Grita menyatakan bahwa pengembangan PLTP bukanlah hal yang mudah. Proses ini menggabungkan sektor pertambangan dengan sektor energi, sehingga memiliki tingkat risiko yang tinggi.
Risiko terbesar adalah dampak lingkungan, mulai dari potensi pelepasan gas beracun hingga tingginya kebutuhan air. Selain itu, terdapat juga tantangan mitigasi bencana karena PLTP sering berada di jalur gunung berapi.
Fenomena ini menyebabkan perkembangan PLTP di Indonesia kurang menggembirakan, dengan beberapa target yang ditetapkan pemerintah belum tercapai dengan maksimal.
Lebih jauh Grita berkata"Menurut saya, jika pemerintah benar-benar serius mengembangkan PLTP untuk mempercepat transisi energi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah kajian mendalam atau mendorong riset lebih lanjut," ujarnya pada Kamis (21/11/2024). "Jangan sampai pengembangan panas bumi justru memberikan dampak negatif yang lebih besar terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati."
Pemerintah dapat belajar dari Kawah Kamojang, yang menjadi saksi upaya pencarian energi terbarukan oleh Hindia Belanda selama 20 tahun, dengan pendekatan riset dan pendanaan yang serius. Saat ini, pemerintah menargetkan PLTP mencapai kapasitas 10,5 GW pada tahun 2035, meskipun pemanfaatannya baru mencapai sekitar 10% dari potensi panas bumi yang ada, yaitu sekitar 2,4 GW dari total potensi 24 GW.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia menghadapi beberapa kendala yang dapat mempengaruhi pengembangannya. Berikut adalah beberapa kendala utama yang dihadapi oleh PLTP di Indonesia:
1. Investasi Awal yang Tinggi
- Biaya pembangunan yang besar: Pembangunan PLTP memerlukan investasi yang sangat besar, terutama dalam tahap eksplorasi dan pengeboran untuk menemukan sumber panas bumi yang tepat. Biaya pengeboran yang tinggi untuk memastikan keberadaan cadangan geotermal yang ekonomis menjadi hambatan utama.
- Risiko finansial: Karena proses eksplorasi membutuhkan waktu dan biaya yang besar dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi, hal ini membuat banyak investor enggan untuk berinvestasi, terutama jika dibandingkan dengan sumber energi lain yang mungkin lebih cepat dan murah untuk dikembangkan.
2. Kesulitan dalam Eksplorasi dan Pengeboran
- Lokasi sumber geotermal yang tersebar: Sumber panas bumi sering kali terletak di area yang sulit dijangkau, seperti daerah pegunungan atau wilayah dengan infrastruktur terbatas, sehingga membutuhkan biaya ekstra untuk pembangunan akses jalan dan fasilitas lainnya.
- Proses pengeboran yang kompleks: Proses pengeboran untuk menemukan sumber panas bumi yang cukup besar dan ekonomis memerlukan teknologi yang canggih dan keahlian khusus. Pengeboran ini juga berisiko karena adanya kemungkinan sumur geotermal tidak dapat menghasilkan energi sesuai harapan.
3. Dampak Lingkungan dan Sosial
- Dampak terhadap lingkungan sekitar: Meskipun panas bumi dianggap ramah lingkungan, beberapa aktivitas geotermal seperti pengeboran dan pengelolaan sumber panas dapat menyebabkan dampak negatif, seperti perubahan aliran air, kerusakan ekosistem lokal, atau emisi gas rumah kaca tertentu dari sumur geotermal.
- Masalah sosial dengan masyarakat lokal: Kadang-kadang, pengembangan PLTP dapat berbenturan dengan kepentingan masyarakat setempat, seperti hak atas tanah, akses sumber daya alam, atau masalah dengan pemindahan penduduk. Penyelesaian masalah sosial ini sering kali memerlukan dialog dan kesepakatan antara pengembang dan masyarakat.
4. Regulasi dan Kebijakan Pemerintah
- Keterbatasan insentif dan kebijakan yang mendukung: Meskipun ada potensi besar, perkembangan sektor geotermal terkadang terhambat oleh kurangnya kebijakan atau insentif yang cukup dari pemerintah untuk mendorong investasi di sektor ini. Hal ini termasuk masalah dalam perizinan yang kompleks dan proses administrasi yang memakan waktu.
- Tarif yang tidak menarik bagi investor: Harga listrik dari PLTP sering kali lebih tinggi dibandingkan dengan energi fosil atau pembangkit listrik lainnya, sehingga tidak selalu menarik bagi pengembang atau investor yang ingin mencari keuntungan yang lebih cepat dan lebih besar.
5. Teknologi dan Infrastruktur
- Keterbatasan teknologi: Meskipun Indonesia memiliki potensi geotermal yang besar, teknologi yang digunakan untuk eksplorasi dan pemanfaatan panas bumi di beberapa daerah masih terbatas. Inovasi dalam teknologi pengeboran dan pembangkitan energi geotermal dapat mempercepat pengembangan, tetapi terkadang teknologi yang lebih canggih masih memerlukan biaya yang tinggi.
- Keterbatasan jaringan transmisi: Daerah-daerah yang memiliki potensi geotermal besar sering kali terletak jauh dari pusat-pusat konsumsi energi. Pembangunan jaringan transmisi yang memadai untuk mendistribusikan listrik ke daerah-daerah tersebut menjadi tantangan tersendiri.