Bersiap, aku menghitung dalam hati. Pada hitungan ke lima, aku melesat ke luar.
"Hei, siapa itu?! Berhenti!"
Aku berlari menembus koridor. Terasa begitu jauh, dan melelahkan. Aku tersengal, berbelok ke arah pintu belakang.
Lampu-lampu menyala. Bayi dalam dekapanku menggeliat, matanya mengerjap. Aku panik, segera membuainya dengan semua lagu yang aku tahu.
Hanya butuh beberapa detik hingga ia tertidur kembali. Syukurlah.
Aku mengintip dari balik dinding, mengawasi keadaan. Makhluk-makhluk berbaju putih yang mengejarku masih lalu-lalang. Mereka bahkan memanggil teman-temannya yang berbaju biru.
Tidak, aku harus memanjat pagar untuk bisa keluar. Tapi sulit sekali dilakukan sambil menggendong bayi.
"Jangan bergerak!" Seseorang dari arah belakang menyergapku. Makhluk berbaju hitam. Aku tahu, dia yang biasa berjaga di pintu utama.
Bayi dalam pelukanku direbut paksa oleh makhluk berbaju putih. Aku meronta, berteriak-teriak. "Lepaskan aku! Kembalikan bayiku! Kembalikan! Sini, kembalikan! Cepat!"
"Dia bukan bayimu!" Makhluk yang menjengkelkan itu membentakku begitu kasar. Aku menciut. "Bayimu sudah meninggal. Terimalah," lanjutnya pelan.
Aku terkesiap sejenak, lalu menggeleng. "Bohong! Itu bayiku! Kembalikan! Cepat kembalikan! Biarkan kami pergi dari sini!" Aku menangis sesenggukan. Meronta-ronta, terduduk di lantai.