Sambil meringis bangga pada Tunggadewi, Emban Alot berkata, "Gusti Ratu masih sangsi kalau hamba bisa menebang pohon beringin itu seorang diri?"
Emban Amben mengusap dadanya. "Pantas dari tadi dia tak bicara apa-apa soal genderuwo, dan malah marah saat Dimas Alot barusan bicara soal itu. Padahal sebelumnya dia sendiri yang ngomong terus."
Tunggadewi tersenyum geli. "Begitulah. Tentu saja dia tak mau bicara soal genderuwo di depanku. Karena perhatian akan terarah ke beringin dan rencana mereka bisa terbongkar. Itu sebabnya dia gusar mendengar kalian terus bicara soal genderuwo. Semua rencana mereka gagal total gara-gara kalian terus melantur ke sana."
"Berarti jelek-jelek, kami juga berjasa ya, Gusti Ratu," kata Emban Alot sambil meringis.
"Huss, jelek kok ngajak-ngajak," tukas Emban Amben.
Tunggadewi tertawa. Patih Ranutama pun tertawa. Para penjaga pun sempat tersenyum-senyum - sebelum bersikap sempurna kembali ketika melihat kedatangan dua orang lelaki yang bergegas menghampiri Tunggadewi.
"Kami buru-buru pulang karena mendengar ancaman terhadap Ibunda," kata salah satu lelaki, yang ternyata adalah Maharaja Hayam Wuruk sendiri. "Ibunda tidak apa-apa, bukan?"
Tunggadewi menatap putranya yang nampak rukun dengan lelaki tinggi besar di sebelahnya, yang tak lain dari Gajah Mada. Mantan Mahapatih ini memperhatikan sekeliling dengan cermat. Mulai dari Emban Ayu yang terkapar, penjaga yang bersiaga, Patih Ranutama dan para emban yang menyembah, sampai ke Tunggadewi yang berdiri penuh wibawa.
Melihat semua itu, Gajah Mada hanya tersenyum dan berkata, "Apapun yang baru terjadi, sepertinya Tungga...eh, Gusti Ratu baik-baik saja. Bukankah demikian, Gusti?"
Sambil mengedipkan mata, Tunggadewi menjawab, "Tak pernah lebih baik dari sekarang."
......