Aku mendengus. "Mana mungkin? Sebelum bertemu dengannya, aku selalu mandi dengan sabun wangi kuburan. Apa masih ada bau daun bawangnya?"
Wortel terdiam, saling lirik dengan kentang. Aku maklumi saja, mereka cuma sayuran tanpa otak dan perasaan. Bahkan, mereka tidak akan paham jika kukatakan bahwa pemilik kaki di kios Pak Engkos itu berbeda.
Aku yakin, Kang Rinaldi bukan laki-laki sembarangan. Ini namanya firasat daun bawang.
Aku tidak pernah mendengar dia menggoda perempuan-perempuan cantik yang lewat untuk berbelanja. Berbeda sekali dengan penjual tahu di sebelah, atau tukang daging di seberang sana.
Kurasa, kali ini aku benar-benar jatuh cinta. Boleh, kan?
***
"Bagaimana jika ternyata dia tidak menyukai daun bawang?"
Aku berdecak gusar mendengar pertanyaan dari kacang panjang. Aku sudah berdandan cantik sekali pagi ini. Tidak ada yang boleh mengganggu, atau sekadar membuatku ragu. "Tenang saja, aku akan membuat Kang Adi menyukaiku."
"Kang Adi? Rinaldi?"
"Iya, aku akan memanggilnya Kang Adi. Agar berbeda dari orang lain. Dengan begitu, dia akan mengingatku."
"Kalau dia alergi daun bawang, kamu mau apa?" Sebutir kluwek di ujung rak ikut-ikutan khawatir.