Mohon tunggu...
novilia permatasari
novilia permatasari Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru swasta di sebuah Madrasah Aliyah di kota saya. Saya juga seorang Ibu yang memiliki hobi menulis, terutama novel fiksi dan juga cerpen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sosok Tanpa Jejak

3 November 2024   09:00 Diperbarui: 3 November 2024   09:02 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Apa kamu tahu apa itu cinta? Apa kamu bisa merasakan bagaimana warna cinta, harumnya, keindahannya? Saat hati mulai bergetar, tanpa arahan maupun suruhan, kamu berjalan menuju cintamu. Rasakan keindahan dan kebahagiaan yang hatimu berikan pada seluruh jiwa raga. Rasakan bagaimana aliran darah kebahagiaan itu mulai mengalir memenuhi setiap inchi nadi dalam tubuhmu. Indah, sangat indah.

Haris berdiri mematung menatap setiap orang yang berlalu lalang di hadapannya. Menunggu sesosok wajah yang beberapa hari ini selalu dia nantikan kehadirannya. Tak jarang beberapa orang menabrak dan menembus badannya, membuat laki-laki itu sedikit harus menjaga keseimbangan agar tidak terpelanting.

"Haris, sedang apa kamu di sana?" Teriak sebuah suara yang tiba-tiba si pemilik sudah berada di dekat Haris.

"Menunggu," jawab Haris santai sambil membiarkan anak kecil yang tengah berlarian dan menerobos tubuhnya.

"Menunggu gadis cantik itu lagi?" Pertanyaan dari suara yang sama namun saat ini pemiliknya sudah berada tepat di atas Haris. "Kenapa kamu masih menunggunya? Dia tidak akan datang."

"Dia sudah datang," kata Haris dengan senyum mengembang kemudian meleburkan tubuhnya menjadi asap putih dan kembali menjadi Haris saat berada tepat di depan seorang gadis.

Gadis itu adalah Raya, perempuan yang akhir-akhir ini selalu menghabiskan paginya di taman tepi danau tempat Haris tinggal. Haris tergila-gila dengan kecantikan yang dimiliki Raya. Senyum indah Raya mampu meluluh lantahkan setiap inchi tubuh laki-laki itu. Namun senyum Raya selalu tertutup dengan genangan air mata yang selalu dia keluarkan di tempat tersebut. Membuat Haris merasa iba dan semakin ingin masuk ke dalamnya.

"Tuhan, kenapa Engkau harus memberiku jalan hidup seperti ini?" Suara lirih Raya membuat Haris bergemih. Dia sudah sering bersama Raya, tapi baru kali ini mendengar suaranya. Suara yang begitu indah. Tapi kenapa Raya mengatakan hal itu?

"Kenapa aku harus menikah dengan laki-laki yang tidak pernah mencintaiku? Laki-laki yang selalu membuat alasan untuk menjauhi diriku. Seburuk itukah aku dimatanya?" Ucap Raya lirih. "Aku selalu berharap hidup bersama dengan orang yang aku cintai dan juga mencintaiku. Aku selalu bermimpi hidup bahagia dengan kekasih pujaan hatiku. Tapi kenapa kenyataannya seperti ini Tuhan? Kenapa Engkau sangat tidak adil kepadaku?" Kali ini dengan air mata yang sudah mengalir deras dari kedua matanya.

Haris sangat tidak tega melihat pemandangan ini. Perempuan yang sangat dia cintai tidak seharusnya menangis dan menderita seperti ini. Dalam hati dia berjanji akan mengupayakan segala hal untuk melihat Raya bahagia.

*****

Raya menghembuskan nafas panjang ketika sampai di depan pintu rumahnya. Rumah yang beberapa bulan ini telah dia tinggali bersama Arhan, suaminya. Setelah mereka resmi menjadi suami istri, Arhan membawanya ke rumah ini. Namun hanya status saja yang diberikan Arhan kepada Raya. Raya sama sekali tidak pernah merasakan cinta dari Arhan, bahkan sampai saat ini Arhan tidak pernah menyentuh istrinya itu.

Klek, pintu terbuka. "Hai Raya," sapa seseorang yang berdiri menyambutnya di depan pintu. Dengan senyum mengembang dan penuh penantian.

"Arhan, kamu di sini?" tanya Raya keheranan. Pasalnya baru tadi pagi suaminya itu mengatakan akan pergi dalam waktu yang lama. Ya, kenyataan itu pula lah yang sangat membuat Raya patah hati.

"Aku, aku di sini. Dan akan selalu di sini bersamamu." Kata Arhan sambil mengenggam tangan Raya dan membimbingnya menuju meja makan. "Mari kita makan!" Arhan menunjukkan makanan yang banyak di atas meja. Sedangkan Raya hanya mampu membuka mulut melihat perlakuan Arhan kepadanya. Ini sungguh berbeda.

"Arhan kenapa?" batinnya.

"Raya, akhir-akhir ini kamu tidak memperhatikan makanmu. Kamu tidak boleh seperti itu!" Ucap Arhan sambil mengambilkan makanan untuk Raya. Melihat Raya yang hanya masih membuka mulut dengan tatapan heran, membuat Arhan gemas dan langsung memasukkan sendok berisi makanan ke mulut gadis itu.

Raya terkejut, namun bergegas mengunyah makanan yang ada di mulutnya. "Ini makanan dari mana?" tanya Raya hati-hati. Pengalamannya, Arhan akan marah jika dirinya banyak bertanya.

"Dari rumah ini, ada bahan makanan di kulkas lalu aku memasaknya untuk kita." Jawaban Arhan membuat sebuah untaian senyum melengkung di wajah Raya. Betapa tidak, gadis itu belum pernah mendengar suara Arham selembut itu kepada dirinya. "Kenapa? Apakah masakanku tidak enak?" Arhan kembali bertanya.

"Ah tidak, ini sangat lezat." Raya mulai memasukkan makanan yang telah diambilkan Arhan ke dalam mulutnya. "Arhan, kamu kenapa tidak jadi berangkat?" Raya memberanikan diri untuk bertanya. Matanya mulai menutup saat melihat wajah Arhan yang tampak sedikit berubah. Dalam hati dirinya mengumpat untuk kebodohannya, "bodoh, apa yang ku tanyakan? Arhan pasti marah."

Namun, dua buah tangan lembut mendarat di kedua pipinya. Membuat mata Raya pelan-pelan terbuka dan terlihat pemandangan indah tepat di depan matanya. "Arhan.." ucapnya.

"Maafkan aku, mungkin selama ini aku tidak mempedulikanmu. Tapi aku berjanji mulai hari ini aku akan berusaha untuk membuatmu bahagia dan akan selalu menjagamu."

"Arhan..", kembali Raya bergeming lirih menyebut nama suaminya. Antara percaya dan tidak dengan apa yang ada di hadapannya saat ini. Bagaimana Arhan bisa semanis ini? Tak lama Raya sudah berada di dada bidang Arhan, dada yang sangat bidang untuk meletakkan dan membuang segala gundah gulana yang selama ini dia pendam sendirian. Tidak bisa diungkapkan bagaimana dada itu bisa membuatnya sangat nyaman saat ini. Tak bisa diungkapkan juga bagaimana rasa bahagia yang kini dirinya rasakan. Hingga tanpa terasa air mata dari netra coklat Raya membasahi lengan Arhan.

"Sayang, kenapa kamu menangis?" Arhan melepaskan pelukannya dan mulai mengusap air mata yang turun dengan begitu deras dari mata seseorang yang dipanggilnya Sayang.

"Aku tidak percaya hal ini Arhan. Aku selalu merasa kamu tidak mencintaiku. Apakah ini hanya akan terjadi untuk sesaat? Ataukah ini akan hanya kebohongan semata."

"Tidak Raya, tidak." Arhan berlutut di depan Raya. Laki-laki itu memegang kedua tangan Raya sambil berkata, "lihatlah mataku! Apakah ada kebohongan di dalamnya?"

Raya menuruti perintah Arhan melihat kedua buah netra hitam kebiruan milik laki-laki itu. Benar saja, Raya bisa merasakan cinta yang begitu besar dari sorot mata tersebut. Bagai terbius, Raya pun tersenyum sembari berkata, "aku mencintaimu sejak ibuku mengatakan bahwa kamu adalah calon suamiku, menjadi istrimu adalah hal luar biasa dalam hidup ini. Namun aku selalu merasa bahwa cintaku tak sempurna, aku selalu merasa bahwa aku hanya mencintai orang yang tak akan pernah bisa membalas cintaku. Tapi ternyata, hari ini aku sungguh yakin bahwa cintaku telah sempurna Arhan."

Kedua insan itu saling memeluk dengan erat, seperti tidak ada kekuatan di dunia ini yang mampu memisahkan mereka.

*****

Dua minggu lamanya Arhan dan Raya hidup bersama dengan suasana kehidupan yang baru. Kehidupan yang penuh dengan cinta.

Suara bel rumah berbunyi. Raya segera bangkit dari duduknya untuk melihat seseorang yang datang ke rumah mereka. Siapa yang sore-sore gini datang? Ahh mungkin kurir paket yang dia pesan kemarin.

"Ibu Raya?" sapa seseorang yang memakai seragam jasa pengantaran barang.

"Oh iya, saya Raya."

"Ini ada paket untuk Ibu." Kurir itu memberikan sebuah bungkusan yang mirip dengan map dokumen folio dan juga sepucuk surat di atasnya."

"Untuk saya?" Iya bu, jawab kurir itu sambil kembali memperhatikan alamat rumah dan juga kembali menyebutkan nama lengkap Raya.

"Dari siapa?" Kembali Raya memberi pertanyaan.

"Di sini tertulis Tuan Arhan."

Raya tersenyum kecil mendengarnya. Mengambil paket itu, berterimakasih kepada kang Kurir, lalu masuk ke dalam rumah.

"Hmm, ngapain sih harus ngirim ginian ke rumah?" gumam Raya lirih sambil melirik kamar mandi yang masih tertutup rapat pertanda orang di dalamnya masih sibuk dengan ritual hariannya. Raya meletakkan paket itu, dia ingin menanyakan dulu kepada Arhan lalu membuka bersama-sama. Ah tapi tidak, sepertinya Raya sudah sangat penasaran dengan apa yang telah suaminya berikan untuknya.

"Laki-laki itu memang sudah ditebak." Gumamnya lagi sambil membuka sepucuk surat dan mulai membacanya.

Raya, apa kabar? Aku Arhan. 

Maafkan aku, aku telah meninggalkanmu sekian lama. Aku yakin kamu pasti sangat menanti kepulangan ku. 

Raya menghentikan membacanya, dia merasa bingung apa yang Arhan tulis ini? Mata gadis itu tertuju pada tanggal yang tertulis di sudut kanan atas dari surat tersebut. Tertulis tanggal kemarin, berarti Arhan menulisnya kemarin.

Raya, aku tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya dengan hatiku dan dengan pernikahan kita. Pernikahan yang sangat tidak aku harapkan. Maafkan aku Raya tapi inilah kebenarannya. Aku berfikir akan ada cinta setelah kita menikah, tapi aku tidak bisa Raya. Aku tidak bisa mencintaimu. Semakin aku memaksa hidup denganmu, membuat hatiku semakin hancur. 

Raya kembali menghentikan membaca. Kembali melihat kamar mandi yang masih tertutup rapat. Arhan ada di dalamnya. Lalu apa ini? Kenapa Arhan menulis ini? Mereka tidak sedang bertengkar.

Saat aku meninggalkanmu, aku merasa sangat lega Raya. Aku bisa kembali bisa bernafas dengan bebas. Dan akhirnya aku bisa kembali kepada cinta pertama ku. Kembali kepada perempuan yang dari dulu kucintai. 

Dengan surat ini, aku ajukan talak kepadamu Raya. Aku akan segera menikahi gadis yang kucintai dan hidup bersama dengan bahagia. Aku telah mengurus surat cerai dan juga kukirim untukmu. Mohon tandatangani surat itu. Kita berpisah secara baik-baik. 

Raya, maafkan aku. Sekarang kamu bisa hidup bebas. Kamu bisa keluar dari rumah itu atau mungkin kamu bisa menghabiskan masa kontraknya yang telah kubayar satu tahun. Sekali lagi aku minta maaf. 

Arhan--

Tanpa terasa air mata Raya menetes. Dirinya seperti kembali mengingat masa sebulan yang lalu. Ya beginilah Arhan yang asli. Gaya bicara, tutur kata, inilah Arhan yang tidak pernah mencintainya. Gadis itu segera membuka bungkusan berikutnya yang berada dalam map dokumen. Benar saja, itu adalah dokumen surat perceraian. Di sana tertulis jelas, nama lengkap Arhan, nama lengkap orang tuanya, dan semua identitas pernikahan mereka.

Raya menghela nafas panjang. Berusaha menetralisir dan memenangkan hatinya. Tapi ini terlalu berat. Raya pun tak mampu menopang berat badan tubuhnya, kakinya terasa sangat lemas hingga gadis itu terjatuh. Air mata bak cucuran air terjun yang tiada habisnya keluar dari netra cantik miliknya. Sungguh sakit, sangat sakit. Tega-teganya laki-laki yang sangat dia cintai, dia hormati memperlakukannya seperti ini.

Krakkk, pintu kamar mandi terbuka. Tampak dengan gagah laki-laki yang Raya cintai keluar dari kamar mandi.

"Raya, sayang, kamu kenapa?" Laki-laki itu segera berlari dan membantu Raya yang telah lemas lunglai. "Sayang apa yang terjadi? Raya...."

Raya menatap mata laki-laki tajam. Air mata yang sedari tadi mengalir kini berhenti.

"Raya Sayang, apa yang terjadi?"

"Siapa kamu?" Tanya Raya lirih.

"Raya, kamu kenapa? Kamu sakit Sayang?"

"Siapa kamu?" Kali ini Raya membentak dan membuang tangan Arhan dari tubuhnya. Sedikit demi sedikit Raya mulai berfikir logis. Laki-laki di hadapannya bukanlah Arhan suaminya, suami yang tidak pernah mencintainya. Dia adalah orang lain.

"Raya, aku Arhan suamimu."

"Bukan, kamu bukan Arhan. Kamu bukan Arhan!" Kembali air mata Raya mengalir dengan deras.

Arhan tersenyum tipis mendengarnya. Sembari melirik kertas-kertas yang berceceran di lantai. Dia seperti faham apa yang telah terjadi.

"Aku memang bukan Arhan, tapi aku sangat mencintaimu Raya."

"Lalu siapa kamu? Tanya Raya yang kali ini dengan wajah sedikit takut. Betapa tidak, dua minggu ini dirinya tinggal bersama orang lain.

Arhan tersenyum, apalagi melihat wajah ketakutan Raya. Laki-laki ini seperti menyadari bahwa ini adalah akhir dari segalanya.

Arhan berdiri sedikit menjauhi Raya. Kemudian meleburkan diri menjadi asap. Raya sangat terkejut melihatnya. Gadis itu ingin berlari dan berteriak namun dirinya merasa sangat lemas tak berdaya.

"Tolong, tolong pergi. Aku, aku takut. Tolong jangan sakiti aku, aku mohon." Hanya itu kalimat yang keluar dari mulut Raya itupun hanya mampu dia katakan dengan lirih. Menyadari bahwa orang yang selama ini bersamanya bukan manusia seperti dirinya.

Tak lama kepulan asap itu menyatu kembali di hadapan Raya, menjadi sosok Arhan yang Raya cinta.

"Sayang, Raya, inilah aku. Aku tak berwujud. Aku adalah hantu, nama Haris. Aku adalah hantu yang terjebak dengan cintamu." Ucap Arhan yang merupakan hantu Haris. "Aku adalah hantu yang mencintaimu sejak pertama kali melihat kecantikan wajahmu." Katanya lagi, namun saat ini posisinya sudah berada di sebelah kanan Raya hingga membuat gadis itu terkejut. "Aku adalah hantu yang hanya ingin melihatmu tersenyum bahagia." Kali ini Arhan kembali berpindah posisi dengan sangat cepat.

"Pergi kamu setan, pergi!" Teriak Raya ketakutan.

"Aku tahu, ini semua akan berakhir. Tapi aku tidak menyangka akan secepat ini."

"Kamu kurang ajar, kamu keterlaluan. Kamu telah membohongiku dengan merubah wujud menjadi suamiku. Kamu mencuri kesempatan dengan kelemahanku."

"Ya Raya kamu benar, aku bersalah. Tapi aku tidak mencuri apapun. Bahkan aku tidak pernah sekalipun berniat menyentuhmu dan menodaimu. Aku hanya ingin membuatmu bahagia."

"Pergi! Kamu jahat!"

"Raya dengarlah, aku akan pergi dari kehidupanmu jika kamu menginginkannya. Akupun akan tetap disampingmu jika kamu menghendaki."

"Pergi!"

"Raya apakah kamu yakin?" tanya Haris yang saat ini sudah berada tepat di hadapannya dan jarak mereka pun hanya beberapa centimeter. Sehingga Raya bisa melihat dengan jelas rona mata yang selama ini sangat dia kagumi. Rona mata yang selalu memperlihatkan ketulusan dan kesungguhan, rona mata yang tidak pernah berbohong akan cinta yang besar dalam hatinya. Raya pun terdiam tanpa mampu menjawab sepatah katapun.

Haris kembali tersenyum di dalam kehampaan hatinya saat ini, "baiklah Raya, aku akan pergi." "Aku tidak akan mengganggumu lagi. Selamat tinggal." Haris telah menerima kekalahannya, dia bersiap untuk kembali meleburkan tubuhnya bersama cinta yang tidak akan lagi dia miliki.

"Tunggu!" Seru Raya. "Seseorang telah membuatku kecewa dengan kenyataan pahit yang dia berikan kepadaku. Apakah kamu juga akan membuatku kecewa untuk kedua kalinya? Mungkin aku tidak akan sanggup, mungkin aku akan mati."

"Raya.." Haris kembali berjalan menuju Raya dan memeluknya erat.

"Jangan pergi!" Ucap Raya lirih yang dibalas dengan senyum manis penuh keyakinan oleh Haris.

"Baiklah Raya, aku tidak akan pergi. Aku akan selalu bersamamu. Apapun kata dunia, cinta Raya dan hantu Haris akan tetap abadi." Ucap Haris yang kemudian melebur menjadi asap putih, begitupun dengan Raya yang ikut melebur bersamanya. Hingga cinta mereka abadi.

TAMAT

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun