Senopati Angkrang buru-buru menghentikan rombongan prajurit berkuda yang dipimpinnya. Dia tatap hutan yang membentang di hadapan mereka. Sorot matanya menyelidik. Seperti was-was.
"Ada apa, Paman?" tanya lelaki muda yang berkuda di sebelahnya. Meski mengenakan pakaian jelata seperti lainnya, tetap terlihat adanya wibawa yang menonjol. Mengesankan dirinya bukanlah pemuda sembarangan.
Sang Senopati ragu sejenak sebelum menjawab, "Mungkin hamba saja yang terlalu khawatir, Gusti Prabu. Tapi seperti ada yang berteriak di batin hamba saat melihat hutan ini, menyuruh hamba berhati-hati."
Pemuda tersebut ikut memperhatikan hutan di depan mereka. Itu hutan biasa. Tidak terlalu lebat, bisa dilewati dengan mudah. Memang ada kabut yang bergulung menyelubungi. Namun itu wajar di daerah perbukitan seperti ini. Seharusnya tak ada alasan merasa cemas.
Tapi di pihak lain, Senopati Angkrang adalah prajurit berpengalaman. Nyaris separuh hidupnya ditempa di medan perang. Nalurinya terasah dengan baik. Itulah alasan dia dipilih sebagai panglima pasukan pengawal raja - yang dikenal sebagai pasukan Bhayangkara.
Lelaki muda itu menengadah, memandang matahari yang masih setengah jalan, lalu kembali bertanya, "Menurut paman, apa yang sebaiknya kita lakukan?"
"Hamba minta izin mengirim sepertiga prajurit untuk memeriksa hutan itu sebelum melanjutkan perjalanan," ujar Senopati Angkrang. "Sementara sisanya akan membentuk barisan pertahanan."
Lelaki muda itu segera memberikan persetujuan. Dan seratus prajurit Bhayangkara bergerak dengan sigap. Tiga puluh di antaranya memacu kuda mereka ke dalam hutan. Sisanya membentuk lingkaran mengelilingi si lelaki muda. Semua sadar keselamatannya lebih penting dari nyawa mereka.
Karena lelaki muda itu adalah Prabu Hayam Wuruk, Sang Maharaja kerajaan Majapahit.
Setelah pengakuan ibundanya, Tunggadewi, bahwa Gajah Mada adalah ayah kandungnya, Hayam Wuruk mengerahkan telik sandi mencari keberadaan mantan Mahapatih itu. Bukan semata karena ingin berbicara dengannya, tapi juga demi ibunda - yang jatuh sakit setelah kepergian Gajah Mada.