Aku tidak bisa berkata -- kata, dari arah pintu aku melihat Ibu mertuaku bersama Mamanya Elma memandagnku dengan senyum mengembang. Â Bunda menghampiri meraih tanganku
"Wa, bunda minta maaf. Nizam sudah Bunda anggap anak sendiri karena itu minta tolong  Nizam kasihan Elma masih terlalu kecil dan sering  bertanya tentang Ayahnya. Entah karena apa Elma sangat dekat dengan Nizam, jangan takut Najwa bukan istri Azam, sebenarnya pertemuan Elma dengan Salwa bunda yang mengaturnya, selama dua tahun ini kami selalu menyebut Salwa sebagai Bunda Elma karena itu ketika pertama bertemu dengan Salwa, Elma terlalu bahagia, sepanjang jalan pulang ke rumah Elma berceloteh tentang Salwa. Sampai -- sampai Elma jatuh sakit ketika kami tidak mengikuti keinginannya untuk bertemu dengan Salwa. Salwa ingat kejadian ketika Elma pingsan bukan. Bunda terus saja bercerita setelah sebelumnya Bang Nizam membawa keluar Elma sehingga Bunda leluasa bercerita kepadaku, sementara Najwa hanya mendengarkan dan sekali -- sekali melempar senyum kepadaku.
"Maafkan Najwa kak, tentu kakak terkejut ketika pertama kali kita bertemu dan mendengar Najwa memanggil Bang Nizam dengan Papa, tapi kakak jangan risau sebentar lagi Najwa akan menikah dan pindah ke Malaysia, Najwa titip Elma dengan kakak. Aku menatap Najwa tak percaya bagaikan dogeng seorang Ibu akan menitipkan anaknya kepadaku.
Tak lama pintu terbuka sosok Bang Nizam dan Elma Nampak, tidak hanya mereka tapi ada satu lagi sosok lelaki bersama mereka.
"Kenalkan ini calon Najwa kak." Ucap Najwa malu -- malu.
"Aslam kak." Suara tegas yang sama dengan suara Bang Nizam
Aku masih mengeleng -- geleng kepalaku tidak percaya dengan semua ini, ternyata kumpulan rindu dalam doa malamku terjawab dengan kehadiran Elma yang bagaikan penghapus rindu yang selalu aku harapkan kehadirnya, hilang sudah sebak di dada berganti rindu kepada Bang Nizam dan Elma.
"Sini anak Bunda." Ucapku sambil mengulurkan tanganku meminta Bang Nizam memberikan Elma yang berada dalam gendongaannya.
Aku mencium seluruh wajahnya, Â suaranya terdengar memprotes karena aku tidak berhenti menciuminya.
"Bunda geli." Suara yang sangat aku rindukan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H