Azas-azas atau prinsip-prinsip yang tercantum dalam Undang-undang ini adalah sebagai berikut:
a. Tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk membantu dan mencapai kesejahteraan lahir dan batin.
b. Undang-undang ini menyatakan bahwa suatu perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya; dan selain itu, setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan setiap perkawinan sama dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, seperti kelahiran, kematian yang dituangkan dalam akta, akta resmi yang juga dicantumkan dalam buku register.
c. Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya jika yang bersangkutan menghendakinya, karena hukum dan agama yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami boleh beristri lebih dari seorang. Akan tetapi perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri, sekalipun dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan, hanya dapat dilaksanakan jika syarat-syarat tertentu dipenuhi dan diputus oleh Pengadilan.
d. Undang-undang ini menganut asas bahwa calon suami istri harus telah dewasa jasmani dan rohani untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan dengan baik tanpa berakhirnya perceraian dan menghasilkan keturunan yang baik dan sehat.
e. Untuk itu, perkawinan calon suami dengan istri yang masih di bawah umur harus dicegah.
f. Selain itu, perkawinan terkait dengan masalah kependudukan. Ternyata batas usia yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk menikah menghasilkan tingkat kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batas usia yang lebih tinggi.
g. Sehubungan dengan itu Undang-undang ini menetapkan batas usia perkawinan bagi laki-laki dan perempuan yaitu 19 (sembilan belas) tahun bagi laki-laki dan 16 (enam belas) tahun bagi perempuan.
Â
3). Pentingnya pencatatan perkawinan dan dampak tidak dicatatkan
Adapun pencatatan perkawinan dimaksudkan untuk membuat acara perkawinan menjadi jelas, baik bagi yang bersangkutan, maupun bagi orang lain dan masyarakat. masalah ini dapat dibaca dalam surat resmi dan juga dimuat dalam daftar khusus itu disediakan, sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan terutama sebagai alat bukti tertulis. uu perkawinan tidak hanya mengatur bahwa perkawinan harus dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing, tetapi juga menuntut catatan untuk dicatat melalui pencatat nikah. begitu melawan jodoh yang tidak tercatat (siri nikah) tidak dapat dibuktikan pernikahan jika menghadapi masalah hukum pernikahan sah kapan saja dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. selain itu masing-masing perkawinan harus dicatatkan pada kantor catatan sipil sesuai dengan ketentuan yang berlaku. konsekuensi hukum perkawinan tidak dicatat, padahal agama atau kepercayaan dianggap ya, tetapi perkawinan itu dilakukan di luar sepengetahuan dan pengawasan pencatat perkawinan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak diakui di mata hukum negara. baik