(4)Peraturan Pemerintah;
(5) Peraturan Presiden;
(6) Peraturan Daerah Provinsi; dan
(7)Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Tata urutan Perundangan dijadikan pedoman untuk melakukan rujukan hukum terkait penerapan aturan di Indonesia. Aturan yang ada di bawahnya, tidak boleh melanggar prinsip-prinsip utama yangberlaku pada aturan di atasnya.
Lantas, bagaimana dengan kedudukan Peraturan Menteri yang banyak menjadi pedoman pelaksanaan bagi Organisasi, utamanya BUMN Badan Usaha Milik Negara, dalam menjalankan organisasinya? Salah satu tafsir yang banyak berkembang adalah bahwa Peraturan menteri dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya saya sebut sebagai UU No. 12/2011), secara tertulis tidak diatur dalam ketentuan Pasal ayat (1).
Namun demikian, jenis peraturan tersebut keberadaannya diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 12/2011, yang menegaskan:
"Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat."
Sayangnya memang, tidak dituliskan secara tegas adanya frasa atau nomenklatur "Peraturan Menteri", sehingga akhirnya dianalogikan bahwa Peraturan Menteri adalah di bawah Peraturan Presiden, dan di atas dari Peraturan Daerah. Walaupun ketentuan di atas tidak menyebut secara tegas jenis peraturan perundang-undangan berupa "Peraturan Menteri", namun frase "...peraturan yang ditetapkan oleh... menteri..." di atas, mencerminkan keberadaan Peraturan Menteri sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, Peraturan Menteri setelah berlakunya UU No. 12/2011 tetap diakui keberadaannya.
KASUS DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL