Mohon tunggu...
LOMBOKios
LOMBOKios Mohon Tunggu... Jurnalis - menjual ide, mencari pahala.

pingin masuk syurga bi ghairi hisab.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Universitas Hamzanwadi Asaku- Cuplikan KAT Lombok#2

10 Oktober 2016   22:42 Diperbarui: 14 Oktober 2016   17:27 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak dari kejadian itu, Laju bukan Laju yang semangat menggunakan pakain putih Abu-abu. Laju lemah mencari hikmah. Laju terperangkap dalam musibah. Laju galau terpacu maju. Laju bimbang tak lagi berfikir matang. Antih sang khaddam ikut pula bingung.

Maklum dia belum di training. Masih dengan jiwa lugunya,seperti semasa pihaknya belum transit ke alam ghaib. Antih juga pada posisinya sedang membaca siapa Laju yang sedang galau tentang jati dirinya.

“Ayah. Siapa Ayahku?

“Ibu. Siapa Ibu?. Pikirannya menerawang menjelajahi angkasa.

Sehabis dari rental Warnet, Laju bingung mau kemana. Lajuteringat pemuda misterius itu. Namun ingatannya sirna karena fokus dengan masalah.

“Ya Allah, dimana hamba tidur malam ini.”gumamnya sendiri. Laju ingat Masjid. Tapi mungkinkah dalam keadaan seksi seperti ini,”pikirnyalagi.

“Ah…Allah maha mengerti,”Laju Optimis.  

Laju berjalan lagi. Waktu sudah menunjukkan jam 10 malam.Pancor sudah mulai sepi. Toko dan ruko ditatapnya satu-satu.

“Apa iya, aku berjalan di pinggir jalan,”renungnya.

Khawatir dicurigai orang, Laju kemudian memasuki komplek Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pancor,sebuah perguruan yang dikenalnya sebagai warisan pahlawan Indonesia yang terlupakan. Ulamaq yang dikenalnya mampu merestorasi peradaban Lombok yang pernah dikunjungi para penjajah. Hingga tahap demi tahap warga Lombok mampu keluar dari belenggu pembodohan. Harapan Laju memasuki komplek Yayasan yang didirikan Maulanasyaikh TGKH. Zainudin Abdul Majid ; hanya satu, yaitu agar orang-orang mengira bahwa Ia adalah Santri. Padahal Ia sedang berpakaian seksi. 

Dalam perjalanannya, Laju mendengar dendang musik dari para mahasiswa Program Studi Seni Drama,Tari & Musik STKIP Hamzanwadi Pancor, yang aktif berlatih setiap malam. Mendengar lagu itu, Laju teringat bakatnya dan terakhir Ia mendendangkan tentang Ayah dibendungan Pandan Dure.

Ingin rasanya Ia masuk bergabung disana, berteriak melepas galau merindukan Ayah, melagukan yang terbaik untukmu, namun keinginannya terhalang dengan prasangka siapapun yang melihatnya. Apalagi malam itu, seharusnya perempuan sepertinya bukan di jalanan. Keinginannya dipendam, padahal sejak Program Studi terbaru pra STKIP Hamzanwadi menjadi Universitas Hamzanwadi terbentuk, Laju sudah menanam asa untuk melanjutkan studinya disana. Namun kembali Ia mengubur mimpi. Untuk menyelesaikan sekolahnya saja, Laju dalam bimbang., siapa yang akan membiayai?

“Ya Allah, jangan biarkan cita-citaku kandas.”doanya.

Antih yang sudah merasakan Laju mulai berfikir putus asa kemudian segera memasuki relung asanya. Bahwa Allah bersamanya. Dibalik ujian pasti ada hikmahnya. Masalah hanyalah proses pendewasaan diri. Selama mampu menjaga diri dan lima waktu, galau segalau-galaunya akan sirna.   Antih kemudian menyadarkan Laju, kemana seharusnya malam itu. Antih penghuni alam ghaib, memulai dengan bisikan terkait cita-citanya yang ingin masuk ke Universitas Hamzanwadi, menjadi Mahasiswa pertama.

Karena diyakininya, ikhtiar tokoh penerus, pengurus Yayasan, dosen, para murid, abituren, pencinta dan masyarakat guna melanjutkan cita-cita Maulana Syaihk yang disebutnya sebagai pahlawan Indonesia, menuju universitas akan selesai di tahun itu.  Terasa semakin membangun rasa bangga untuk Pancor khususnya dan Lombok Timur umumnya sebagai daerah kelahirannya.

 “Ya, Allah, dimana Aku tidur malam ini.”gumannya kembali.  

 Tersadar bahwa pakainnya tak layak disebut Santri, dengan sangka orang-orang yang melihatnya pasti curiga, Laju kemudian berhenti. Inisiatifnya muncul untuk ke mushalla al-Abror.

 “Siapa tau disana ada mukena.”pikirnya.

 Tiba disana, Laju mendengar indahnya surat Yasin dari makam pendiri Nahdlatul Whatan. Laju kemudian mengintip, mendengarkan dan meresapi indahnya kalimat suci itu sedalam-dalamnya. Sampai pada “Innama Amruhu Iza…..” Laju tersadar tapi khawatir pihaknya dimarahi. Laju berlari. Suara kakinya di dengar oleh salah satu santri. Santri itupun mengejarnya dan akhirnya Laju berhenti.

“Maaf mbak, mengapa mbak berlari,”tanya Santri itu.

“Enggih, Saya malu,”jawab Laju.

“Kenapa malu?. Oya sepertinya Saya pernah melihat mba’. Sidekan perwakilan OSIS yang sering diutus untuk kegiatan sekolahnya kan?. Kok malam-malam gini disini?.

“Benar. Side juga OSIS ya?. Maaf, tadi Saya berlari karena Sayamalu dengan pakaian Saya.

“Iya…iya. Saya paham. Kalau boleh kenalan, nama Saya Husnul.Tinggal di Pantai Asuhan. Jika berkenan mari kesana,”tawar Husnul.

Tanpa pikir panjang. Laju, Husnul dan dua orang temannya melangkah ke panti Asuhan. Tempat tinggal Husnul dan sahabat senasib yang disediakan Yayasan pahlawan itu. Panti Asuhan Darul Aitam, itulah nama panti tempat Laju kini bermalam ditengah galau yang mendera. Sebuah panti yang merupakan satu kesatuan dari peninggalan Maulana Syaihk.  Laju yang diajak kesana merasa minder. Perasaan bersalahnya yang menyangka bahwa para santri cuek dengan para seksi ternyata salah. Di Pantai asuhan itu, pikirannya yang memang sering dewasa, benar-benar bersyukur.

 “Santri-santri disini baik ya?

 “Alhamdulillah Yunda, kami disini dari berbagai daerah, tapisudah merasa saudara.”jawab Husnul.

 Karena sudah malam, dan Husnul paham melihat fisik Laju.Husnul kemudian mempersilahkan Laju istirahat dan nginap di kamarnya. Namun,sayang, Laju tak bisa tertidur.  

“Enggak bisa tidur kak?’

“Iyya, bisa kita diluar. Mau lihat semutar Panti.”

“Oya, bisa kak.” Jwab Husnul.

Laju kemudian diberikan lembaran terkait profil Panti Asuhan. Sambil membaca, pikirannya menerawang jauh terkait perjuangan, inisiatif danpengembangan Panti yang sudah mengasuh dan menghantarkan ribuan generasi daritahun ke tahun.Panti yang didirikan pada tanggal 17 Oktober 1961 dan berkedudukan di kota kelahirannya, Pancor, Kelurahan Pancor, Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Panti ini berdasarkan sejarahnya dari berbagai sumber, dipeloporioleh salah seorang sesepuh  MasyarakatDesa Pancor bernama  H. M. Zainuri. Oleh perintisnya, Panti ini kemudian dihibbahkan pada tahun 1963 untuk dibina al-Magfurullah Bapak Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid. Setelah bernaung dibawah Organisai Nahdlatul Wathan  ( NW ) Panti Asuhan ini berkembang dengan pesat, karena anak asuhnya bukan saja berasal dari Desa  Pancor namun  dari  berbagai anak  cabang NW se Provinsi  Nusa Tenggara Barat.

Setelah melihat perkembangan Panti Asuhan yang diberi nama PADarul Aitam NW Pancor yang begitu pesat, maka pada tanggal 24 September 1966 Bupati Lombok Timur yang saat itu di jabat oleh  H. Lalu Muslihin menyerahkan sebidang tanahyang berlokasi di Jalan Pahlawan Pancor Selong Lombok Timur. Luas tanah tersebut sekitar satu hektar. Pada tahun 1967 oleh pendiri NWDI, NBDI al-Magfurullah Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid memulaikan Pembangunan Gedung Asrama Panti dengan jumlah pertama atau saat dirintis hanya tiga lokal.

Kini Panti tersebut berkembang pesat. Seiring kepedulian para penerusnya yang istiqomh berjuang memelihara generasi yang membutuhkan pendidikan walau dengan kemampuan terbatas. Pikiran Laju terus mengembara. Mengingat nasibnya yang kini bingung dengan orangtuanya. Keberadaannya di Panti asuhan itu membuat cintanya terhadap perjuangan,  tumbuh perlahan. Terutama perjuangan NahdlatulWhatan.

Disela-sela itu, muncul pula rayuan putus asa. Mau berjuang seperti apa ditengah keapatisan yang kian mengikis iman dan taqwa para hamba yang sombong. Antih sang Khaddam yang diutus mendampingi, kasian terhadapnya,hingga Antih pun ingin membisikkan mimpi indah untuknya yang susah tidur di malam itu.   Waktu sudah menunjukkan pukul 02. 15 dini hari. Laju belum juga tertidur. Hingga pada menit ke 20, Ia mulai terlelap. Dalam lelapnya tidur, Laju bermimpi menyanyikan sebuah lagu tentang perjuangan.

Jarak satu jam kemudian, beberapa Santri terbangun untuk mendirikan shalat malam. Begitupun dengan Husnul. Sahabat baru Laju, perantara yang dititipkan Allah SWT untuknya di malam itu. Laju juga terpaksa menghentikan mimpi indahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun