Toko buku ini jauh dari pusat kota, suasana yang nyaman dan tak terlalu berisik, beranda yang di kelilingi oleh kebun kecil, perpustakaan yang dilengkapi coffeshop. Aku tak begitu paham tentang kopi, selagi itu masih bisa dinikmati, aku tak pernah protes mengenai rasanya. Setelah memesan kopi, mataku sibuk mencari buku untuk kubaca. Di rak buku yang berisi buku-buku berwarna hitam ada buku yang mencolok berwarna merah, intuisiku berkata bahwa aku harus mengambilnya. "Tan Malaka -- Madilog" entah siapa yang menyimpan buku ini diantara buku-buku novel dan antologi puisi. Sepertinya ia cenderung orang yang buru-buru dan meletakan buku di sembarang tempat. Aku mulai duduk di depan beranda toko buku tersebut, agar bisa merokok dan bisa melihat hamparan sawah serta kebun kecil di halaman toko buku itu. Â Aku mulai membuka halamannya
Madilog sekarang memperkenalkan dirinya kepada mereka yang sudi menerimanya. Mereka yang sudah mendapat latihan otak, berhati lapang dan saksama serta akhirnya berkemauan keras buat memahaminya.
Tertulis pada halaman-halaman awal, sejarah madilog. Lembah bengawan Solo, 15 Maret 1946, Tan Malaka. Sial, aku hanya merasa bosan dan disuguhkan hal yang seperti ini. Tak perlu waktu lama untuk menutup kembali halaman buku yang baru saja aku buka. Mulai melihat sekitar, serta meraba-raba saku dimana aku menaruh sebungkus rokok lalu mengambilnya. Hal apa yang membuat seseorang membaca buku, memahami sesuatu, memaknai sesuatu?
Apakah hanya keinginan egois semata untuk memenuhi keingintahuan saja? Lalu, bagaimana cara seseorang untuk memahami sesuatu tersebut? Seperti latihan khusus sebelum membaca atau pemahaman khusus sebelum memahami sesuatu? Aku hanya lelah karena tidak tahu apa-apa, aku selalu dipencundangi oleh sesuatu yang tidak aku tahu. Aku hanya ingin tahu semuanya. Ocehan itu keluar selepas aku membakar sebatang rokok yang tadi kugenggam. Sebab badai yang tak terkendalikan selalu melahirkan sambaran.
"ini kopinya bang, taruh sini ya."
Pertanyaan demi pertanyaan tak terjawab, mungkin aku adalah orang yang suka mengumpulkan banyak pertanyaan yang seharusnya dijawab satu-persatu. Pandanganku tertuju pada sepetak sawah di seberang beranda toko buku.
"Makasih bang" Jawabku.
"bang? Aku perempuan bang."
Seketika pandanganku berbalik kepada barista itu, seorang perempuan, sial.
"Maaf, Lagi ngelamun."
"Hahaha, gapapa." Jawab barista perempuan kembali kedalam