Mohon tunggu...
Siti Nurbaya
Siti Nurbaya Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang berusaha menjadi guru yang bisa diguguh dan ditiru. Tidak akan mudah tapi akan berusaha

Hidup sehat dengan fikiran sehat dan bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kumpulan Rindu

7 Mei 2022   08:10 Diperbarui: 7 Mei 2022   08:18 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tidak bisa berkata -- kata, dari arah pintu aku melihat Ibu mertuaku bersama Mamanya Elma memandagnku dengan senyum mengembang.  Bunda menghampiri meraih tanganku

"Wa, bunda minta maaf. Nizam sudah Bunda anggap anak sendiri karena itu minta tolong  Nizam kasihan Elma masih terlalu kecil dan sering  bertanya tentang Ayahnya. Entah karena apa Elma sangat dekat dengan Nizam, jangan takut Najwa bukan istri Azam, sebenarnya pertemuan Elma dengan Salwa bunda yang mengaturnya, selama dua tahun ini kami selalu menyebut Salwa sebagai Bunda Elma karena itu ketika pertama bertemu dengan Salwa, Elma terlalu bahagia, sepanjang jalan pulang ke rumah Elma berceloteh tentang Salwa. Sampai -- sampai Elma jatuh sakit ketika kami tidak mengikuti keinginannya untuk bertemu dengan Salwa. Salwa ingat kejadian ketika Elma pingsan bukan. Bunda terus saja bercerita setelah sebelumnya Bang Nizam membawa keluar Elma sehingga Bunda leluasa bercerita kepadaku, sementara Najwa hanya mendengarkan dan sekali -- sekali melempar senyum kepadaku.

"Maafkan Najwa kak, tentu kakak terkejut ketika pertama kali kita bertemu dan mendengar Najwa memanggil Bang Nizam dengan Papa, tapi kakak jangan risau sebentar lagi Najwa akan menikah dan pindah ke Malaysia, Najwa titip Elma dengan kakak. Aku menatap Najwa tak percaya bagaikan dogeng seorang Ibu akan menitipkan anaknya kepadaku.

Tak lama pintu terbuka sosok Bang Nizam dan Elma Nampak, tidak hanya mereka tapi ada satu lagi sosok lelaki bersama mereka.

"Kenalkan ini calon Najwa kak." Ucap Najwa malu -- malu.

"Aslam kak." Suara tegas yang sama dengan suara Bang Nizam

Aku masih mengeleng -- geleng kepalaku tidak percaya dengan semua ini, ternyata kumpulan rindu dalam doa malamku terjawab dengan kehadiran Elma yang bagaikan penghapus rindu yang selalu aku harapkan kehadirnya, hilang sudah sebak di dada berganti rindu kepada Bang Nizam dan Elma.

"Sini anak Bunda." Ucapku sambil mengulurkan tanganku meminta Bang Nizam memberikan Elma yang berada dalam gendongaannya.

Aku mencium seluruh wajahnya,  suaranya terdengar memprotes karena aku tidak berhenti menciuminya.

"Bunda geli." Suara yang sangat aku rindukan.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun