Mohon tunggu...
Nur Amelia
Nur Amelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Suka makan

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Ketidaksiapan Diri Seseorang dalam Menjalankan Peran Orangtua dan Kewajiban bagi Seorang Anak untuk Selalu Berbakti kepada Orang Tua

16 Mei 2024   08:04 Diperbarui: 16 Mei 2024   08:13 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

      Berdasarkan dari judul yang telah saya buat, disini saya ingin membahas mengenai salah satu kasus yang menyinggung tentang salah sedikit orang tua yang melakukan beberapa tindakan yang kurang pantas terhadap anak beserta bagaimana penjelasan yang benar mengenai pola asuh, perilaku yang baik serta teladan-teladan yang yang sudah banyak Rasulullah SAW contohkan khususnya dalam memerankan peran sebagai orang tua yang baik, dan juga disini saya tetap akan menekankan bahwa sebagaimana pun peran orang tua terhadap anak mau itu perilaku yang baik maupun buruk anak tetap memiliki kewajiban yang sangat penting yaitu berbakti kepada orang tua. Seperti yang kita ketahui, islam memiliki 5 hukum islam yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Menurut ahli Ushul Fiqih, hukum ialah khitab Allah (atau sabda Nabi) yang menyebutkan segala perbuatan mukallaf baik khitab itu mengandung perintah untuk dikerjakan atau larangan untuk ditinggalkan atau menjelaskan kebolehan atau menjadikan sesuatu sebab atau penghalang bagi sesuatu hukum. Oleh karna itu pada tulisan ini akan banyak sumber hukum yang menegaskan tentang kewajiban anak terhadap orang tua atau biasa disebut birrul walidain.

PEMBAHASAN

Ketidaksiapan Dan Peran Penting Orang Tua Terhadap Anak Dalam Pandangan Islam.

     Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1990:629) dijelaskan bahwa, “Orang tua adalah ayah ibu kandung”. Selanjutnya A. H. Hasanuddin (1984:155) menyatakan bahwa, “Orang tua adalah ibu bapak yang dikenal mula pertama oleh putra putrinya”. Dan H.M Arifin (1987:74) juga mengungkapkan bahwa “Orang tua menjadi kepala keluarga”. Orang tua merupakan sosok yang sangat penting bagi seorang anak, anak memang tidak bisa memilih ingin dilahirkan dan ingin dibesarkan oleh orang tua yang seperti apa, tetapi orang tua bisa belajar untuk menjadi orang tua yang baik dan sangat membanggakan bagi seorang anak. Namun, sangat disayangkan karna ternyata masih banyak sekali kasus-kasus yang melibatkan orang tua dan anak yang dimana kasus tersebut sangat disayangkan karna pasti akan menimbulkan banyaknya permasalahan dimasa mendatang. Siapa yang bisa disalahkan dari kasus tersebut, apakah sosok orang tua yang tidak bisa mendidik anaknya atau ternyata seorang anak yang tidak bisa menjaga batas-batas pergaulan dan tidak bisa memahami bentuk rasa kasih sayang dari kedua orang tuanya?

     Membahas mengenai ketidaksiapan dalam menjadi orang tua, perlu diketahui bahwa kesiapan menjadi orang tua terdiri dari enam faktor, yaitu kesiapan emosi, finansial, fisik, social, menejemen, dan hubungan antar orang tua. Kesiapan emosi sangat diperlukan bagi perempuan maupun laki-laki, kesiapan emosi yang dimaksud disini adalah kemampuan untuk mengendalikan emosi dalam keadaan tertekan dan mampu bertanggung jawab tanpa mengharapkan imbalan. Begitu juga dengan kesiapan financial dan menejemen yang sangat penting untung mengatur segala kebutuhan dan mengatur keuangan dengan baik. Kesiapan fisik yang dimaksud disini meliputi usia yang cukup untuk menikah serta kebiasaan-kebiasaan yang baik bagi kesehatan dalam artian lain mampu menjaga kesehatan diri sendiri. Adapun kesiapan social yang dimaksud adalah seseorang yang bisa mencari informasi, bisa bersosialisasi dengan social, dan tidak menutup diri dari lingkungan. Kemudian yang terakhir adalah hubungan antar orang tua seperti, dukungan dari pasangan dan saling berkomunikasi dengan baik. 

     Berdasarkan dari hasil penelitian yang saya temukan dari sebuah jurnal yang berjudul "Pengaruh Kesiapan Menjadi Orang Tua Dan Pola Asuh Psikososial Terhadap Perkembangan Sosial Anak". Tertera dijelaskan bahwa kesiapan secara finansial merupakan faktor ketidaksiapan yang paling banyak terjadi dikarenakan kurangnya kesiapan suatu pasangan dalam memiliki pekerjaan yang tetap sebelum memiliki anak dan banyak juga yang menikah tanpa memiliki tabungan atau asuransi yang cukup untuk biaya sekolah dan kesehatan anak. Faktor ketidaksiapan lainnya juga bisa dilihat pada usia seorang ibu yang cukup tergolong muda yang pastinya sangat memerlukan dukungan lebih dari lingkungan sekitar khususnya keluarga. 

     Didalam agama islam sendiri orang tua ditempatkan sebagai pendidik utama yang pertama kali membentuk dasar-dasar kepribadian seorang anak yang dilahirkan dengan keadaan suci dan fitrah. Peran orang tua sangat menentukan bagi pembentukan pendidikan bagi seorang anak. Peran orang tua sangat penting bagi seorang anak, bahkan terdapat juga dibeberapa ayat Al-Quran yang membahas mengenai kedudukan pendidik atau orang tua dalam keluarga:

1. Orang tua sebagai contoh teladan bagi anak-anaknya

 Profil orang tua sebagai contoh teladan bagi anak-anak nya ditunjukkan dengan Surat Al Ahzab ayat 21 yang memiliki arti "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”

2. Orang tua sebagai pengayom keluarga \ pemelihara

Dijelaskan juga didalam surat Al-Quran yaitu At-Tahrim ayat 6 yang menjelaskan tentang fungsi orang tua sebagai pengayom \ pemelihara. “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

3. Orang tua sebagai pembimbing dan pengajar 

Penjelasan bahwa orang tua juga disebut sebagai pembimbing atau pengajar juga dijelaskan dalam Al-Quran surat Lukman ayat 13. “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya,”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”

4. Orang tua sebagai teman atau kawan     

 Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran Suraat Yusuf ayat 4 dan 5 yang memiliki arti “(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) “.melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku’’ dan “Dia (ayahnya) berkata, “Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudarasaudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu. Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.”

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ 

"Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah."

     Ayat diatas merupakan ayat dari surat Al Ahzab ayat ke 21, sebagaimana kita lihat dari artinya saja bisa kita pahami bahwa ayat tersebut menjelaskan bahwan Rasulullah SAW adalah teladan bagi manusia dalam segala hal baik itu dalam urusan duniawi maupun ukhrawi. Termasuk juga dalam mendidik anak atau memerankan figure orang tua. Lebih baiknya memang kaum muslimin menggunakan metode Rasulullah dalam mendidik anak-anaknya. Karna banyak orang tua yang gagal dalam mendidik anak karna tidak menggunakan metode yang tepat dan kesalahan dalam menelan informasi. 

     Terdapat salah satu bentuk pendidikan yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu pendidikan berkarakter yaitu pendidikan yang lebih menekankan pada karakter dan akhlak seseorang. Dari Umar bin Abi Salamah berkata, "Sewaktu aku masih kecil, saat berada dalam asuhan Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam-, pernah suatu ketika tanganku ke sana ke mari (saat mengambil makanan) di nampan, lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku, 'Wahai anak kecil! Ucapkanlah, 'Bismillāh', makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang terdekat darimu!' Maka hal ini senantiasa menjadi kebiasaan makanku setelah itu." (H.R. Al-Bukhari dan Muslim). Adapun metode mendidik ala Rasulullah yang lainnya yaitu:

1. Mendidik tidak mengenal waktu dan tempat

Pembelajaran yang dimaksud disini adalah metode dimana pembelajaran atau pendidikan bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, Rasulullah dan para sahabat mengajarkan kita untuk menggunakan waktu semaksimal mungkin.

2. Dengan pendekatan

Pendekatan yang dimaksud disini adalah penanaman nilai dengan penanaman nilai membantu anak untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai pada pribadi mereka serta nilai-nilai yang ada pada orang lain, juga membantu anak untuk mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur terhadap orang lain, sehingga mampu berfikir rasional dan kesadaran emosional. Metode pendekatan dalam mendidik dapat diimplementasikan dalam bentuk teknik, cara, maupun strategi

3. Dengan memberikan bimbingan, teguran, dan arahan

Rasulullah SAW bersabda: “Perintahkan anak-anakmu melaksanakan sholat sedang mereka berusia tujuh tahun dan pukul lahh mereka karena tinggal sholat sedang mereka berusia 10 tahun dan pisahkan antara mereka di tempat tidurnya.” (H.R Abu Daud). Karna seorang anak pada usia lima sampai sepuluh tahun memiliki daya ingat yang sangat bagus.

4. Memberikan teladan dan tuntunan

5. Mendidik anak dengan rasa cinta

Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka (H.R. Al-Bukhari no. 16).

     Sebagaimana Allah SWT jelaskan dalam Al-Quran surat Al-Imran yang mengajarkan tentang perintah untuk berlemah lembut 

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ 

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (Q.S. Ali Imran:159).

     Orang tua juga alangkah lebih baiknya memberikan pendidikan kepada anak agar mereka menyadari bahwa mereka juga memiliki hak-hak tertentu dalam kehidupannya, disamping kewajiban, yang harus dihormati, dilaksanakan, dan dilindungi. Terdapat juga dalam salah satu hadist nabi yang menunjukkan bahwa Rasulullah berupaya memperkuat dan memberdayakan anak sejak dini. Hadist tersebut antara lain sebagai berikut :

     ‘’Hadis dari Qutaibah, dari Mâlik, dari Abî Hazm, dari Sahal bin Sa`ad r.a. bahwa Rasulullah SAW disajikan minuman sementara di sebelah kanan beliau ada seorang anak dan di sebelah kiri ada beberapa orang dewasa. Nabi SAW bertanya kepada anak kecil itu: “Apakah engkau izinkan aku memberikan minuman kepada orang-orang dewasa ini terlebih dahulu?” Anak itu berkata: “Tidak. Demi Allah saya tidak menyerahkan bagianku kepada seorangpun dari mereka.” Lalu Nabi SAW menyerahkan minuman tersebut kepada anak kecil itu”. (H.R. al-Bukhari)

Salah Satu Kasus Yang Melibatkan Orang Tua Dan Anak

     Sekarang, membahas mengenai kasus yang baru-baru saja terjadi pada bulan Maret. Adapun untuk kasus ini bukan berasal dari negara Indonesia tetapi berada di negara Amerika Serikat. Dimana seorang ibu yang berasal dari AS ini meninggalkan bayinya sendiri didalam rumah selama 10 hari untuk berlibur. Akibat dari seorang ibu ini berujung pada kematian sang bayi yang baru saja berusia 16 bulan. Menurut informasi yang saya dapat dari website CNN Indonesia bahwa hakim di pengadilan Cleveland memutuskan sang ibu \ tersangka bersalah atas meninggalnya sang bayi karna ditinggalkan di rumah dalam waktu 10 hari untuk berlibur. Berdasarkan hasil penyelidikan, pelaku meletakkan bayinya di playpen atau area bermain bersama beberapa botol susu. Kamera bel tetangga menangkap jeritan bayi tersebut kerap terdengar, termasuk jeritan pada sekitar pukul 01.00 pagi setelah ditinggal pelaku pergi selama 2 hari.

     Menurut informasi dari orang tua pelaku ternyata sang pelaku mengalami gangguan kesehatan mental dan telah berjuang melawan permasalahan mental selama beberapa waktu terakhir. Orang tua pelaku juga mengatakan bahwa pelaku telah berhenti minum obat dan itu mungkin memperburuk depresi dan kecemasan sehingga tidak mampu untuk mengambil keputusan yang benar.

     Membahas mengenai kasus ini terdapat salah satu ayat dalam Al-Quran yang memiliki pandangan tentang perlindungan anak bahwa anak adalah makhluk yang tidak tau apa-apa, sebagaimana difirmankan dalam surat Al-Nahl ayat 78 yang memiliki arti 

“dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur”. Al-Nahal 78

     Ketika Allah SWT mengeluarkan setiap bayi atau anak dari rahim seorang ibu dalam keadaan tidak mengetahui suatu apapun. Setelah itu Dia memberikan pendengaran yang dengannya mereka mengetahui suara, penglihatan yang dengannya mereka dapat melihat berbagai hal, dan hati, yaitu akal yang pusatnya adalah hati. Demikian menurut pendapat yang sahih. Ada juga yang mengatakan, otak dan akal. Allah juga memberikan akal yang dengannya dia dapat membedakan berbagai hal, yang membawah mudhorat dan manfaat. Semua kekuatan panca indra tersebut diperoleh manusia secara berangsur angsur. Setiap kali tumbuh, betambahlah daya pendengaran, penglihatan dan akalnya sampai dewasa. Penganugrahan panca indra kepada manusia tersebut, agar manusia dapat beribadah kepada Allah dengan baik.

Kewajiban Anak Untuk Berbakti Kepada Orang Tua

    Kemudian, yang terakhir yaitu membahas mengenai apa saja kewajiban anak terhadap orang tua. Berbakti kepada orang tua juga bisa diartikan sebagai Birrul Walidaini dalam bahasa Arab. Birrul yang berasal dari kata barra-yabirru-barran memiliki arti yaitu kebenaran, ketaatan. Sedangkan kata Walidaini sendiri berartikan ayah dan ibu. Apabila digabung maka Birrul Walidaini memiliki arti benar, berbuat baik, belas kasih, dan taat kepada keduanya. Birrul Walidaini atau berbakti kepada orang tua mempunyai kedudukan yang istimewa dalam ajaran islam.

     Anak harus berbakti kepada orang tuanya, bahkan berbakti terhadap keduanya hukumnya wajib, dan bila tidak berarti ia berdosa karena melanggar kewajiban tersebut. Perkara berbakti kepada orang tua telah di atur baik dalam Al-Quran maupun Hadis. Perintah berbuat baik kepada ibu bapak diletakkan oleh Allah Swt di dalam Al-Qur’an langsung setelah perintah beribadah hanya kepada-Nya, semata-mata atau sesudah larangan mempersekutukan-Nya. Allah Swt berfirman dalam surah al-Baqarah yang artinya:

“Dan ingatlah ketika kami mengambil janji dari Bani Israil yaitu: Janganlah kamu menyembah selain Allah Swt., dan berbuat baiklah kepada ibu bapak…” (Qs. Al-Baqarah: 83).

     Terdapat juga salah satu hadist yang menerangkan tentang Birrul Walidaini dari hadist Shahih Bukhori No 5515 yang memiliki arti:

     Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya dari Sufyan dan Syu'bah keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Habib dia berkata. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir telah mengabarkan kepadaku kami Sufyan dari Habib dari Abu Al 'Abbas dari Abdullah bin 'Amru dia berkata; seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu'alaihi wasallam; "Saya hendak ikut berjihad." Beliau lalu bersabda: "Apakah kamu masih memiliki kedua orang tua?" dia menjawab; "Ya,masih." Beliau bersabda: "Kepada keduanya lah kamu berjihad."

     Banyak sekali isi kandungan dari Al-Quran dan Hadits yang berisikan penjelasan mengenai perihal berbakti kepada orang tua. Pada surat Al-isra ayat 23-24 ayat yang sudah sangat jelas bahwa pada ayat tersebut berisikan penjelasan agar kiranya umat muslim untuk dapat menjaga adab kepada orang tua salah satunya dengan cara menjaga perkataan kita supaya hanya perkataan yang baik saja yang kita keluarkan atau kita ucapkan untuk orang tua kita. Berikut arti dari Surat Al-isra ayat 23-24 

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. (24). Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

    Terdapat banyak penjelasan secara tafsir mengenai dua ayat tersebut diantaranya penjelasan dari Zubdatut Tafsir وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ (Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan) Asal dari ungkapan ini diambil dari perilaku burung jika ingin memeluk anaknya untuk mengasuh dan mengasihinya maka ia akan merendahkan sayapnya. Seakan-akan Allah berfirman kepada seorang anak “peliharalah kedua orang tuamu dengan mendekatkan dirimu dan tunduklah pada mereka. وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا (dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”) Yakni dengan kasih sayang seperti kasih sayang mereka ketika mengasuhku. Atau maknanya adalah kasihilah mereka sebab mereka telah mengasuhku. 

     Di dalam tafsir lainnya beberapa pendapat yang menejelaskan mengenai makna uffin, Abu raja‟ Al-Ttharadi mengatakan bahwa arti uffin ialah kata kata yang mengandung kejengkelan dan kebosanan, meskipun tidak keras di ucapkan. Ahli bahasa mengatakan bahwa kalimat uffin itu asal artinya ialah daki hitam dalam kuku. Lalu Mujahid menafsirkan ayat ini. Kata beliau:”artinya ialah jika engkau lihat salah seorangnya atau keduanya telah berak atau kecing di mana maunyan saja, sebagai mana yang engkau lakukan di waktu engkau kecil. Janganlah engkau mengeluarkan kata yang mengandung keluhan sedikitpun” sebab itu maka kata uffin dapatlah di artikan mengandung keluhan jengkel, decas mulut, ah, kerut kening dan sebagainya. Jelaslah bahwa alamat kecewa dan jengkel yang betapa kecil sekalipun hedaklah di hindari. Sebab itu tersebutlah di dalam sebuah hadits yang di rawikan dari Ali bin abi thalib, sabda nabi SAW yang artinya: “Kalau Allah mengetahui suatu perbuatan durhaka kepada orang tua perkataan yang lebih bawah lagi dari uf itu, niscaya itulah yang akan di sebutkan-Nya. Sebab itu, berbuatlah orang yang berkhidmat kepada kedua orang tuanya, apa sukanya, namun dia tidak akan masuk ke neraka. Dan berbuatlah orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya apa sukanya pula, namun dia tidaklah akan masuk ke syurga.

     Pada zaman ini, sudah banyak sekali fenomena seorang anak yang durhaka terhadap kedua orang tuanya. Di antaranya yang terjadi di Lamongan, di mana sang anak tega memukul ayah kandungnya sendiri dengan kayu, batu, dan tangkai sapu dikarenakan dendam yang sudah lama dipendam, yakni sang anak yang merasa orang tuanya kurang memberikan perhatian. Adapula yang terjadi di Tulungangung, di mana sang anak berani memukul ibu kandungnya sendiri dengan menggunakan balok kayu, alasannya pun sama, yakni kurangnya perhatian orang tua terhadap anak.

    Bentuk-bentuk Birrul Walidaini yang bisa dilakukan seorang anak untuk kedua orang tuanya 

 1. Menghormati kedua orang tua, dengan penuh rasa terima kasih dan kasih sayang atas jasa-jasa keduanya yang tidak mungkin bisa dinilai dengan apapun. Seorang Ibu yang telah mengandung dengan susah payah dan penuh penderitaan. Kemudian, ayah yang membanting tulang mencari nafkah untuk ibu dan anak-anaknya. Banyak cara untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tua, antara lain memanggilnya dengan panggilan yang menunjukkan hormat, berbicara kepadanya dengan lemah-lembut, tidak mengungkapkan kata-kata kasar (apalagi kalau mereka berdua sudah lanjut usia), pamit kalau meninggalkan rumah (kalau tinggal serumah), selalu memberi kabar tentang keadaan kita dan menanyakan keadaan keduanya lewat surat atau telepon.

2. Membantu ibu dan bapak secara fisik dan material. Misalnya sebelum berkeluarga dan mampu berdiri sendiri anak-anak membantu orang tua (terutama ibu) mengerjakan pekerjaan rumah, dan setelah berkeluarga atau berdiri sendiri membantu orang tua secara finansial, baik untuk membeli pakaian, makanan, minuman, dan lain-lain.

3. Menafkahi orang tua / merelakan harta yang diambil. Apabila orang tua mengambil harta anaknya, maka sang anak harus merelakan harta yang diambilnya itu bila memang jumlahnya wajar, hal ini karena orag tua sudah begitu banyak berkorban dengan hartanya untuk mendidik dan membesarkan sang anak. Sebab menafkahi dan memenuhi kebutuhan mereka merupakan cara anak berbakti kepada orang tuanya, maka sudah sepatutnya seorang anak memenuhi kebutuhan orang tua.

4. Mentaati Mereka selama tidak mendurhakai Allah. Mentaati kedua orang tua hukumnya wajib atas setiap muslim. Haram hukumnya mendurhakai keduanya. Tidak diperbolehkan sedikitpun mendurhakai mereka berdua kecuali apabila mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah atau mendurhakainya.

5. Kemudian jika orang tua sudah meninggal dunia, birrul walidaini, masih bisa diteruskan dengan cara antara lain: meminta ampun kepada Allah Swt dengan taubat nashuha (jujur) bila kita pernah berbuat durhaka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup, menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke liang lahat, selalu memintakan ampunan untuk keduanya, membayarkan hutang-hutangnya, melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at, menyambung tali silaturahmi kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya, memuliakan sahabat sahabatnya, dan selalu mendo’akan keduanya. Dalam hadis yang merupakan jawaban atas pertanyaan Bani Salamah yang bertanya sebagai berikut: Dari Abu Usaid Malik Bin Rabiah As-Sa’diy ra. Berkata: “ Tak kala kami duduk dihadapan Rasulullah saw, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dari Bani Salamah dan bertanya, Wahai Rasulullah , apakah ada kebaikan yang dapat aku kerjakan untuk bapak dan ibuku sesudah mereka meninggal dunia? Rasulullah saw menjawab, ya yaitu menshalatkan jenazahnya, memintakan ampunan baginya, menunaikan haji (wasiat), menghubungi keluarga yang tidak dapat dihubungi, kecuali dengan keduanya (silaturrahmi), dan memuliakan kenalan baik mereka.” (HR. Abu Daud).

     Adapun keutamaan dari berbakti kepada kedua orang tua adalah:

1. Merupakan amalan yang paling mulia

 Dari Abdullah Bin Mas’ud mudah-mudahan Allah meridhainya dia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, Apakah amalan yang paling dicintai oleh Allah? , Bersabda Rasulullah SAW: “Shalat tepat pada waktunya”, Saya bertanya kemudian apa lagi? Bersabda Rasulullah SAW “Berbuat baik kepada kedua orang tua. Saya bertanya lagi , lalu apa lagi? Rasulullah SAW bersabda “Berjihad di jalan Allah”.

2. Merupakan salah satu sebab-sebab diampuninya dosa

Dalam surat Al-Ahqaf ayat 15-16 Allah mengatakan:” Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, Dia berdoa ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh aku bertaubat kepada Engkau, dan sungguh aku termasuk orang muslim”.“ Mereka itulah orang-orang yang kami terima amal baiknya yang telah mereka kerjakan , dan (orang -orang) yang kami maafkan kesalahan-kesalahannya, (mereka akan menjadi) penghuni-penghuni syurga. Itu janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka”. (QS.Al-Ahqaf 15-16 ).

3. Sebab masuknya seseorang ke syurga

Dari Muawiyah bin jahimah mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua, dia berkata kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, sya ingin berangkat untuk berperang, dan saya datang kesini untuk minta nasehat pada Anda. Maka Rasulullah Saw Bersabda: “ kamu masih memiliki ibu?”. Berkata dia, “ Ya” . Bersabda Rasulullah Saw: “Tetaplah dengannya karena sesungguhnya syurga itu dibawah telapak kakinya.”(Hadis Hasan diriwayatkan oleh Nasa’I dalam Sunnahnya dan Ahmad dalam Musnatnya.

4. Merupakan keridhaan Allah 

5. Bertambahnya umur dan rezeki

     Saya pernah menemukan salah satu ceramah dari ustadz Zoe Marmita yang kebetulan membahas mengenai orang tua begini ucap beliau ‘‘maafin orang tuamu kalau memang orang tuamu tidak sesuai dengan ekspetasi yang kamu bayangkan. Supaya kamu gampang dimaafkan sama anakmu, maafin kesalahan dan kekurangan yang pernah terjadi pada hidupmu dimasa kecilmu, dengan memori yang mungkin tidak baik pernah kamu peroleh di waktu kecilmu , mungkin bapakmu pernah begini, mungkin ibumu pernah begini. MAAFIN MAAFIN. Maaf kualitas hidup itu terletak ketika kita sudah sanggup memaafkan dan tidak ada orang yang paling berhak kita maaafkan kecuali dua yang paling penting, yang paling merujuk kepada prioritas yaitu orang tua kita dan pasangan hidup kita. Supaya tidak ada lagi sebuah nama, yang kita ingat dengan kebencian dan kepedihan didalam hati kita, karna hati kita terlalu berat untuk menyimpan nama yang sepanjang hidup kita memberikan kebencian itu dan ironisnya kalo nama orang itu adalah nama orang tua kita’’.

‘‘Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas [tanggungan] Allah’’

                          Assyuara:40

KESIMPULAN

     Tidak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya, tidak ada orang tua yang tidak berusaha yang terbaik untuk anaknya dan semua orang tua pasti ingin yang terbaik bagi anak-anaknya. Kesiapan diri yang baik pasti akan menurun kan masa depan yang baik pula untuk anaknya di masa depan. Ibu memang sekolah pertama bagi anak-anaknya tapi seorang ayah adalah kepala sekolah bagi anak-anaknya. Semua orang pernah berbuat salah mau itu orang tua atau seorang anak. Berbakti kepada orang tua adalah hukum wajib bagi setiap anak. Kunci kesuksesan seorang anak terletak pada keridhaan Allah dan keridhaan orang tua, begitupun sebaliknya. Banyak Allah SWT terangkan dalam Al-Quran dan Rasulullah sebagai teladan yang paling mulia. 

DAFTAR PUSTAKA 

    Asso, Hasan Abdul Rahman. “Perlindungan Anak Dalam Islam (Al-Quran Dan Hadist).” SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i 4, no. 2 (2017): 219–230.

Budi Heriyanto, Agus Sarifuddin, Herman, Ali Maulida, Abdul Jabar. “Metode Rasulullah Dalam Mendidik Anak ; Studi Hadist Sammillah Wakul Biyaminik Wa Mimma Yaalik (Ucapkan Bismillah Dan Makan Menggunakan Tangan Kanan Dan Memakan Makanan Yang Ada Disekitar).” Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam 11, no. 03 (2022): 789.

DARMIAH. “AKHLAK ANAK TERHADAP KEDUA ORANG TUA” (n.d.): 117–127.

Harneli, Irfan Saputra, and Dedi Prayoga. “Birrul Walidain Menurut Perspektif Hadis.” Al-Manar: Jurnal Kajian Alquran dan Hadis 9, no. 2 (2023): 105–115.

KOMAR, ITANG. “AHWALUNAA - Jurnal Hukum Keluarga I Vol. 1 No. 1, Juni 2022 | 9” 1, no. 1 (2022): 9–19.

Mitra, Oki, and Ismi Adelia. “Profil Orang Tua Sebagai Pendidik Menurut Al Qur’an.” Tarbawi : Jurnal Ilmu Pendidikan 16, no. 2 (2021): 170–177.

Nufus, Fika Pijaki, Siti Maulida Agustina, Via Laila Lutfiah, and Widya Yulianti. “Konsep Pendidikan Birrul Walidain Dalam Qs. Luqman (31): 14 Dan Qs. Al – Isra (17) : 23-24.” Jurnal Ilmiah Didaktika 18, no. 1 (2018): 16.

Romadlon & Nurdiannisa. “Berbakti Kepada Kedua Orang Tua Menurut Tafsir Al-Maraghi Dan Tafsir Al-Azhar (Studi Komparatif).” Jurnal Al Karima (2021): 5.

Setyowati, Y. D., Diah Krisnatuti, and Dwi Hastuti. “Pengaruh Kesiapan Menjadi Orang Tua Dan Pola Asuh Psikososial Terhadap Perkembangan Sosial Anak.” Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen 10, no. 2 (2017): 95–106.

“Al-Imran 159.” https://quran.nu.or.id/ali ’imran/159.

“Liburan 10 Hari, Ibu Di AS Tega Tinggalkan Bayi Di Rumah Hingga Tewas.” Last modified 2024. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20240325090121-134-1078500/liburan-10-hari-ibu-di-as-tega-tinggalkan-bayi-di-rumah-hingga-tewas.

“Suraat AL- Ahzab Ayat 21.” https://quran.nu.or.id/al-ahzab/21.

“Surat Al-Isra Ayat 23-24.” https://tafsirweb.com/37697-surat-al-isra-ayat-23-24.html.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun