Sepanjang pekan, wilayah Bandung Raya mengalami pemadaman listrik bergilir. Kata guru saya, lebih baik menyalakan lilin dari pada merutuki kegelapan. Tapi, saya memilih dua-duanya. Saya menyalakan lilin, dan tetap mengghibahi PLN.
Kendati demikian, saya suntuk sekaligus berterima kasih. Putusnya aliran listrik, membuat saya bernostalgia.
Pasalnya, di Balikpapan, tempat saya lahir dan bertumbuh, pemadaman listrik berperan penting dalam hubungan masyarakat. Ketika itu, orang-orang meninggalkan televisi. Mereka bergegas ganti baju agar menarik hati, keluar rumah, dan mencari teman seperti Chibi Maruko Chan. Sementara itu, di malam hari, kami tidak punya hiburan, selain main bayangan tangan.
Momen ini, lantas membuat saya lebih dekat dengan Bapak. Bercengkrama dan menanyakan banyak hal tidak masuk akal. Di selimuti cahaya lilin, saya pernah bertanya, "Kenapa uang tidak dicetak banyak-banyak saja, jadi bisa dibagi-bagikan?".
Ketika itu, Bapak kesulitan merangkai jawaban. Mencoba menjelaskan dengan istilah cadangan devisa, sektor riil, kebijakan ekonomi, dan teman-temannya. Tapi, mustahil anak kelas dua SD bisa paham.
Setelah berjuang hampir dua jam, saya baru sedikit paham ketika beliau menjawab, "Jumlah uang harus sesuai dengan jumlah barang. Kalau uang banyak, barang dagangannya sedikit, orang-orang mau beli apa?"
Sampai di situ, masalah selesai. Semua baik-baik saja dan listrik belum juga menyala. Lalu, kami tidur kepanasan karena kipas angin belum berputar.
Baru jadi problem lagi, ketika saya mulai dewasa, mencari uang sendiri, dan mengenal konsep riba.
Syukurlah, Pak A. Riawan Amin berkenan menjelaskan dengan bahasa sederhana dalam buku mungil berjudul Satanic Finance. Buku ini bersampul hitam dan sejujurnya, tidak menarik secara visual. Tapi, isinya melebihi ekspektasi. Penjelasannya sungguh rendah hati, berisi, dan mudah dimengerti.
Beliau bercerita, bagaimana pilar-pilar riba mengacaukan stabilitas perekonomian. Dengan piawai, perihal rumit tersebut mampu tersampaikan selevel dongeng untuk dipahami orang awam, bahkan anak-anak SD yang sudah belajar perkalian. Berikut ini saya tulis ulang dan modifikasi tanpa menghilangkan esensi ceritanya:
Bagaimana Gonjang-ganjing Ekonomi Bisa Terjadi?Â