Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Penyintas"

26 September 2021   10:23 Diperbarui: 10 Oktober 2021   19:27 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jangan cemaskan putrimu, Sarah," Dora berbicara sendiri ketika jeep yang dikendarainya melesat di jalan raya. "Aku tahu di mana pangkalan militer itu. Putrimu akan kuasuh seperti anakku sendiri. Jangan khawatir, aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Putrimu akan kudidik sedemikian rupa sehingga tidak akan pernah berani macam-macam padaku. Ya, sedikit hidung berdarah dan gigi patah pasti akan baik untuk memperbaiki watak anakmu itu. Anak memang harus dipukuli sejak kecil supaya..."

Kata-katanya terpotong oleh suara gemuruh dari tembok di sebelah kiri jalan. Sebuah truk menjebol tembok tersebut dan langsung mengarah ke jeep yang dikendarai Dora. Perempuan itu tidak mempercayai penglihatannya. Truk tersebut adalah truk sampah yang baru saja ditinggalkannya beberapa saat lalu. Sebelum sempat menghindar, truk itu sudah menabrak jeep sampai terjungkir. Dora terpental ke udara dan mendengar suara berderak di kakinya saat mendarat di aspal jalan.

Truk tersebut mengerem dengan mendadak. Sarah melompat turun dari ruang kemudinya. Tapi dia bukan lagi perempuan yang sama seperti sebelumnya. Tak terlihat lagi simpati dan kehangatan saat dia menghampiri truk yang terguling di depannya. Wajahnya mengeras, dan itu diperparah oleh darah dari luka di kepalanya.

"Truk itu bukan tidak bisa diperbaiki," kata Sarah tanpa menoleh ke arah Dora yang masih terkapar di jalan. "Hanya membutuhkan mekanik yang lebih baik dari amatiran seperti anakmu."

Dia mengambil ransel dan senapan dari jeep, lalu berjalan kembali ke truk. Sama-sekali mengacuhkan Dora yang tengah merangkak-rangkak. Kakinya ternyata patah sehingga tidak bisa lagi berdiri.

"Jadi aku benar, bukan?" teriakan Dora terdengar serak dan histeris. "Ini adalah jaman hukum rimba. Semua orang memikirkan dirinya sendiri. Persetan dengan kemanusiaan dan ilusi-ilusi sejenisnya. Mungkin anakku tidak sepenuhnya salah. Mungkin dia memang lebih pandai menyesuaikan diri. Dia mencoba membunuhku karena memang situasinya menghendaki demikian. Dan aku melakukannya padamu karena alasan yang sama. Dan sekarang kau pun melakukannya kepadaku..."

Sarah menghentikan langkahnya. Dia menatap Dora dengan pandangan berapi-api, "Aku melakukan ini karena ulahmu sendiri. Kau sudah membuktikan dirimu tak berbeda dengan para zombie. Aku tak mungkin membiarkan dirimu satu atap dengan putriku. Kalau kau cukup gila untuk mengkhianatiku, aku tak bisa membayangkan apa yang akan kau lakukan padanya."

"Itu cuma alasanmu," bentak Dora dengan mata melotot. "Apapun yang kau katakan, tetap saja kau tak ada bedanya dengan aku jika tetap meninggalkan diriku di sini untuk dikunyah para zombie itu."

Sarah merenung sejenak sebelum akhirnya menarik nafas panjang. "Mungkin kau benar. Aku tak bisa meninggalkanmu begitu saja untuk diserang mereka hidup-hidup..."

"Kalau begitu tolonglah aku," suara Dora berubah jadi memelas. "Aku mohon!"

Tapi Sarah tidak menghampiri Dora. Dia malah merogoh ke dalam laci ranselnya, lalu mengeluarkan sebuah benda logam berbentuk bulat. Sekilas menyerupai buah nanas kecil berwarna hitam metalik, dengan semacam pemicu di bagian atasnya. Benda itu diletakkan di aspal jalan beberapa meter dari posisi Dora. "Aku yakin kau tahu cara paling baik untuk menggunakan benda ini supaya tidak disakiti mereka."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun