Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memahami Gonjang-ganjing Ekonomi dengan Gaya Anak SD

12 September 2018   10:38 Diperbarui: 12 September 2018   10:50 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua orang terdiam, masih mengganjal, tapi tidak menyangkal. Mereka cukup puas karena bisa memiliki uang kertas. Transaksi mudah, modern, dan setara dengan Pulau Kali.

Hari demi hari, Po dan Hon melihat peluang menjanjikan. Berdasarkan pengamatan, hanya 10 persen uang kertas yang ditukarkan ke koin emas setiap waktu. Sisanya, 90 persen tetap berada di dalam brangkas Bang Kuang.

Akhirnya, Po dan Hon berinisiatif mencetak uang lebih banyak, hingga 800.000. Dengan kalkulasi, jumlah uang kertas di kedua pulau menjadi 1.000.000. Ketika ada yang ingin menukarkan uang kertas dengan koin emas, masih ada 10%, yaitu sebesar 100.000. Dengan begitu, cadangan koin emas masih cukup memenuhi kebutuhan.

Brilian. Bermodal otak cemerlang, mereka menciptakan uang dari kekosongan. Uang sebesar 800.000 itu mereka pinjamkan kepada warga-warga Pulau Kali dan Pulau Mantan yang mulai menjadi konsumtif. Tentu saja dengan tambahan bunga pinjaman hingga mencapai 15%. Artinya, jika seseorang meminjam 1000, maka dalam setahun mereka harus mengembalikan sebesar 1150.

Perlahan tapi pasti, kemudahan itu berubah menjadi bencana. Penduduk pulau mulai merasakan harga-harga barang merangkak naik. Banyak orang pulau yang telah meminjam uang, mengalami gagal bayar. Mereka bekerja keras, tapi tidak bisa mengembalikan uang pada Bang Kuang.

Bayangkan saja, total uang yang dipinjamkan sebesar 900.000. Bila ditambah bunga 15%, akan mencapai 1.135.000. Padahal, total uang yang beredar di Pulau Kali dan Pulau Mantan hanya 1.000.000. Boom!

Ketidakseimbangan ini mengganggu tatanan sosial mereka yang sebelumnya sangat kekeluargaan, menjadi kompetitif. Kehidupan harmonis, tenggang rasa, toleransi, gotong royong, dan semua nilai yang ada di dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan kelas satu SD, semua luntur oleh tuntutan ekonomi.

Semua orang, terutama yang berhutang, bekerja keras demi mendapatkan uang. Mereka tidak lagi mau membantu orang lain tanpa biaya. Terdengarlah slogan time is money, tidak ada yang gratis, dan semacamnya. Po dan Hon hanya tertawa menikmati hasilnya. Mereka mandi uang seperti Paman Gober.

Tidak cukup puas dengan gunungan kekayaan, Po dan Hon melancarkan dua trik lanjutan. Algojo-algojo menyeramkan didatangkan untuk memaksa para penunggak membayar hutang. Caranya, dengan menyita harta benda mereka. Rumah, sawah, ternak, dengan cepat berpindah kepemilikan.

Raja Pulau Mantan, ternyata juga menjadi salah satu penunggak. Po dan Hon, datang bak malaikat dan menawarkan bantuan pinjaman tambahan untuk melancarkan usaha produktif Raja Pulau Mantan. Nelangsa, tentu saja ia tetap gagal membayar.

Tidak kuat menanggung malu, Raja Pulau Mantan menarik diri karena kehilangan wibawa. Po dan Hon semakin sejahtera. Tak hanya uang, mereka juga menguasai hampir semua properti dan kegiatan ekonomi. Bermodal kekuatan itu, Po dan Hon mulai merajai kondisi politik di kedua pulau tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun