Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gajah Mada Yudha

22 Juli 2021   10:51 Diperbarui: 7 Agustus 2021   09:38 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diolah dari Pinterest

"Aku menyayangimu lebih dari nyawaku sendiri," sahut Gajah Mada - hampir-hampir tanpa menyadarinya.

"Kalau begitu berikan keris itu padaku," sambar Hayam Wuruk tegas.

Gajah Mada ragu sejenak. Nalurinya mengatakan itu bukan gagasan yang baik. Namun keinginan untuk membuktikan ucapannya mengalahkan segala pertimbangan. Dia pun menyerahkan kerisnya pada Hayam Wuruk - yang kemudian mengacungkannya tinggi-tinggi, seolah memegang panji yang keramat. Sang Maharaja mengamati senjata itu dengan seksama sebelum berkata, "Ingat saat kau mengajariku dulu tentang bagian-bagian tubuh yang paling tepat untuk ditikam dengan keris?"

Gajah Mada tersentak mendengarnya. Tapi sebelum dia sempat bereaksi, Hayam Wuruk sudah bertindak cepat. Dia menusuk ayahnya dengan keris tersebut. Mantan Mahapatih itu hanya bisa menatap nanar. Sudah terlambat untuk melakukan apapun. Ketika akhirnya roboh perlahan, terdengar bisikan keluar dari mulutnya.

"Maafkan aku, Anakku...."

....

Catatan: penggunaan bom mesiu dalam cerita ini hanya imajinasi belaka. Meski pasukan Mongol memang sudah menggunakannya saat menyerang Jepang di tahun 1281, tidak ada catatan penggunaannya saat mereka menyerbu ke tanah Jawa sekitar tahun 1293.


Bahan pembuatan mesiu sendiri sebenarnya sudah berabad-abad digunakan di Jawa sebagai ramuan obat tradisional dan bumbu daging olahan. Sampai sekarang masih bisa didapatkan di pasar-pasar tradisional. Dengan alasan keamanan, penulis tidak bisa menyebutkan nama bahan-bahan itu.


Dalam kasus penyanderaan, dikenal apa yang disebut Stockholm Syndrome. Ini sebutan untuk gejala psikologis di mana sandera menjadi bersimpati pada penyanderanya. Sindrom ini dinamai berdasarkan kejadian perampokan Sveriges Kreditbank di Stockholm pada tahun 1973. Ketika para korban mau dibebaskan, mereka malah bersimpati kepada penyandera, bahkan membela mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun