Sebenarnya sikap santri itu sama persis dengan sikap Ahlu Sunah wal Jamaah dalam menegakkan amar makruf dan nahi mungkar. Karenanya tak ayal jika umat nabi Muhammad (Ahlu Sunah wal Jamaah) adalah umat yang terbaik dari pada umat-umat terdahulu, sebagaimana dalam al-Quran:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفٍ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرْ
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar.” (QS. Ali Imran: ayat 110)
Oleh karenanya selaku umat terbaik, maka telah menjadi kewajiban bagi setiap umat nabi Muhammad untuk memerintah pada yang baik dan mencegah dari yang mungkar, dan tidak boleh pilih kasih. Siapa saja yang sedang melakukan kemungkaran, maka menegakkan nahi mungkar hukumnya wajib. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah Hadis riwayat Imam Muslim, dalam kitabnya Shohih Muslim:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِرْهُ بِيَدِهْ فَأِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَأِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ, وَذَلِكَ أَضْعَفُ الِأيْمَانِ
“barangsiapa di antara kalian menyaksikan perbuatan yang mungkar, hendaklah merubahnya dengan tangan kalian. Apabila engkau tidak mampu, maka ubahkah dengan lisan kalian. Apabila engkau tidak mampu, maka ubahlah dengan hati kalian. Sedangkan itulah (hati) gambaran paling rendahnya keimanan.”
Termasuk karakteristik “umat terbaik” adalah selalu berada di posisi ‘tengah’ atau bisa diartikan moderat dalam bersikap. Sebagaimana dijelaskan yang tertera pada al-Quran:
وَكَذَالِكَ جَعَلْنَكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُوْنُوْا شُهَدَآءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا
“Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang wasath (tengah-tengah/moderat) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan kamu” (QS. Al-Baqarah: 143).
Sayyid Muhammad Alwy al-maliky, dalam kitabnya Syaroful-Ummah al-Muhammadiyah menyatakan bahwa kata wasath pada ayat tersebut memiliki arti jalan yang lurus yang tak melenceng dari haluan. Artinya, sikap moderat meniscayakan umat Islam berada di posisi tengah, tidak memihak ke kiri dan ke kanan, suatu hal yang dapat mengantar seseorang senantiasa berlaku adil. Hal selaras juga sempat dikemukakan oleh al-Imam Fakruddin ar-Razy, dengan mengutip sebagian Mufasir dengan mengatakan, “bahwa sebagaimana Allah menjadikan kiblat umat Islam berada di tengah secara geografis, Allah juga menjadikan karakter “tengah/moderat” itu ada pada diri umat Islam”.
Dari pernyataan tersebut memiliki sebuah relasi dengan takrif santri di muka yaitu, “santri itu tidak menoleh ke kanan dan ke kiri (teguh pendirian)”. Tidak condong pada jalur kiri atau kanan. Dan lebih gamblangnya, Islam mengajarkan umatnya menyikapi suatu hal secara proporsional dan sewajarnya. Tidak berlebih-lebihan.