Aku menggeleng. Dia tampak penasaran dan kembali berkerut kening. Kerut kening yang teduh, tidak seperti tadi, wajah yang penuh sinis.
“Saya memang ganteng”
He?!! Hampir copot jantungku mendengar jawabannya. Pede banget dia. Dan gantengnya tiba-tiba menyusut delapan puluh persen.
“Kalau saya tidak menyebut diri saya ganteng, saya akan terpengaruh dengan semua konsep ganteng yang penuh kosmetik. Dan kalau saya tidak ganteng, saya tidak akan membaca dan sibuk belajar. Saya akan sibuk menuruti apa kata orang untuk membuat diri saya ganteng. Makanya dengan tegas saya katakan, saya ganteng. Apakah kamu cantik?”
Deg! Semua kata-katanya langsung mendapat pembenaran dari hatiku. Kata-katanya benar. Aku melihat pada diriku sendiri. Apakah aku cantik? tidak, pagi tadi aku masih khawatir mengenakan baju yang aku pakai, khawatir tidak disebut cantik. aku segera menggelengkan kepala menjawab pertanyaan dosen yang sekarang gantengnya sudah pulih lagi bahkan meningkat duaratus persen.
“Tugas! Untuk semuanya, baca semua bacaan yang berhubungan dengan plato dan aristoteles, kemudian bikin rangkumannya. Khusus untuk kamu, sebagai tambahan, buat tulisan tentang ayahmu, sebuah biografi singkat. Kamu tidak mengenal ayahmu. Namamu bagus tapi kamu tidak mau mencari tahu lebih dalam.”
Aku mengangguk dengan pasti. Seberat apapun tugasmu pak dosen ganteng! Aku ingin bisa sepertimu, menyebut diriku cantik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI