“Dia membutuhkan istirahat!” Begitu Pak Imam meyakinkan anaknya.
“Tapi, Pak, mana mungkin seorang suami meninggalkan tanggung jawabnya dengan menelantarkan istri dan anaknya di sini. Berkali orang menjemputnya di rumahnya juga tak kunjung berhasil.” Sahut istrinya.
“Bapak yakin, dia akan kembali! Meski sekarang belum ada tanda-tanda dia akan kembali.” Jawab Pak Imam mengakhiri perbincangannya dengan anaknya.
***
Tiga bulan berlalu.
Benarlah, retak pada topengnya yang dulu ada kini telah mulai menutup dengan sempurna. Maka, Ihsan dengan segala kerendahan hatinya jatuh bersujud syukur ke hadirat Tuhan. Meletakkan kepalanya di posisi yang terbawah.
“Terima kasih, Tuhan!” Begitu ungkapnya dengan air mata berlinang.
Dengan niat menjajal keampuhan topeng, pagi hari dia berjalan keliling kampung. Yakinnya air mukanya telah kembali sumringah dan bahagia. Namun, ternyata sungguh semua di luar dugaan.
“Nak, Ihsan!” Pak Ali, lelaki setengah abad itu memanggilnya.
“Ya, Pak!” Ihsan beranjak mendekat.
“Bapak perhatikan, akhir-akhir ini kamu kok murung terus. Ada permasalahan apa, Le?” Ihsan terkejut mendengarnya. Dalam hatinya timbul satu pertanyaan. Bukankah topeng itu sudah diperbaiki oleh Pemiliknya, lalu kenapa masih tidak berfungsi? Begitu pikirnya.