Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Penyintas"

26 September 2021   10:23 Diperbarui: 10 Oktober 2021   19:27 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lompat ke tumpukan sampah itu," teriak Sarah yang berlari menyusul. "Aku akan mengulur waktu."

Dora pun melompat dan mendarat dengan selamat di tumpukan sampah. Didengarnya suara botol-botol dipecahkan dalam supermarket, membuatnya bertanya-tanya bagaimana Sarah akan mengulur waktu. Lalu didengarnya pula raungan zombie yang menyerang. Saat dia berpikir Sarah sudah gagal, tiba-tiba dilihatnya perempuan itu menyusul melompat keluar jendela.

Dan suara ledakan dahsyat terdengar dari dalam supermarket, disusul bola api bergulung keluar dari jendela yang sama.

"Ayo cepat," Saras membantu Dora turun dari truk sampah dan bergegas menuju ke jeep di sebelahnya. "Aku baru menyalakan semua minuman beralkohol dan bahan kimia di supermarket itu. Kita punya cukup waktu sebelum mereka menyadari kita ada di belakang sini. Dengan sedikit keberuntungan kita sudah jauh dari sini sebelum....ARGH!"

Sarah roboh sambil memegangi kepalanya. Dora diam-diam telah mengambil sebuah botol kaca dari tumpukan sampah dan menggunakannya untuk memukul kepala Sarah. Begitu Sarah terkapar dengan kepala berdarah, Dora segera merampas senapan maupun tas ranselnya. Ketika Sarah berusaha bangkit, Dora menodongkan senapannya.

"Maafkan aku," kata Dora bersungguh-sungguh. "Ada satu hal yang tidak kuceritakan tadi. Beberapa orang yang kubilang bersamaku tinggal di basemen, mereka bukanlah orang asing. Mereka keluargaku. Anakku, suamiku, dan adik-adikku. Dan keparat yang mau meracuni kami semua adalah anakku sendiri. Kau percaya itu? Anakku sendiri mau membunuhku!"

Meski ditodong, Sarah berusaha bangkit. Tapi sayang, kepalanya masih terasa pusing dan sakitnya bukan main. Dia kembali roboh sambil mengerang. Lebih karena marah daripada kesakitan. Dora melemparkan ranselnya ke dalam jeep.

"Kau tahu," perempuan itu terus berbicara. "Dulu aku selalu heran kalau menonton berita tentang orang tua yang dibunuh anaknya sendiri. Entah gara-gara warisan atau hal sepele lainnya. Bagiku, hal seperti itu kedengarannya tidak masuk akal. Ironis sekali, bukan? Siapa sangka ternyata aku malah mengalaminya sendiri..."

Dora tertawa pahit. Kegilaan bercampur kesedihan membayang di pelupuk matanya. "Tapi selalu ada hikmah di balik semua tragedi. Begitu yang dikatakan orang-orang bijak di televisi itu, bukan? Nah, tragedi yang kualami membuatku sadar bahwa aku tidak boleh mempercayai siapapun. Di jaman kehancuran ini, tidak hanya zombie yang ingin membunuh kita. Kita pun harus saling membunuh, kalau mau bertahan hidup. Kalau anakku sendiri tidak bisa kupercayai, bagaimana aku harus mempercayai orang asing sepertimu?"

Dora melompat ke jeep dan menyalakan mesinnya. Seolah sebagai perpisahan, dia berkata, "Jangan dimakan hati, relakan dirimu menjadi mangsa. Itu berarti kau telah berkorban buat sesama. Buat aku. Yang Di Atas tentu akan memberi tempat yang layak buat jiwamu, setelah makhluk-makhluk itu memakan tubuhmu. Yah, pasti sakit sekali rasanya. Tapi patut diperjuangkan, bukan? Oiya, tak usah repot-repot memperbaiki truk itu. Mesinnya tak bisa diperbaiki. Anakku sudah mencobanya tanpa hasil."

Usai dengan semua ocehan yang pahit, ironis, dan sinis itu, Dora menginjak pedal gas dan melesat keluar parkiran. Para zombie yang mulai berkerumun di depan supermarket belum menyadari drama yang baru terjadi di pelataran belakang. Mereka baru mengetahuinya ketika jeep itu melesat ke arah gerbang dan mencoba menghentikannya. Tapi tentu saja, tulang-belulang tidak banyak berguna melawan bemper logam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun