Sikap moderat yang dialami oleh Ahlu Sunah wal Jamaah terlebih santri mencakup ke berbagai aspek. Dalam aspek akidah, Islam menjadikan hal-hal yang ghoib sebagai pondasi keimanan, dengan syarat bersumber dari dalil-dalil yang qoth’i. Namun di waktu yang sama Islam mengecam sikap khurafat yang mempercayai hal-hal yang mistis secara berlebih-lebihan.
Dalam aspek kehidupan, Islam juga mengajarkan sikap keseimbangan: tidak menganggap kehidupan dunia sebagai suatu yang maya, dan juga tidak menganggap dunia sebagai segalanya. Islam memandang kehidupan itu merupakan keseimbang antara dunia dan akhirat. Islam juga tidak mengecam sikap materialisme (hubbud-dunya), namun juga tidak memuji sikap spiritualisme sampai meninggalkan dunia.
Dalam aspek sosial, Islam juga melarang para penganutnya untuk bersikap kikir hingga tak mau mengeluarkan se-peserpun untuk disedekahkan. Namun di saat yang sama Islam juga melarang pemberian secara berlebihan tanpa mempertimbangkan pengeluaran hingga berdampak pada pemborosan.
Dari pemaran ini, jika disandingkan dengan takrif santri di atas akan memberi pemahaman bahwa, antara Ahlu Sunah wal Jamaah dan santri adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
- Semangat Membela Tanah Air
Pada masa di mana Indonesia telah merdeka, para penjajah datang kembali untuk merebutkan negara ini. Saat itu KH. Hasyim Asy’ari selaku pendiri Nahdlotul Ulama, menyerukan hukum wajib jihad bagi rakyat Indonesia. Fatwa beliau terkemas dalam “Resolusi jihad”. Terbukti dalam catatan sejarah, bahwa barisan terdepan pembela agama dan bangsa adalah kalangan ulama dan para santri. Dengan berlandaskan sebuah hadis riwayat Shahabat Anas, Rasulullah SAW bersabda:
جَاهِدُوْا الْمُشْرِكِيْنَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ". رواه احمد والنسائي وصححه الحاكم. ”
“Berjihadlah kalian semua dengan orang-orang musyrik dengan harta, jiwa dan lisan kalian” (HR. Ahmad dan Nasai dan dianggap sohih oleh Imam Hakim).
Hal senada juga sempat dikemukakan oleh Syekh Muhammad bin Qosim al-Ghozi dalam karangannya yang bertajuk Fathul-Qorib al-Mujib, yang artinya: “Jika ada orang kafir yang masuk ke negara orang muslim atau menetap di sebuah tempat yang dekat dengan negara tersebut, maka hukum jihad pada saat itu hukumnya fardu ain, kemudian bagi penduduk negara tersebut wajib mempertahankannya (menolaknya)”.
Namun di era teknologi ini para penjajah tidak menyerang dan membantai Indonesia dengan mengangkat senjata, mereka memborbardir Indonesia dengan menyelundupkan berbagai macam budaya barat yang tidak mencerminkan norma agama sama sekali. Karenanya, santri (tidak menafikan mereka yang tidak nyantri) akan selalu berada di garda terdepan dalam melawan dan menghadang mereka. Karena dalam pendidikannya santri dituntut untuk selalu cinta tanah air sebagaimana yang telah dipaparkan oleh al-Imam Musthafa al-Gholayaini:
الوطنية الحق هيى حب اصلاح الوطن, والسعي في خذمته. والوطني كل الوطني من يموت ليحيا وطنه ويمرض لتصح أمته
“Rasa cinta Tanah Air yang hak adalah senang dalam memperbaiki negara, dan berusaha berbakti pada negara. Sedangkan cinta Tanah Air yang sebenarnya adalah orang yang rela mati demi kehidupan negaranya dan sudi menderita sakit demi kesehatan bangsanya.”