikel ini meliputi enam pilar pendidikan karakter yang akan menumbuhkan nilai-nilai pembentuk karakter bermoral dan berspiritual yang akan mengantarkannya menjadi peserta didik yang memiliki kepribadian yang baik dalam kehidupannya, meningkatkan prestasi akademik dan non akademik, mengajarkan nilai-nilai budaya, dan menghilangkan nilai-nilai seperti ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah pada diri peserta didik tersebut.

Untuk itu perlu adanya kerja sama antara guru di sekolah yang memberikan pendidikan karakter dan juga orangtua di rumah sebagai pengontrol dari penerapanya. Karena sekarang ini banyak sekali orangtua yang hanya menyerahkan anaknya di sekolah untuk dididik kemudian menuntut agar anaknya menjadi bermoral dan tidak membuat malu keluarga ketika berada diluar rumah bersama keluarga, juga menuntut agar anaknya menjadi berspritual yang senantiasa menjalankan ibadah kepada Allah Swt dan mampu tampil di muka umum membanggakan keluarga. Namun di sisi lain kurang bahkan tidak ada pengontrolan dirumah terhadap kecerdasan moral dan karakter spiritual peserta didik tersebut di rumah. Hal inilah salah satu yang akan menghambat peserta didik untuk dapat menjalankan pilar pendidikan karakter dan nilai-nilanya sesuai harapan guru dan orangtua.

PEMBAHASAN

Pengertian pendidikan karakter berkaitan dengan pengertian pendidikan dan karakter. Pendidikan adalah Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik (Puskur, 2010: 4). Pengertian karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. 

Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain (Puskur, 2010: 5). Bila dua pengertian tadi digabung, akan menjadi pendidikan yang mengkarakterkan peserta didik. Dengan demikian, pengertian pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif (Puskur, 2010 : 4).

Adapun fungsi pendidikan karakter adalah untuk pengembangan, perbaikan dan penyaringan, yaitu pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik, memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat. (Puskur, 2010: 7)

Sedangkan tujuan pendidikan karakter adalah:

Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;

Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;

Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;

Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan

Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa Kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity). (Puskur, 2010 : 7)

Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran yang sangat penting karena perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pendidikan karakter sangat ditentunkan oleh faktor lingkungan yaitu lingkungan fisik dan budaya sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode mengajar. Pembentukan karakter melalui rekayasa faktor lingkungan dapat dilakukan melalui strategi keteladanan, intervensi, pembiasaan yang dilakukan secara Konsisten, dan penguatan.

Dengan kata lain perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan nilai-nilai luhur. Selain itu pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran yang sesuai adalah metode keteladanan, metode pembiasaan, dan metode pujian dan hukuman.

Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis yang disebut dengan enam pilar pendidikan berkarakter, yaitu sebagai berikut :

1. Kepercayaan yaitu jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, melakukan apa yang dikatakan dan dilakukan, minta keberanian untuk melakukan hal yang benar.

2. Respek yaitu bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan bahasa yang buruk, pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul atau menyakiti orang lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.

3. Tanggungjawab yaitu selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah sebelum bertindak, mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan.

4. Keadilan yaitu bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka; mendengarkan orang lain, jangan mengambil keuntungan dari orang lain, jangan menyalahkan orang lain sembarangan.

5. Peduli yaitu bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan rasa peduli, ungkapkan rasa syukur, maafkan orang lain, membantu orang yang membutuhkan.

6. Kewarganegaraan yaitu menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama, melibatkan diri dalam urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum dan aturan, menghormati otoritas, melindungi lingkungan hidup.

Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun.

Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: Jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasai ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab, religius.

Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.

Penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar dilakukan pada ranah pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat. Adapun penjelasan masing-masing ranah tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kegiatan pembelajaran

Penerapan pendidikan karakter pada pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan strategi yang tepat. Strategi yang tepat adalah strategi yang menggunakan pendekatan kontekstual. Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa strategi tersebut dapat mengajak peserta didik menghubungkan atau mengaitkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata. Dengan dapat mengajak menghubungkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata, berati peserta didik diharapkan dapat mencari hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan itu, peserta didik lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga) (Puskur, 2011 : 8).

Adapun beberapa strategi pembelajaran kontekstual antara lain (a) pembelajaran berbasis masalah, (b) pembelajaran kooperatif, (c) pembelajaran berbasis proyek, (d) pembelajaran pelayanan, dan (e) pembelajaran berbasis kerja. Puskur (2011 : 9) menjelaskan bahwa kelima strategi tersebut dapat memberikan pengembangan karakter peserta didik, seperti: karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu.

Seperti halnya sebagai contoh ketika menjelaskan materi dikaitkan dengan pembentukan karakter dan pengontrolan seterusnya agar nilai karakter yang tertanam tidak mudah hilang, bisa juga dengan diberlakukannya poin-poin kebaikan dalam buku amal yaumi di sekolah dan pengontrolan di rumah oleg orang tua.

2. Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar

Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, yaitu kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan, pengkondisian. Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.

a. Kegiatan rutin

kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin dilakukan setiap saat. Kegiatan rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat (Puskur, 2011: 8). Beberapa contoh kegiatan rutin antara lain kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, muraja'ah surat, mengaji, infak dan sedekah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam dan bersalaman apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman. bisa juga dengan diberlakukannya poin-poin kebaikan (sholat, ngaji, infak) dalam buku amal yaumi di sekolah dan pengontrolan di rumah oleg orang tua.

b. Kegiatan spontan

Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental. Kegiatan ini dilakukan secara spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu. Contoh kegiatan ini adalah mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.

c. Keteladanan

Keteladanan merupakan sikap "menjadi contoh". Sikap menjadi contoh merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain (Puskur, 2011: 8). Contoh kegiatan pemilihan guru berprestasi atas kinerja guru yang dipilih kepala sekolah dan peserta didik teladan bagi peserta didik yang terpilih sesuai kesepakatan kelas untuk dijadikan teladan/contoh bagi teman-temannya yang lain.

d. Pengkondisian

Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan fisik maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan karakter. Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan toilet yang bersih dan pemisahan toilet wanita dan laki-laki, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas (Puskur, 2011: 8). Sedangkan pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik antar guru supaya tidak menjurus kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan konflik tersebut. Misalnya adanya guru berprestasi terhadap kinerjanya yang dinilai kepala sekolah secara berkelanjut.

3. Kegiatan ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan pembelajaran. Meskipun di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat juga mengintegrasikannya dalam pembelajaran. Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya sudah mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Namun demikian tetap diperlukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik atau merevitalisasi kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler tersebut agar dapat melaksanakan pendidikan karakter kepada peserta didik. Misalnya kegiatan ekstrakurikuler kemandirian untuk kelas bawah, seperti belajar memakai sepatu sendiri, memotong kuku, belajar adab sesama teman dan guru.

4. Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat

Kegiatan ini merupakan kegiatan penunjang pendidikan karakter yang ada di sekolah. rumah (keluarga) dan masyarakat merupakan partner penting suksesnya pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. pelaksanaan pendidikan karakter sebaik apapun, kalau tidak didukung oleh lingkungan keluarga dan masyarakat akan sia-sia. Dalam kegiatan ini, sekolah dapat mengupayakan terciptanya keselarasan antara karakter yang dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di rumah dan masyarakat (Puskur, 2011: 8).

Keluarga dan masyarakat berperan sebagai partner guru untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara optimal. Gagasan dan ide yang dapat dilakukan keluarga dan masyarakat untuk menunjang pendidikan anak.

Pertama Tradisi Lisan.

Tradisi lisan adalah pola pendidikan klasik yang diberikan orangtua sejak anak masa pertumbuhan pra sekolah. Dimana orangtua menanamkan nilai-nilai kehidupan melalui cerita-cerita inspiratif dalam diri anak. Melalui tradisi lisan hubungan emosional antara anak dan orangtua lebih dekat dan akrab, juga akan memberikan pengaruh terhadap perbaikan karakter generasi muda yaitu tumbuh dengan karakter baik dan hati yang lembut dan bahasa yang santun. Karena fenemona sekarang ini, betapa nilai-nilai hidup itu tidak lagi meresap dalam diri anak-anak. Mental lemah dan kurangnya tatakrama sopan santun dan sikap saling menghargai dalam pergaulannya di masyarakat. Oleh karenanya, orangtua harus kembali membudayakan berlisan atau bercerita, dan juga memberikan contoh berbahasa dan berbicara dengan anak untuk menanamkan pendidikan karakter dalam kehidupan anak.

Kedua Ketauladan

Setelah anak dibekali dengan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan, peran orangtua dan masyarakat adalah memberikan ketauladan pada anak. Tauladan itu sangat penting bagi anak dalam rangka menemukan kebenaran dan mencocokan antara teori dengan praktik. Anak-anak lebih cenderung melihat mengamati kemudian menyimpulkan lalu meniru apa yang diperbuat oleh orang-orang disekitarnya. Justru itu tauladan sangat diperlukan dalam pembinaaan anak. Misalnya jika orangtua menginginkan anaknya untuk berkarakter religius, sholat dan mengaji maka orangtua memberikan keteladan dengan melakukannya terlebih dahulu.

Ketiga Rasa Tanggung Jawab

Menanamkan rasa tanggung jawab dalam diri anak sangat perlu untuk dilatih. Bentuk mental yang positif dalam dirinya, kemandirian, berdikari, dan dapat menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupannya. Saat kini banyak anak yang terlalu dimanjakan orangtua sehingga anak tumbuh cengeng, mental melow dan suka mengeluh, sehingga hilanglah tanggung jawab atas dirinya sendiri. Sayang pada anak bukan berarti memberika pelayanan sepenuhnya kepada anak, jsutru harus melatih anak untuk bertanggung jawab atas apa yang sedang terjadi pada dirinya. Misalnya peserta didik diajarkan bertangggung jawab mempersiapkan alat sekolah sendiri, mulai dari menyusun buku pelajaran, sampai keseragam dan alat-alat sekolah lainnya.

PENUTUP

Pendidikan karakter sangat penting diterapkan demi mengembalikan karakter bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur. Dengan dilaksanakannya pendidikan karakter di sekolah dan dengan adanya pengontrolan orangtua dirumah baik melalui komunikasi langsung terhadap gurunya maupun melalui pengecekan amal yaumi akan kemajuan kecerdasan dan karakter anaknya tersebut maka diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.

Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat dilaksanakan pada ranah pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat. Gagasan dan ide yang dapat dilakukan keluarga dan masyarakat untuk menunjang pendidikan anak adalah tradisi lisan, keteladanan, dan tanggung jawab. Ketika kedua pendidikan karakter di rumah dan di sekolah dilaksanakan secara sinergis dan saling kontrol maka kecerdasan moral dan karakter spiritual dapat berkembang menjadi karakter yang melekat pada diri peserta didik.

 

DAFTAR PUSTAKA

https://pndkarakter.wordpress.com/category/tujuan-dan-fungsi-pendidikan-karakter/

http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/

https://nurwijayantoz.wordpress.com/pendidikan-4/upaya-mendisiplinkan-peserta didik-melalui-pendidikan-karakter/

Tim penyusun. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk daya Saing Dan karakter Bangsa : Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter bangsa. Jakarta : Pusat kurikulum Badan Penelitian Dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional.

Tim Penyusun. 2011. Pedoman Pelaksanaan pendidikan Karakter :berdasarkan pengalaman di satuan pendidikan rintisan. Jakarta : Puskurbuk Badan Penelitian Dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional.

Tim Penyusun. 2010. Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Nasional 2010--2014 (Online), http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wp-content/uploads/NASKAH-RAN-KEMENDIKNAS-REV-2.pdf, diakses 1 mei 2011

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun