Menghisap sebatang lisong / melihat Indonesia Raya / mendengar 130 juta rakyat / dan di langit / dua tiga cukong mengangkang / berak di atas kepala mereka
Bukan berarti sajak-sajak Rendra melulu berbau unjuk rasa dan kritik sosial. Berbeda dengan Iwan Fals saat masih gondrong - yang konon harus dibujuk agar mau membuat lirik bertema cinta, Rendra sama-sekali tidak alergi.Â
Cukup banyak sajaknya yang bertema kasmaran, atau bercerita tentang hubungan lelaki dan perempuan. Kutipan bait terakhir dari sajak Surat Cinta ini bisa memberi gambaran.
Kutulis surat ini / kala hujan gerimis / kerna langit / gadis manja dan manis / menangis minta mainan / dua anak lelaki nakal / bersenda gurau dalam selokan / dan langit iri melihatnya / wahai, Dik Narti / kuingin dikau / menjadi ibu anak-anakku!
Dari sekian banyak buku kumpulan puisi Rendra, ada dua yang sering saya baca. Yaitu Blues Untuk Bonnie dan Balada Orang-Orang Tercinta. Alasannya sederhana saja. Tidak perlu mengernyit untuk memahami sajak-sajak di dalamnya. Malah sering dibuat melotot. Terpana. Tak sedikit yang dikemas seperti cerita. Dengan diksi menggelitik, cerita menarik, dan akhir yang dramatik. Temanya beragam, dari yang berbau humor sampai benar-benar horor.
Kabar buruknya, dua kumpulan puisi tersebut juga yang menyebabkan saya menulis judul di atas. Kedua buku itu sebaiknya (jangan) dibaca. Maksudnya, saya menyarankan untuk berhati-hati sebelum membaca. Terutama, dan utamanya, Blues Untuk Bonnie.Â
Dua sajak yang termaktub di dalamnya, Nyanyian Angsa dan Khotbah, mungkin bisa menyinggung perasaan karena menggunakan imaji-imaji berbau keyakinan.Â
Sementara dua lagi, Kepada MG dan Nyanyian Duniawi, mungkin bisa membuat sebagian orang jengah karena berisi perenungan si 'aku' tentang wanita-wanita yang bersebadan dengannya. Dan satu lagi, saya tidak tahu apa kira-kira apa reaksi netizen jaman sekarang, kalau judulnya saja sudah Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta.
Untuk sajak-sajak lain dalam buku tersebut menurut saya relatif 'aman'. Sajak Blues Untuk Bonnie sendiri dengan lincah menggambarkan suasana kelab malam di Amerika.Â
Sajak-sajak yang terangkum di dalamnya memang semacam catatan semasa Rendra melakukan studi di Amerika, sekitar tahun 50-an. Berikut ini cuplikannya.
Georgia. Lumpur yang lekat di sepatu.Â