Nampak terkesan sekali dengan paparan Hayam Wuruk, Senopati Angkrang pun berkata, "Gusti Prabu benar-benar sangat cendekia. Ya, hamba yang mengatur semua jebakan ini. Semua yang Gusti katakan benar, kecuali satu. Hamba tak perlu menipu utusan itu, karena dia juga kaki tangan hamba - seperti mereka!"
Senopati Angkrang mengacungkan tangan tinggi-tinggi. Dan segera bermunculan ribuan sosok dari dalam hutan. Mereka berbaju hitam-hitam seperti gerombolan penyamun, tapi bersenjata lengkap. Dari golok di pinggang sampai busur di punggung. Semua menatap nyalang pada Sang Maharaja.
Hayam Wuruk menggelengkan kepala. Dia lebih sedih daripada takut. "Kau mungkin bisa membunuhku, Paman. Hanya bagaimana caramu merebut tahta? Gerombolanmu ini mungkin terlihat seperti iblis kesiangan. Tapi kurasa kau sendiri tahu mereka tak cukup untuk menggempur Majapahit."
Senopati Angkrang tidak menjawab. Dia tersenyum sekali lagi. Tapi kali ini tanpa rasa hormat. Yang ada hanya keculasan dan kelicikan. Saat itu Hayam Wuruk menyadari sesuatu yang membuatnya tercekam.
Apapun rencana Senopati Angkrang, sepertinya akan jauh lebih licik dari yang pernah dilakukan Ra Kuti.
......
Catatan: kisah ini hanya fiksi semata dan tidak mengacu pada referensi sejarah manapun. Merupakan sekuel dari cerpen sebelumnya yang berjudul 'Smaradahana Sang Gajah Mada'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H