Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Muson Barat #6

17 September 2018   09:56 Diperbarui: 26 September 2018   10:57 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Batu karang tempatnya biasa tafakur telah didiami seekor kura-kura besar. Aku tahu dia enggan mengganggu, lantas memilih pasir sebagai alas duduk. Memandangi lautan, seperti yang selalu dia lakukan sejak masih dalam gendongan.

Tatapannya nanar, tapi berpendar seperti mercusuar. Dia tidak peduli, rok hitam lebar itu basah oleh sapuan ombak dan buih-buih keruh kecoklatan. Pantainya tidak pernah lagi sama. Ada pemandangan baru yang tidak ia suka. Tanah-tanah uruk didatangkan dari kota sebelah demi pulau baru di utara Karagan. Sejak itu, puluhan purnama terlewati tanpa perahu nelayan mengarungi gelombang.

Aku ingat, mereka pergi sore itu ketika banyak tamu datang membawa keributan. Ada tangisan, teriakan marah, dan deru mesin raksasa. Rumah-rumah rata dengan tanah. Semua rasa tumpah di sana kecuali kebahagiaan.

Dia yang saat ini duduk di pasir adalah satu dari mereka yang menangis paling pilu. Itu juga yang ia lakukan setiap kali datang ke pantai ini tiga kali seminggu. Mengadukan keluh kesahnya pada Tuhan. Merapal doa untuk diterbangkan angin dan ditelan suara-suara alam.

Aku bisa merasakan, dia amat kesepian. Dulu, dia tidak pernah sendirian. Dia bagian dari keluarga dengan dua anak manis dan ayah ibu yang penuh cinta. Sekarang, kulihat dia hanya membawa dua teman, bayangan dan bayang-bayang.

Padahal, kebiasaannya sudah sangat aku hafal, dia datang selepas adzan Ashar. Dia akan menangis sekitar setengah jam, sambil merangkul dirinya sendiri di atas batu karang. Setelah itu, dia memainkan pasir seperti anak kecil. Membuat ceruk berisi air.

Saat semakin pasang, ia turun untuk membelai pasir basah. Membaringkan diri dengan mata terpejam. Setelah beberapa lama, ia kembali duduk, diam. Seperti menunggu sesuatu yang tak pernah datang.

Kala lembayung senja mulai merambah pelupuk cakrawala, ia melangkah pergi. Meninggalkan janji yang tak sanggup ia ingkari. Dia akan selalu kembali ke sini.

Tapi ... kurasa hari ini istimewa.

Berbeda dari biasa.

Batu karang sudah ditempati kura-kura yang enggan pergi. Gadis itu mengalah, bersimpuh di atas pasir, menengadahkan tangan, tanpa tangisan. Membisikkan doa-doa sendu di bawah balutan rintik lembut yang jatuh dan menitik serupa embun di kerudungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun