Ema mengambil napas dalam. "Aku butuh identitas baru. Nama, kartu identitas, semua hal yang bisa membuat seseorang... terlihat nyata."
Gino mengerutkan alis. "Tunggu, tunggu. Identitas baru? Untuk siapa?"
Ema berpikir cepat. "Untuk seseorang yang aku kenal. Dia kehilangan ingatan setelah kecelakaan. Sekarang dia tidak punya dokumen apapun. Aku hanya ingin membantunya memulai hidup baru."
Gino terdiam sejenak, mempelajari wajah Ema. "Ini tidak seperti permintaan kecil, Ema. Kau tahu aku bisa melakukannya, tapi ini berisiko."
"Please, Gino. Aku tahu kau bisa dipercaya. Ini penting," kata Ema, matanya memohon.
Gino menghela napas panjang, lalu mengangguk. "Baiklah. Aku akan bantu. Tapi aku harap kau tahu apa yang kau lakukan."
"Terimakasih banyak Gino. Aku akan meminta temanku itu untuk menemui mu siang ini, pukul 15.00 ya.. Tapi aku gak bisa menemani kalian, aku harus bimbingan." Jelas Ema.
"Lalu?" Tanya Gino.
"Tenang saja aku sudah kasih tahu ciri-cirimu dan lokasinya, di meja ini juga ya, aku pergi dulu, makasih banyak Gin." Lanjut Ema sambil melambaikan tangannya dan beranjak pergi.
***
Sore itu, Gino menunggu di kafe yang sama. Ia memainkan ponselnya sambil melirik pintu setiap beberapa detik.