Aku tercegat mendengar penuturan Bang Azam, tak biasanya Bang Azam seperti itu, apakah cerita tentang anak kecil biasa menarik minat Bang Azam, apatah lagi sudah empat tahun kami menikah belum ada tanda -- tanda akan kehadiranya.
Netraku sayu, mungkin Elma belum sehat betul karena itu dia tidak bermain di sana sekarang, netra memadang ke tempat permainan anak yang selalunya ada Elma di sana.
Belum jauh langkahku dari tempat bermain aku mendengar celoteh yang sangat aku rindu seminggu ini.
"Pa, kenapa tidak setiap hari Papa bersama El dan Mama di rumah?" suaru lucu itu mengusik gendang telingaku.
Aku mencari arah datangnya suara, tapi hanya punggung Elma beserta ke dua orang tuanya saja yang bisa aku lihat dari tempatku berdiri, tidak mungkin aku menganggu kebersamaan mereka. Aku melanjutkan langkahku, sudah cukup bagiku mendengar celotehnya saja. sesampainya di tempat parkir aku meliha sosok Bang Azam yang tak jauh dariku memasuki mobil Rush putih miliknya, ada keperluan apa Bang Azam di pusat perbelanjaan ini, batinku.
Mobil kami melaju, dengan posisi mobil Bang Azam di depan, tak berselang lama mobil kami sudah sampai di rumah. Ada rasa keterkejutan di wajah Bang Azam, aneh melihat berada di belakangnya.
Setelah memarkirkan mobil dengan sempurna, aku berjalan menuju ke mobil Bang Azam yang sedari tadi masih setia berdiri di samping mobilnya setelah melihat aku berada di belakang mobilnya.
"Assalamualaikum Bang, sakit? Jam segini sudah pulang kantor?" ucapku sambil meraih tangan Bang Azam untuk menciumnya tanda takzimku kepada suami.
"Mau ambil baju, selama dua hari Abang harus ke luar kota, urusan kantor." Penjelasan Bang Azam.
Seperti biasa setiap bulannya, Bang Azam pasti keluar kota selama dua atau tiga hari untuk mengurus keperluan kantor, tepatnya sejak tahun ke dua pernikahan kami.
"Biasanya pagi Bang berangkatnya, kenapa sekarang sore?" tanyaku kepadanya.