Mohon tunggu...
Novi Trihadi
Novi Trihadi Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang Ketik

Mahasiswa Program Studi Sistem Informasi, Universitas Siber Asia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pancasila sebagai Sistem Filsafat

4 Agustus 2021   07:04 Diperbarui: 4 Agustus 2021   07:26 1137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Pengertian Filsafat Pancasila

Filsafat berasal dari bahasa Yunani "philein" yang berarti cinta dan "Sophia" yang berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran / pengatahuan. 

Cinta dalam hal ini mempunyai arti yang seluas-luasnya, yang dapat dikemukakan sebagai keinginan yang menggebu dan sungguh-sungguh terhadap sesuatu, sedangkan kebijaksanaan dapat diartikan sebagai kebenaran yang sejati. Dengan demikian, filsafat secara sederhana dapat diartikan sebagai keinginan yang sungguhsungguh untuk mencari kebenaran yang sejati. 

Filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan menurut Gredt dalam bukunya "elementa philosophiae", filsafat sebagai "ilmu pengetahuan yang timbul dari prinsip-prinsip mencari sebab musababnya yang terdalam".

Menurut Ruslan Abdul Gani, bahwa pancasila merupakan filsafat Negara yang lahir collective ideologie (cita-cita bersama). Dari seluruh bangsa Indonesia. 

Dikatakan sebagai filsafat, karena pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father bangsa Indonesia, kemudian dituangkan dalam suatu "system" yang tepat. Adapun menurut Notonagoro, filsafat pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu tentang hakikat pancasilB.

B. Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Secara etimologis sitilah filsafat berasal dari bahasa yunani "Philein" yang artinya cinta dan sophos yang artinya hikmah atau kebijaksanaan atau wisdom. Dalam pengertian lain, dijelaskan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, Philosophia. 

Terbentuk dalam  dua kata yaitu philos dan sophos atau philein dan sophia. Philos dapat diartikan "teman" atau "sahabat", sedang sophos berarti "kebijakan/kearifan. Sementara itu, philein adalah "mencintai" dan Sophia adalah "kebijaksanaan". Jadi, berfilsafat dapat di artikan kearifan (Antoni, 2012.1). 

Sistem filsafat merupakan hakikat dari pancasila. Pengertian dari sistem itu sendiri adalah bagian -- bagian yang saling berkaitan satu sama lain, saling bekerjasama untuk mencapai tujuan yang sama (Kaelan, 2000.154-155).

Pancasila pada hakikatnya adalah suatu sistem pengetahuan, pedoman, dasar hidup bangsa yang mengandung realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan Negara serta dijadikan sebagai dasar dari penyelesaian masalah bagi manusia.  

Sebagaimana yang disampaikan Abdulghani (1986) pancasila sebagai sistem filsafat kemudian menjelma sebagai suatu ideologi bangsa yang dijadikan pedoman hidup bagi manusia untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam pendapat lain Sebagai sebuah sistem ideologi bangsa Wibisono (1996:3) menjelaskan pancasila mempunyai tiga unsur pokok didalamnya yaitu;

  • Rasionalitas,
  • Penghayatannya
  • Kesusilaannya

Sedang Sedang menurut pendapat Kaelan (2000:164)[1] pancasila sebagai suatu system filsafat serta ideologi maka Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas yang paling utama kedudukannya adalah sebagai suatu sistem pengetahuan.

C. Pancasila sebagai Sistem dan Unsur Filsafat Bangsa Indonesia

Pancasila sebagai dasar filsafat Negara, Philosofische Gronslag dari Negara mengandung konsekuensi bahwa dalam segala hal bentuk penyelenggaraan Negara hendaknya harus sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang menyangkut hal ini seperti penetapan peraturan undang-undang  Negara, kekuasaan Negara, pemerintahan, yang menyangkut  rakyat, wawasan nusantara dan aspek lainnya.

Penjabaran filsafat terhadap Pancasila dari sisi Objek filsafat: yang pertama objek material adalah segala yang ada dan mungkin ada. Objek yang demikian ini dapat digolongkan ke dalam tiga hal, yaitu ada Tuhan, ada manusia, dan ada alam semesta. Pancasila adalah suatu yang ada, sebagai dasar negara rumusannya jelas yaitu :

  1. Ke-Tuhanan Y.M.E.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari rumusan ini maka objek yang didapat adalah: Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil. Dan dari kelima objek itu dapat dipersempit lagi ke dalam tiga saja, yaitu Tuhan, manusia dan alam semesta untuk mewakili objek satu, rakyat, dan adil, sebab hal-hal yang bersatu, rakyat dan keadilan itu berada pada alam semesta itu sendiri. Dengan demikian dari segi objek material Pancasila dapt diterima

Pancasila sebagai sistem filsafat Bangsa dan Negara Indonesia, hal ini bahwa hakikatnya Pancasila bukan hanya hasil dari pemikiran -- pemikrian bagi oleh seorang kelompok atau seseorang sebagaimana ideologi -- ideologi lain. Melainkan pancasila berkembang dari hasil nilai -- nilai adat istiadat yang muncul, nilai kebudayaan, dan unsur -- unsur religious yang terdapat di masyarakat sebelum membentuk sebuah Negara. 

Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan deologi bangsa dan negara, serta falsafah bangsa Indonesia. Abdurrahman Wahid (1991:163) menjelaskan Pancasila sebagai falsafah Negara berkedudukan sebagai kerangka berpikir yang wajib diikuti dalam proses penyusunan undang-undang dan produk hukum yang lain, dalam merumuskan kebijakan pemerintah dan dalam mengatur hubungan formal antar lembaga-lembaga dan perorangan yang hidup dalam kawasan Negara ini. 

Dengan maksud bahwa pancasila merupakan sumber hukum dasar Negara Indonesia, sehingga semua yang mengandung peraturan hukum positif Indonesia akan dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila.

D. Unsur Identitas dan Modernitas Bangsa

Secara Etimologis, istilah Pancasila menurut Muhammad Yamin berasal dari bahasa Sansekerta "panca" yang berarti lima, dan "sila" yang dapat memiliki dua arti: "syiila" yang berarti aturan tingkah laku yang dipandang baik atau normal atau penting; atau "syila" yang berarti asas, dasar, atau sendi (Suhadi, 1986).   

Dengan demikian, Pancasila secara etimologis dapat berarti "lima dasar" atau "lima aturan tingkah laku yang penting". Arti kedua (syila) lebih bersifat luas dibanding arti pertama (syiila) yang berkonotasi moral praktis dan terbatas pada masalah tingkah laku.

Sepanjang sejarah diketahui bahwa istilah "pancasila" dalam pengertian syiila telah lama ada di nusantara, jauh sebelum berdirinya Indonesia. Sedangkan pada masa Indonesia lah istilah "pancasila" dipahami dalam pengertian syila sebagaimana diimplementasikan sebagai dasar filsafat negara.

Pada masa kerajaan Budha di nusantara sekitar abad ke-8 M, istilah pancasila berarti "lima pantangan" yang tidak boleh dilakukan seseorang yakni: membunuh, mencuri, berzina, berdusta, dan meminum minuman keras atau yang memabukkan. 

Pada masa Jawa Kuno dalam kitab Negara Kertagama (1365M) terdapat istilah pancasila yang bermakna juga "lima larangan" yang ditujukan kepada Raja dan masyarakat Majapahit pada waktu itu, yaitu larangan untuk berbuat: tindak kekerasan, mencuri, dengki, berdusta, dan minuman keras.

Pada masa Jawa Kontemporer istilah pancasila berkonotasi dengan sebutan lain larangan ber-"ma-lima" yakni mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), madat (bermabuk- mabukan) dan main (berjudi). Artinya masyarakat dianjurkan untuk tidak melakukan  ma-lima.  

Semua  ajaran  moral  pancasila  dalam berbagai masa tersebut lebih banyak didasarkan atas satu rasionalitas, satu logika, dan juga pengalaman hidup anggota masyarakat bahwa jika seseorang melakukan pelanggaran terhadapnya akan terkena berbagai masalah dan yang tidak jarang akan menyebabkan petaka.

Pengertian "pancasila" dalam lintasan sejarah nusantara sebagaimana telah disebutkan menunjukkan masih sederhananya cakupan yang dimaksud, yakni sekedar mengatur bagaimana seorang individu menjalani hidup bermasyarakat, atau dimaknai sebagai aturan tingkah laku baik dan penting (sebagai "syiila"). 

Meskipun demikian hal ini sangat penting, terutama untuk menunjukkan bahwa istilah pancasila sebenarnya tidaklah merupakan hal asing dalam kehidupan masyarakat.

Pada masa sekarang, Pancasila memperoleh makna yang lebih luas menyangkut landasan untuk satu tatakenegaraan Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia juga memiliki berbagai penafsiran yang tidak seragam sebagaimana terlihat dari sepanjang sejarah tahun 1945 hingga sekarang (tahun 2021). 

Berbagai penafsiran tersebut pada hakikatnya merupakan usaha rasional dan filsafati untuk menentukan bagaimana Pancasila yang seharusnya.

Munculnya Pancasila sebagai Dasar Negara bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah melalui tahap pengusulan oleh BPUPKI, tahap perumusan juga oleh BPUPKI, dan tahap penetapan/pengesahan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 di Jakarta. Pancasila memiliki beberapa makna antara lain

  • Asas dan Dasar Negara Kebangsaan RI (Muh. Yamin, BPUPKI, 29 Mei 1945).
  • Dasar Indonesia Merdeka (Ir. Sukarno, BPUPKI, 1 Juni 1945).
  • Dasar Negara RI yang berkedaulatan rakyat (Panitia 9, BPUPKI, 22 Juni 1945).
  • Dasar Filsafat Negara RI yang berkedaulatan rakyat (PPKI, 18 Agustus 1945).
  • Dasar Penyelenggaraan Pemerintahan Negara (RIS dan UUDS, 1950--1959).
  • Dasar Filsafat Negara RI (Dekrit Presiden RI, 5 Juli 1959)

Pandangan dari Drijarkoro (1957), Muh. Yamin (1962), Roeslan Abdoelgani (1962), Soediman Kartohadiprodjo (1969), dan Notonagoro (1976), menyatakan bahwa Pancasila memenuhi syarat dikatakan sebagai sebuah Filsafat, tepatnya Filsafat Negara, karena Pancasila merupakan hasil sebuah pemikiran secara mendalam, sistematis dan komprehensif tentang dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Sunoto, 1985).

Sebagai sebuah dasar negara, maka Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia bukanlah sekedar sekumpulan ajaran moral. Pancasila merupakan sebuah sistem filsafat. Artinya, Pancasila merupakan sebuah rumusan ideal bagaimana bangun keindonesiaan yang dicita-citakan bangsa.

Pancasila merupakan sebuah identitas bagi bangsa, dan sekaligus landasan dalam menuju modernitasnya. Identitas Indonesia bukan sekedar dipertahankan tetapi selalu harus digali. Identitas harus mampu memadukan dua unsur yang kontradiktif: tradisional dan modern. 

Dalam modernitas harus dijelaskan sejauh mana unsur modern yang dapat dipribumikan dan sejauh mana unsur tradisional yang dapat dimodernkan. Identitas harus mampu mengintegrasikan berbagai warisan tradisional sekaligus mampu mendorong ke arah kemajuan dan modernisasi (Darmaputera, 1997)

  • Pembuktian Kebenaran Sila -- Sila Pancasila sebagai Filsafat Bangsa
  • Pancasila ditinjau dari Kausalitas Aristoteles dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Kausa Materialis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan materi/bahan, dalam hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri;

  • Kausa Formalis, maksudnya   sebab   yang   berhubungan   dengan   bentuknya, Pancasila   yang   ada   dalam   pembukaan   UUD   '45   memenuhi   syarat   formal (kebenaran formal)

  • Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan merumuskan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia merdeka; serta

  • Kausa Finalis.  maksudnya berhubungan  dengan  tujuannya,  yaitu  tujuan diusulkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.

Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi:

  • Tuhan, yaitu sebagai kausa prima

  • Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial;

  • Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri;

  • Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan hergotong royong;

  • Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.

  • Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat bahwa manusia sebagai warga negara, yaitu sebagai bagian persekutuan hidup yang mendudukkan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (hakikat sila pertama).  Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha 

  • Esa, pada hakikatnya bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab (hakikat sila kedua). Untuk mewujudkan suatu negara sebagai suatu organisasi hidup, manusia harus   membentuk   suatu   ikatan   sebagai   suatu   bangsa (hakikat   sila   ketiga). Terwujudnya persatuan dan kesatuan akan melahirkan rakyat sebagai suatu bangsa yang hidup dalam suatu wilayah negara tertentu. 

  • Konsekuensinya, hidup kenegaraan itu haruslah didasarkan pada nilai bahwa rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Maka itu, negara harus bersifat demokratis, hak serta kekuasaan rakyat harus dijamin, baik sebagai individu maupun secara bersama (hakikat sila keempat). 

  • Untuk mewujudkan tujuan Negara sebagai tujuan bersama, dalam hidup kenegaraan harus diwujudkan jaminan perlindungan bagi seluruh warga. Dengan demikian, untuk mewujudkan tujuan, seluruh warga negara harus dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan yang timbul dalam kehidupan bersama (hakikat sila kelima).

  • Selanjutnya, susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari dari sila-sila Pancasila ifu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal, yaitu:

  • Sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya;
  • Sila kedua  didasari  sila  pertama  serta  mendasari  dan  menjiwai  sila  ketiga, keempat. dan kelima;
  • Sila ketiga didasari dan dijiwai  sila  pertama  dan  kedua,  serta  mendasari  dan menjiwai sila keempat dan kelima
  • Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelima; serta
  • Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Demikianlah. susunan Pancasila memiliki sistem logis, baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut kualitas ataupun kuantitasnya. Selain itu, dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila Pancasila tersebut. 

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Kedudukan dan kodrat manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Refleksi filsafat yang dikembangkan oleh Notonagoro untuk menggali nilai-nilai abstrak. hakikat nilai-nilai Pancasila, ternyata kemudian dijadikan pangkal tolak pelaksanaannya yang berwujud konsep pengamalan yang bersifat subjektif dan objektif. 

Pengamalan secara objektif adalah pengamalan di bidang kehidupan kenegaraan atau kemasyarakatan, yang penjelasannya berupa suatu perangkat ketentuan  hukum yang secara  hierarkis  berupa pasal-pasal UUD,  Ketetapan  MPR, Undang-undang Organik, dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. 

Pengamalan secara subjektif adalah pengamalan yang dilakukan oleh manusia individual, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat ataupun sebagai pemegang kekuasaan, yang penjelmaannya berupa tingkah laku dan sikap dalam hidup sehari- hari.

Nilai-nilai yang bersumber dari hakikat Tuhan, manusia, satu rakyat, dan adil dijabarkan menjadi konsep Etika Pancasila, bahwa hakikat manusia Indonesia adalah untuk memiliki sifat dan keadaan yang berperi Ketuhanan Yang Maha Esa, berperi Kemanusiaan, berperi Kebangsaan, berperi Kerakyatan, dan berperi Keadilan Sosial. Konsep Filsafat Pancasila dijabarkan menjadi sistem Etika Pancasila yang bercorak normatif.

Ciri atau karakteristik berpikir filsafat adalah:

  • sistematis,
  • mendalam,
  • mendasar,
  • analitis,
  • komprehensif,
  • spekulatif.
  • representatif, dan
  • evaluatif.

Selanjutnya, kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesis yang harmonis di antara potensi-potensi kejiwaan manusia, yaitu akal, rasa, dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi. 

Pancasila memandang bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebabnya Pancasila secara   akal budi harus menjadi   dasar moralitas bangsa dalam membangun perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.


E. Karakteristik Sistem Filsafat Pancasila

Sebagai filsafat, pancasila  memiliki  karasteristik  sistem  filsafat  tersendiri  yang berbeda dengan filsafat lainnya, di antaranya:

  • sila-sila pancasila merupakan satu kesatuan sistim yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah, maka itu bukan pancasila.
  • susunan pancasila dengan suatu sistim yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut
  • Sila 1, meliputi, mendasari, dan menjiwa: sila 2, 3, 4, dan 5.
  • Sila 2, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, serta mendasari dan mcnjiwai sila 3,4, dan 5
  • Sila 3, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, serta mendasari dan menjiwa; sila 4 dan 5.
  • Sila 4, diliputi, didasari, dan dijiwai  sila  1,  2,  dan  3,  serta  mendasari  dan menjiwai sila 5.
  • Sila 5, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, 3, dan 4.

Kesimpulan

Memahami  hasil  dan pembahasan  dimuka,  maka  dapatlah  dihasilkan sebuah kesimpulan yang   sejalan   dengan   permasalah   yang  dikaji   dalam   penelitian  ini, diantaranya yakni: pertama; Pancasila mengandung nilai-nliai yang berasaskan nilai ketuhanan, nilai kemanusian, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan sosial, sehingga keberadaan Pancasila dapat digunakan  sebagai penguji dari hukum positif yang ada di Indonesia, yang artinya segala pembentukan hukum serta penerapan dan pelaksanaannya tidak lepas dari nilai-nilai Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm.

Dan  kedua,  Negara  hukum  yang  hendak  diwujudkan  di  Indonesiia  adalah  Negara hukum Pancasila yang berkarakter dari sifat kemajemukan masyarakat, keragaman budaya, kearifan lokal, kesantunan dalam beragama  dan kesalehan nilai-nilai sosial lainnya.  Semua nilai itu diwujudkan dalam bentuk sebuah atauran hukum dasar Negara yakni UUD Tahun 1945 dengan harapan dapat mewujudkan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Saran

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sebenarnya merupakan perwujudan dari nilai-nilai budaya milik bangsa sendiri yang diyakini kebenarannya. 

Pancasila digali dari budaya bangsa yang sudah ada, tumbuh, dan berkembang berabad-abad lamanya. Oleh karena itu, bangsa Indonesia wajib mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila karena Pancasila mencerminkan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun