Ratu yang sudah paruh baya itu menyeringai jahil. "Aku suka panjat-panjatan sejak kecil. Memang bukan kegiatan yang biasa buat perempuan. Tapi bukankah aku memang perempuan luar-biasa?"
Ranutama tidak tahu harus berkata.
"Aku tadi memanjat beringin itu," kata Tunggadewi. "Dugaanku benar. Si pembunuh menggunakannya untuk masuk ke bangsal. Tambang ini buktinya. Kutemukan tergulung di salah satu cabang. Dengan mengikatnya di sana, si pembunuh bisa turun-naik ke seberang. Rupanya dia tak sempat menyembunyikan. Atau mengira tak ada yang bakal menemukannya."
Patih Ranutama mengangguk-angguk. "Sepertinya itulah yang terjadi, Gusti. Tapi bagaimana si pembunuh masuk ke Keputren tanpa ketahuan? Tempat ini juga dijaga. Mustahil ada orang luar bisa masuk."
Mata Tunggadewi berkilat-kilat ketika menjawab, "Buat orang luar memang mustahil. Tapi tidak buat orang dalam. Ya, aku yakin pembunuh itu salah satu penghuni Keputren. Salah satu emban itu adalah pembunuh yang kita cari."
Sang Patih terbelalak.
"Dugaanku, Wulunggeni mengetahui dan mengabarkan itu pada Sekarwani. Mereka berhasil memergoki pembunuh itu turun ke bangsal pusaka. Wulunggeni minta Sekarwani menunggu, sementara dia membuntuti. Itu menjelaskan kenapa pengawal bangsal pusaka tak melihat Wulunggeni masuk. Sayang, dia ketahuan dan dibunuh. Saat si pembunuh kembali, Sekarwani coba meringkus. Tapi dia pun gagal."
"Jagad Dewa Batara," desah Ranutama. "Dan Emban Alit mendengar keributan mereka. Untung dia menjerit. Si pembunuh jadi buru-buru, hingga gagal memastikan emban itu mati atau tidak."
Tunggadewi mau bilang sesuatu, tapi tak jadi ketika melihat Emban Ayu lari menemui mereka. Dengan tegang, emban itu berkata, "Gusti Ratu, Emban Amit sudah teringat siapa yang membunuh Nimas Sekarwani. Tapi dia baru berani buka mulut kalau di depan Gusti Ratu...."
Tunggadewi segera kembali ke dalam, diiringi Emban Ayu dan Patih Ranutama. Para emban lain masih berkumpul di serambi, menanti dengan cemas. Termasuk Emban Alit. Dia buru-buru menyembah sebelum memberi kesaksian.
"Gusti Ratu, tadi hamba tak bisa mengingat seutuhnya. Baru belakangan hamba tahu kenapa. Batin hamba sulit mempercayainya. Karena pembunuh itu teman hamba sendiri. Ya, Gusti Ratu. Si pembunuh adalah salah satu emban..."