Mohon tunggu...
Agustian Deny Ardiansyah
Agustian Deny Ardiansyah Mohon Tunggu... Guru - Guru yang tinggal di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Setiap tulisan yang saya tulis dan memiliki nilai manfaat pada blog kompasiana ini, pahalanya saya berikan kepada Alm. Ayah saya (Bapak Salamun)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru dan Buku, Persahabatan yang Harus Terus Dirawat dan Dipupuk, Kenapa?

1 Agustus 2023   22:12 Diperbarui: 2 Agustus 2023   17:45 1324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seseorang Membaca Buku. (Dok Pixabay)

"Sesungguhnya, hidup itu ibarat sebuah buku. Siapa yang tidak pernah belajar, sama saja dengan buku yang tidak pernah dibaca"

(Ki Hajar Dewantara)

Siapa yang tak kenal dengan nama besar itu, Bapak Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Ki Hajar Dewantara.

Saat ini nama beliau kembali merekah setelah digulirkannya merdeka belajar oleh Menteri Nadiem Anwar Makarim.

Konsep merdeka belajar adalah konsep yang lahir dari buah pikiran Ki Hajar Dewantara tentang manusia merdeka. Dengan merdeka belajar diharapkan siswa mampu mengembangkan dan mengatur cara belajar mereka secara mandiri dengan guru sebagai seorang fasilitator.

Namun, apakah kita sudah pernah membaca pemikiran Ki Hajar Dewantara secara khusus? Atau melahap habis buku-buku tentang Ki Hajar Dewantara atau tulisannya?

Saya sendiri juga belum sedalam itu dalam mengeksplorasi pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan atau lainnya.

Baru sebatas membahas kulitnya saja ketika mengikuti Pendidikan Guru Penggerak Angakatan 6 tahun 2022 kemarin.

Tak dapat dipungkiri bahwa Ki Hajar Dewantara adalah sosok guru bangsa yang sangat produktif dalam menuliskan berbagai perspektif pemikirannya.

Salah satunya adalah kutipan tulisan Ki Hajar Dewantara yang terbit pada surat kabar De Express dengan judul Als Ik Eens Nenderlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda).

Tulisan itu mampu membuat pemerintah kolonial pada saat itu murka dan akhirnya membuat beliau diasingkan.

Setelah kembali dari pengasingan, kemudian Ki Hajar Dewantara mendirikan perguruan nasional taman siswa yang memberikan hak yang sama bagi kaum pribumi untuk mengakses pendidikan.

Maka sebagai seorang guru Indonesia sudah sepantasnya selain kita mengenal nama beliau.

Kita juga harus meneladani sikap beliau yang rajin membaca, menulis, dan berani untuk mengaktualisasi pemikirannya dalam rangka menjawab persoalan bangsa.

Dalam kata lain guru Indonesia harus rakus membaca yang kemudian dinarasikan dalam bentuk tulis dan diaktualisasi dalam tindakan.

Kenapa membaca? Membaca adalah fondasi terpenting dari pendidikan.

Karena dengan membaca kita mendapat wawasan dan ide baru yang mampu menggerakkan diri kita untuk melakukan suatu perubahan dalam tindakan kita sebagai guru.

Bahkan jika ditelisik lebih jauh, pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek telah memiliki kebijakan untuk menciptakan budaya membaca.

Seperti Gerakan Literasi Sekolah (GLS), mendirikan perpustakaan baik di sekolah atau desa, mendorong adanya buku bacaan bermutu bagi literasi Indonesia berkualitas atau gratis ongkir pengiriman buku setiap tanggal 17 lewat PT Pos.

Akan tetapi kebijakan tersebut seolah mengalami "kemandekan" bahkan di sekolah-sekolah mengartikan literasi hanya dengan menerbitkan buku atau menghasilkan karya tulis.

Mungkin juga "kemandekan" itu terjadi karena guru yang tidak bisa menjadi role model dalam kegiatan literasi di sekolah sehingga eksplorasi literasi menjadi terhenti dan mati.

Bagaimana kita ingin membuat suasana literasi hidup di sekolah sedangkan para gurunya tidak memiliki ketahanan dalam membaca atau sekolahnya alfa dalam menghadirkan buku bacaan bermutu bagi siswanya.

Oleh karena itu penting bagi seorang guru untuk bersahabat dengan buku, agar kemudian bisa menjadi teladan sebelum kita meminta siswa-siswi kita untuk berliterasi.

Lalu apa manfaat bersahabat dengan buku bagi guru?

1. Menguatkan Keterampilan Menulis

Tidak ada seorang penulis yang tidak membaca, semua orang yang menulis termasuk saya harus membaca untuk dapat menulis, karena dengan membaca akan membangun perspektif kita tentang berbagai hal yang kemudian memberi asupan bagi kita untuk menuangkan ide dan gagasan tersebut dalam bentuk tulis.

2. Melatih Berpikir Kritis

Guru yang membaca sudah pasti akan kritis, karena dengan membaca guru mendapatkan berbagi sudut pandang terkait berbagai hal, bahkan dengan membaca, saya mendapatkan ide baru dalam pengembangan kegiatan pembelajaran di kelas atau program di sekolah. Hal itu terjadi karena dengan membaca mampu meningkatkan pemikiran kritis saya untuk mencari solusi atas suatu masalah yang sedang terjadi.

3. Meningkatkan Wawasan dan Pengetahuan Baru

Guru yang membaca sudah dipastikan wawasan dan pengetahuannya akan meningkat, yang kemudian berimplikasi pada cara guru melakukan sesuatu.

Ketika saya mengalami kebuntuan tentang bagaimana menyelesaikan masalah di kelas seperti meningkatkan keaktifan siswa maka salah satu jalan yang saya tempuh adalah membaca buku seperti model pembelajaran interaktif, gurunya manusia atau sekolahnya manusia sehingga saya mendapat solusi dalam menghadapi masalah tersebut.

4. Menjadi Teladan Kegiatan Literasi di Sekolah

Guru yang membaca akan bisa menjadi teladan bagi siswanya dalam kegiatan literasi di sekolah, bahkan ketika masih mengajar di SMA Muhammadiyah dulu, salah satu cara untuk meningkatkan partisipasi guru dalam berliterasi adalah dengan "arisan kata", di mana setiap bulan akan ada satu kata yang didapat guru dan kemudian dituliskan baik di mading sekolah, majalah atau koran lokal dan jika tidak maka guru harus menyumbang satu buku ke perpustakaan sekolah.

5. Mengembangkan Level Kognitif Guru

Guru yang membaca sudah pasti selalu update dengan berbagai informasi atau dalam kata lain dengan membaca mampu menjaga level kognitif (pengetahuan) guru untuk terus merambah hal-hal baru sehingga mampu memberi kesegaran berpikir bagi guru. 

Oleh karena itu saya selalu mencoba untuk menulis setiap hari yang berarti juga membaca setiap hari agar level kognitif ini tidak terhenti namun terus berkembang.

6. Meningkatkan Kemampuan Mengorganisasi dan Komunikasi

Salah satu dampak membaca yang saya rasakan adalah mampu untuk mengorganisasi suatu hal dengan cepat dan tepat karena memiliki berbagai perspektif untuk melakukannya atau juga menjadikan saya mudah untuk berkomunikasi dengan berbagai orang.

Guru yang memiliki daya baca akan mendekatkan guru pada kemerdekaan berpikir sehingga mampu mengorganisir segala sesuatu secara kreatif dan mampu memecahkan masalah yang ada secara urut dan runtut.

Oleh karena itu, penting rasanya seorang guru harus bersahabat dengan buku untuk mewujudkan hal-hal terebut.

Salam buku, salam guru literat, salam bersahabat dengan buku, salam hari persahabatan.

Bangka Selatan, 1 Agustus 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun