Mohon tunggu...
Novi D. Hapsari
Novi D. Hapsari Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Amateur Film Maker and Writer. Educational Technology'14 of State University of Malang. "Karena usaha serta kerja keraslah yang akan menang saat keajaiban itu tidak ada."

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Li Jun dan Seutas Benang Merah

11 April 2016   15:37 Diperbarui: 11 April 2016   20:18 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Keindahan Alam GuangXi (Sumber: chindonews.blogspot.com)"][/caption]

Di suatu pedesaan yang indah pada zaman kerajaan Qing, hiduplah seorang anak laki-laki bernama Li Jun. Orang tuanya memberikan nama Li Jun agar kelak dia bisa menjadi sosok laki-laki yang sekuat prajurit, karena Li Jun (李军) berarti prajurit. Li Jun merupakan anak laki-laki yang tidak bisa diam dan selalu menghabiskan waktunya untuk bermain bersama teman-temannya.

Pada suatu hari, Li Jun dan teman-temannya bermain petak umpet di dalam sebuah hutan. Li Jun yang memiliki sikap kompetitif dan tidak ingin ketahuan oleh temannya, akhirnya memutuskan untuk bersembunyi di bagian hutan yang dalam.

“Kalau seperti ini, aku pasti tidak akan ketahuan.” Ucap Li Jun pelan.

Dia bersandar di balik pohon besar sambil memutar-mutar ranting kayu di tangannya. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu hingga membuat Li Jun tertidur.

“Hei, apakah kalian tahu dimana Li Jun? Kok sampai sekarang aku belum menemukannya ya?” Kata Liu Wei, teman Li Jun.

“Mungkin dia sudah pulang, ini sudah hampir malam dan dia pasti kelaparan. Li Jun memang sering meninggalkan kita kalau sudah mulai lapar, bukan?” Kata Wang Hao.

“Ya sudah, ayo kita pulang, ibuku akan marah kalau aku pulang malam.” Tambah teman yang lain.

Akhirnya teman-teman Li Jun bergegas pulang tanpa mengetahui bahwa temannya masih berada di dalam hutan.  Senja yang berwarna oranye, berganti menjadi malam gelap. Li Jun yang masih tertidur akhirnya terbangun oleh sorotan sinar bulan purnama yang menembus celah-celah dedaunan. Li Jun mengerjapkan matanya pelan sambil meregangkan badan. Dilihatnya sekeliling, gelap dan hanya ada suara kumbang hutan yang bersenandung.

“Aku pasti tertidur saat bersembunyi. Bagaimana caranya aku pulang? Jalannya begitu gelap!” Li Jun kebingungan sambil memegangi ranting pohon kuat-kuat. Dia kemudian memberanikan diri untuk berlari menembus gelapnya hutan hingga akhirnya dia sampai di jalan pinggir hutan.

“Akhirnya aku sampai disini.” Ucap Li Jun penuh syukur. Kemudian pandangan matanya tertuju pada sesosok pria yang berdiri di bawah sinar bulan purnama. Karena penasaran, Li Jun mendekati sesosok pria itu perlahan. Sesosok pria itu kemudian berkata,

“Apa kabarmu, Li Jun?” Sontak pertanyaan itu membuat Li Jun kaget.

“B..bagaimana kau tahu namaku?” Tanya Li Jun ketakutan bercampur penasaran.

“Tidak penting darimana aku tahu namamu. Apakah kau mau kuberitahu sesuatu?” Sesosok pria itu bertanya balik ke Li Jun.

“Apa itu?” Li Jun memasang wajah polos dan penasarannya.

“Tuhan telah mengikat jodohmu dengan sebuah benang merah. Kau lihat anak perempuan yang sedang berjalan itu? Dia adalah jodohmu, Li Jun.” Kata sosok pria itu.

Li Jun kemudian berbalik dan melihat seorang anak perempuan sedang menyusuri jalan sambil membawa sebuah lentera. Dia kemudian berkata ke sosok pria itu,

“Kau berbohong. Bagaimana bisa anak perempuan jelek seperti dia bisa menjadi jodohku?” Li Jun yang merasa tersinggung dengan pernyataan pria itu, kemudian secara sengaja melempar batu ke arah pria itu. Namun, secara ajaib, batu itu memantul dan kemudian mengenai anak perempuan yang sedang berjalan itu. Anak perempuan itu kemudian tertuduk di tengah jalan sambil menangis.

“I..itu bukan salahku, aku hanya bermaksud melemparnya ke arahmu.” Kata Li Jun ketakutan dan akhirnya berlari meninggalkan sosok pria itu.

Sesampainya di rumah, Li Jun langsung berlari menuju kamarnya dan menangis sejadi-jadinya. Setelah malam itu, Li Jun mulai melupakan kejadian yang pernah dia alami dan kembali menjadi Li Jun yang senang bermain.

Beberapa tahun kemudian, Li Jun tumbuh menjadi lelaki dewasa yang rupawan dan memiliki tubuh sekuat prajurit. Sifat masa kecilnya yang suka sekali bermain, tidak tampak pada wajahnya. Tidak salah orang tuanya memberi dia nama Li Jun. Namun, sampai usianya yang menginjak usia pernikahan, Li Jun belum juga memiliki istri. Li Jun masih merasa kalau dirinya belum menemukan calon istri yang sesuai untuknya.

Akhirnya, orang tua Li Jun memutuskan untuk menjodohkan Li Jun dengan anak gadis dari sahabat mereka. Li Jun yang tidak mau menolak keputusan orang tuanya, akhirnya menerima perjodohan itu.

Hari pernikahan Li Jun pun tiba. Teman-temannya seperti Liu Wei dan Wang Hao juga turut datang pada pernikahannya.

“Kudengar, kamu dijodohkan oleh orang tuamu?” Tanya Wang Hao penasaran.

“Hei, bagaimana bisa kau bertanya seperti itu?!” Bentak Liu Wei sambil memandang tajam Wang Hao. Takut kalau Li Jun akan tersakiti mendengar pertanyaan Wang Hao.

“Tidak apa-apa, Liu Wei. Aku memang dijodohkan. Tapi aku bisa menerimanya. Aku percaya pada orang tuaku.” Jawab Li Jun tenang sambil memancarkan senyumnya.

“Tapi bagaimana jika dia jelek? Kamu kan belum tahu wajahnya? Bukannya dulu kamu sangat membenci perempuan berwajah jelek?” Tanya Wang Hao lagi.

Kali ini, Liu Wei sudah bersiap-siap untuk memukul kepala Wang Hao.

Saat itu juga, Li Jun langsung menjawab sekaligus mencegah Liu Wei untuk memukul kepala Wang Hao.

“Aku percaya kedua orang tuaku. Kalau memang dia jelek, itu sudah jadi karmaku karena dulu sangat membenci perempuan yang aku rasa jelek.” Saat itu juga, kedua teman Li Jun langsung diam dan menampakkan senyum canggung.

“Dia sudah dewasa.” Pikir kedua teman Li Jun itu.

Beberapa saat setelah pernikahan, Li Jun dan istrinya berada di dalam kamar. Akhirnya saat itu juga, Li Jun akan mengetahui bagaimana wajah istrinya yang selama pernikahan tadi selalu ditutup dengan kain berwarna merah. Li Jun dengan izin dari istrinya, membuka penutup wajahnya itu. Seketika, Li Jun langsung terpukau mendapati istrinya ternyata memiliki wajah yang cantik.

“Bagaimana bisa aku menikahi wanita secantik ini.” Kata Li Jun yang masih menatap wajah istrinya. Dia memperhatikan dahi istrinya yang menunjukkan bekas luka.

“Eh.. Apa ini?” Tanya Li Jun sambil menunjuk dahi istrinya.

“Ini kudapat saat aku masih kecil. Waktu itu, aku sedang berjalan di malam hari sambil melihat bulan purnama. Tiba-tiba aku merasakan lemparan batu entah darimana. Akhirnya aku mendapatkan bekas luka ini. Tapi bekas luka ini malah membuatku terlihat manis. Hihi.” Ucap istrinya sambil tersenyum manis.

Seketika, segel masa lalu yang sengaja dilupakannya kembali terbuka. Mengingatkannya ke masa dimana dia melempar batu ke arah seorang pria yang pada akhirnya mengenai seorang gadis kecil.

“Jadi, apa kata pria itu benar. Dari dulu, kamu memang ditakdirkan untuk menjadi jodohku.” Ucap Li Jun dalam hati sambil tersenyum memandang wajah istrinya.

“Hm.. Ada apa?” Istrinya bertanya sambil ikut tersenyum.

“Tidak ada apa-apa, aku beruntung menjadi suamimu. Terima kasih telah menerimaku menjadi suamimu. Terima kasih karena selama ini kamu bisa menerima bekas luka itu dengan senang hati. Aku mencintaimu, istriku.”

Mereka berdua tersenyum.

Takdir itu memang benar-benar ada..

 

[based on chinese urban legend: red string of destiny]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun