"Jangan salahkan mereka, Emban Ayu," kata Tunggadewi menengahi. "Biar bagaimanapun, omongan soal genderuwo itu sangat membantu pemecahan kasusnya. Lagipula, bukankah kau sendiri yang membantu Emban Alit menyebarkan desas-desus adanya genderuwo?"
Emban Ayu seketika berhenti menangis. Dia menatap Tunggadewi dengan nanar. "A...apa, Gusti?"
Tunggadewi menatapnya sambil tersenyum sinis. "Ayolah, tak usah berpura-pura lagi. Kau kira aku tak tahu kalau kau ini sekutu Emban Alit? Yah, harus aku akui sandiwaramu tak kalah dengannya. Tapi seperti dia, kau pun berbuat kesalahan. Bagaimana? Mau aku beritahu di mana kesalahanmu?"
Emban Ayu tak menjawab. Ekspresi wajahnya sukar ditebak.
"Baiklah, akan kuberitahu," kata Tunggadewi. "Seperti dirimu, semua emban selalu tinggal di Keputren, terpisah dari bagian keraton lain. Apa yang terjadi di luar, kalian tak bisa segera tahu. Jadi mustahil kalau kalian tahu Wulunggeni terbunuh dini hari tadi. Dan itulah yang tercermin dari keterangan teman-temanmu di awal tadi.
"Emban Alot bilang beringin itu ditebang agar 'tak ada korban lagi selain Sekarwani dan Emban Alit'. Sementara Emban Amben bilang tak bisa tidur kalau ada lagi yang mati selain Sekarwani. Artinya mereka tidak tahu ada korban lain, yaitu Wulunggeni. Tapi waktu giliranmu, kau bilang peristiwa ini memakan tiga korban. Berarti kau sudah tahu kalau ada korban ketiga. Bagaimana bisa, Emban Ayu?"
Semua mata seketika memandang Emban Ayu. Tapi tetap saja emban itu ada diam. Hanya tubuhnya semakin menegang.
Seolah acuh saja, Tunggadewi terus melanjutkan, "Hanya satu penjelasannya. Emban Alit yang memberi tahu. Dan tak mungkin dia melakukannya jika kau bukan sekutunya. Sebenarnya itu juga sudah  terendus dari keterangan dua temanmu.
"Menurut Emban Amben, kau mengaku sering diganggu gendruwo. Sementara menurut Emban Alot, justru Emban Alit yang cerita seperti itu. Sekilas membingungkan. Tapi wajar kalau kalian bekerja sama menyebarkan desas-desus. Kurasa tujuannya agar kedua temanmu tak berani mendekati pohon itu. Biar kalian berdua leluasa memanjatnya untuk mengamati bangsal pusaka - sebelum menyelinap ke sana."
Mendengar paparan Tunggadewi, Emban Alot yang memeluk Emban Ayu jadi berubah sikap. Dia melepas pelukannya. Matanya yang lembut berubah garang. Sementara Emban Ayu tiba-tiba berteriak marah. Dan sedetik kemudian dia melompat dan menerjang Tunggadewi.
Namun sebelum hal terburuk terjadi, Emban Alot sudah bertindak. Dia memukul Emban Ayu telak di rahangnya. Kepalan tangan kirinya yang besar berotot itu membuat Emban Alit terjengkang ke belakang dan tak bangun-bangun lagi.