Mohon tunggu...
Nugroho DwiYanto
Nugroho DwiYanto Mohon Tunggu... Freelancer - Carpe diem

-

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Akankah Kasus Teror Novel Baswedan "Endgame" Tahun 2019?

4 Agustus 2019   22:29 Diperbarui: 4 Agustus 2019   23:17 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Novel Baswedan, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bagaikan salah satu superhero di film Avenger: Endgame yang tayang pedana tahun 2019 dalam menumpas kejahatan di muka bumi.

Ia dan pahlawan lainnya yang bekerja di komisi antirasuah siap tak siap harus menanggung risiko atas profesi yang diembannya demi menyelamatkan uang negara dari pusaran korupsi.

Selasa, (11/4/2017), mungkin jadi hari yang tak akan terlupakan bagi Novel Baswedan. Ia menjadi korban penyiraman air keras oleh orang tidak bermoral di sekitar rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Hingga kini, pelaku masih bergerak bebas menikmati keindahan duniawi.

"Polisi Tidur" dalam Kasus Novel Baswedan

Source: Kompas.com
Source: Kompas.com
Lebih dari dua tahun tak cukup bagi Polri untuk mengungkap kasus tersebut, bahkan Polri sampai membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) berisikan orang-orang memiliki rekam jejak istimewa namun tetap gagal menangkap dalangnya.

Jangankan dalang, pelaku lapanganpun tak bisa digelandang ke jeruji besi hingga massa kerja TGPF selesai. 

Selain hanya mengumumkan 'barang lama', hasil investigasi tim yang dibentuk menjelang debat pertama Pilpres 2019 ini malah punya kesimpulan yang mencengangkan.

Penyerangan dianggap terjadi lantaran KPK dan Novel diduga menggunakan kewenangan berlebihan dalam mengusut perkara atau "excessive use of power."

Publik mendesak agar kasus tak beradap tersebut cepat terungkap. Hingga Presiden RI Joko Widodo turut menaruh perhatian pada kasus ini dengan memberikan batas waktu tiga bulan untuk Tim Teknis Polri mengungkap pelaku penyerangan Novel.

"Kalau Kapolri kemarin sampaikan meminta waktu enam bulan, saya sampaikan tiga bulan tim teknis ini harus bisa menyelesaikan apa yang kemarin disampaikan," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (19/7/2019) seperti dikutip tempo.co.

Tim Teknis Bekerja

Tim Teknis guna mengungkap teror penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan mulai bekerja sejak Kamis, 1 Agustus hingga 31 Oktober 2019. Tim tersebut rekomendasi dari TGPF dan akan menindaklanjuti temuannya.

Tim Teknis kasus Novel Baswedan ada di bawah tanggung jawab Kepala Bareskrim Polri Komjen Idham Aziz dan diketuai oleh Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Nico Afinta. Tim ini beranggotakan 120 orang yang terdiri dari berbagai kompetensi, mulai dari tim interogator, tim surveillance, tim penggalangan, tim Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis), hingga Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri.

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan batas waktu tim teknis untuk kasus teror terhadap penyidik KPK Novel Baswedan selama tiga bulan bisa diperpanjang.

Dedi memberitahukan tim teknis akan memulai penyidikan dari tempat kejadian perkara (TKP) teror air keras yang dialami Novel di kawasan kompleks kediamannya. Selain itu tim teknis juga akan fokus pada hasil penyelidikan yang pernah dilakukan Polda Metro Jaya.

Dedi menjelaskan beberapa hal yang akan menjadi fokus kerja tim dalam 6 bulan ke depan. Pertama, tim akan melakukan analisis tempat kejadian perkara.

Kemudian, mendalami hasil pemeriksaan 70 saksi yang sudah diperiksa Polda Metro Jaya. Lebih lanjut, tim juga akan menganalisis hasil rekaman CCTV di TKP dan sekitarnya yang memiliki keterkaitan.

Terkait sketsa wajah pelaku yang sebelumnya sempat dirilis, tim akan melakukan identifikasi bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).

Dari semua tugas yang diemban, tim ini akan mendalami temuan yang telah direkomendasikan oleh TGPF sebelumnya, termasuk 6 kasus high profile yang diduga mempunyai kaitan dengan kasus Novel, yakni:

1. Kasus korupsi e-KTP
2. Kasus mantan Ketua MK Akil Mochtar
3. Kasus mantan Sekjen MA Nurhadi
4. Kasus mantan Bupati Buol, Amran Batalipu
5. Kasus korupsi Wisma Atlet
6. Kasus pencurian sarang burung walet

Optimisme Kasus Terungkap

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendesak Polri menyelesaikank asus penyerangan air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Dia menilai polisi sebenarnya mudah mencari dalang dalam kasus tersebut. "Sebenarnya simple tinggal mencari orang. Kalau polisi itu ahli di situ, mencari teroris saja yang bersembunyi bisa dapat apalagi di sini ada bukti-bukti awal," kata JK saat menutup sekolah legislatif Partai Nasdem, di Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (19/7/2019) seperti dikutip merdeka.com

JK pun yakin polisi bisa mengungkapkan tersangka dalam kasus tersebut. Sebab pihak kepolisian sudah mengetahui latar belakang, tinggal mencari siapa tersangka dalam kasus tersebut.

"Ya tentu polisi punya kemampuan untuk mengungkap," lanjut JK.

Hal senada diucapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo optimis tim tersebut mampu merampungkan kasus tersebut dalam tiga bulan.

Meskipun tim teknis tersebut berjalan selama enam bulan, pihaknya optimis akan merampungkannya dalam waktu tiga bulan. Waktu tersebut merupakan instruksi dari Presiden Joko Widodo.

"Sprin tim ini enam bulan. Kemarin ada perintah 3 bulan dari Presiden tim akan bekerja secara maksimal dan saya punya keyakinan tim ini mampu mengungkap kasus tersebut," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (31/7/2019) seperti dikutip suara.com.

Pesimisme Kasus Terungkap

Penyidik Senior KPK Novel Baswedan mempertanyakan pembentukan TGPF untuk mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap dirinya. Padahal tim ini di bentuk oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

"Saya bisa katakan pesimis lah ini tim akan bekerja benar," kata Novel usai acara bedah Novel, Teror Mata Abdi Astina di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu 26 Januari 2019 seperti dikutip viva.com.

Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais turut berkomentar soal permintaan Presiden Joko Widodo yang ingin kasus teror terhadap Novel Baswedan tuntas dalam waktu 3 bulan. Target ini diberikan kepada tim teknis Polri yang dibentuk untuk menindaklanjuti temuan TGPF.

"Pak Jokowi mengatakan jangan 6 bulan, 3 bulan harus tuntas. Padahal nggak akan tuntas juga. Ini kan semakin kepercayaan rakyat akan semakin tipis," imbuh Amien Rais, seperti dikutip detik.com.

Amien Rais lantas mengutip pernyataan para aktivis LSM soal sulitnya pengungkapan kasus teror terhadap Novel Baswedan.
"Kemudian teman LSM mengatakan mengapa Novel Baswedan jadi korban sulit ditemukan siapa pelakunya? Karena dalangnya ada di dalam lingkaran kekuasaan," ujarnya seperti dikutip detik.com.

Harapan KPK Usai Kasus Novel Baswedan Dibahas di Kongres AS

Source: Antara
Source: Antara
Kasus penyiraman terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan diangkat dalam paparan Amnesty International di Kongres Amerika Serikat (AS), Kamis (25/7/2019).

Staf Komunikasi dan Media Amnesty International Indonesia, Haeril Halim, mengatakan kasus penyerangan Novel Baswedan salah satu dari beberapa kasus-kasus pelanggaran HAM yang menjadi topik pembahasan pada forum "Human Rights in Southeast Asia: A Regional Outlook" di Subcommittee on Asia, the Pacific, and Nonproliferation House Foreign Affairs Committee.

KPK menyatakan pembahasan kasus Novel Baswedan di Kongres Amerika Serikat menandakan kasus sudah diketahui oleh dunia internasional. Maka itu, KPK berharap kasus ini bisa segera terungkap.

KPK berharap waktu tiga bulan yang diberikan oleh presiden bisa dimanfaatkan agar pelakunya bisa diproses. Bukan cuma pelaku lapangan yang nantinya bisa ditangkap. Melainkan juga aktor intelektual dari penyerangan tersebut.

Menurut KPK, pengungkapan kasus ini, dapat menunjukkan keseriusan pemerintah memberikan perlindungan bukan hanya kepada Novel Baswedan. Tapi juga setiap pembela hak asasi manusia, termasuk orang yang memerangi korupsi. Bisa masyarakat sipil, jurnalis atau pihak lain.

Referensi:

1, 2, 3, 4, 5

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun