Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Teka-teki untuk Tunggadewi

29 Agustus 2021   10:21 Diperbarui: 11 September 2021   21:52 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diolah dari Pixabay/Ilustrasi pribadi

Ratu yang sudah paruh baya itu menyeringai jahil. "Aku suka panjat-panjatan sejak kecil. Memang bukan kegiatan yang biasa buat perempuan. Tapi bukankah aku memang perempuan luar-biasa?"

Ranutama tidak tahu harus berkata.

"Aku tadi memanjat beringin itu," kata Tunggadewi. "Dugaanku benar. Si pembunuh menggunakannya untuk masuk ke bangsal. Tambang ini buktinya. Kutemukan tergulung di salah satu cabang. Dengan mengikatnya di sana, si pembunuh bisa turun-naik ke seberang. Rupanya dia tak sempat menyembunyikan. Atau mengira tak ada yang bakal menemukannya."

Patih Ranutama mengangguk-angguk. "Sepertinya itulah yang terjadi, Gusti. Tapi bagaimana si pembunuh masuk ke Keputren tanpa ketahuan? Tempat ini juga dijaga. Mustahil ada orang luar bisa masuk."

Mata Tunggadewi berkilat-kilat ketika menjawab, "Buat orang luar memang mustahil. Tapi tidak buat orang dalam. Ya, aku yakin pembunuh itu salah satu penghuni Keputren. Salah satu emban itu adalah pembunuh yang kita cari."

Sang Patih terbelalak.

"Dugaanku, Wulunggeni mengetahui dan mengabarkan itu pada Sekarwani. Mereka berhasil memergoki pembunuh itu turun ke bangsal pusaka. Wulunggeni minta Sekarwani menunggu, sementara dia membuntuti. Itu menjelaskan kenapa pengawal bangsal pusaka tak melihat Wulunggeni masuk. Sayang, dia ketahuan dan dibunuh. Saat si pembunuh kembali, Sekarwani coba meringkus. Tapi dia pun gagal."

"Jagad Dewa Batara," desah Ranutama. "Dan Emban Alit mendengar keributan mereka. Untung dia menjerit. Si pembunuh jadi buru-buru, hingga gagal memastikan emban itu mati atau tidak."

Tunggadewi mau bilang sesuatu, tapi tak jadi ketika melihat Emban Ayu lari menemui mereka. Dengan tegang, emban itu berkata, "Gusti Ratu, Emban Amit sudah teringat siapa yang membunuh Nimas Sekarwani. Tapi dia baru berani buka mulut kalau di depan Gusti Ratu...."

Tunggadewi segera kembali ke dalam, diiringi Emban Ayu dan Patih Ranutama. Para emban lain masih berkumpul di serambi, menanti dengan cemas. Termasuk Emban Alit. Dia buru-buru menyembah sebelum memberi kesaksian.

"Gusti Ratu, tadi hamba tak bisa mengingat seutuhnya. Baru belakangan hamba tahu kenapa. Batin hamba sulit mempercayainya. Karena pembunuh itu teman hamba sendiri. Ya, Gusti Ratu. Si pembunuh adalah salah satu emban..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun