Saya pun sempat singgah di kampung adat ini. Namun sayangnya, saat saya bertandang ke sana, kampungnya sangat sepi. Hanya ada beberapa orang saja yang saya temui di kampung ini.
Ternyata, mereka sedang ada perayaan. Namun sayangnya, saya tak bisa bergabung dengan perayaan tersebut karena harus mengenakan pakaian adat.
Saya pun tak sempat berlama-lama di sana dan memutuskan untuk singgah di kampung adat lainnya.
Kampung Adat Tarung
Jujur saja, dibandingkan dengan wisata alamnya, saya justru lebih banyak menghabiskan waktu saya di Waikabubak dengan bercengkaram di Kampung Adat Tarung!
Saya jatuh cinta sekali dengan kampung adat ini. Hingga saat ini pun saya masih kerap berkomunikasi dengan salah satu penduduk di sana yang saat itu saya kenal saat berkunjung ke sana. Kak Sam, namanya.
Saat saya berkunjung ke Kampung Tarung, suasana kampung ini sangat ramai. Ternyata, mereka juga akan mengadakan perayaan di hari itu, yakni perayaan yang melibatkan memotong, membakar, dan memasak ayam secara besar-besaran.
Nah, saat tiba di sana, banyak saya temui sapaan hangat dan ramah untuk saya, sekedar bertanya dari mana asal saya dan sedang apa di Sumba. Saya pun banyak bercakap-cakap dengan para penduduk lokalnya, hingga seseorang memanggil saya untuk singgah di salah satu rumah penduduk di sana. Mereka menyebutnya 'rumah besar'.
Selain diajak berjalan-jalan mengitari perkampungan, saya pun dijamu cukup lama oleh keluarga Kak Sam ini. Sambil berkeliling, saya juga berkenalan dengan Kak Maryam, yang kemudian meminjami saya sarung adat yang ia miliki untuk sekedar berfoto saja.
Saat saya berkunjung ke Kampung Adat Tarung, kampung ini baru saja dilanda bencana kebakaran yang menghanguskan hampir seluruh rumah adat yang ditinggali penduduk.Â
Penyebabnya, 'api adat' katanya, yang diakibatkan oleh suatu kesalahan yang tidak sesuai dengan hukum adat di sana.